.
Thursday, December 12, 2024

Kanjuruhan-Itaewon

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Kanjuruhan dan Itaewon, dua tragedi yang sama-sama terjadi pada Oktober. Kanjuruhan tepat pada 1 Oktober dan Itaewon pada 30 Oktober. Dua-duanya menjadi perhatian dunia karena sama-sama mengakibatkan korban besar.

Penyebabnya juga hampir sama, yaitu terjadi stampede, penumpukan manusia yang panik dan saling injak. Bedanya, di Itaewon tidak ada serangan gas air mata oleh polisi, sedangkan di Kanjuruhan ada puluhan tembakan gas air mata dari polisi yang menimbulkan kepanikan publik.

Tragedi Itaewon menewaskan 156 orang. Tragedi Kanjuruhan sejauh ini sudah menewaskan 135 orang. Perhatian dunia tertuju pada dua kasus itu, termasuk cara pemerintah masing-masing negara dalam menanganinya.

Bangsa Korea menunjukkan sikap sebagai bangsa yang bermartabat dan bertanggung jawab. Etika publik ditegakkan dengan mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka. Di Indonesia yang terjadi adalah saling lempar tanggung jawab dan tidak ada yang mengakui secara terbuka kesalahannya.

Kepala Kepolisian Korea Selatan Yoon Hee-keun menyampaikan permohonan maaf terbuka atas tragedi itu. Tidak perlu didemo, tidak perlu didesak. Ia dengan tulus mengakui kesalahan. Di hadapan wartawan Yoon membungkuk dan menyatakan dirinya bertanggung jawab atas tragedi paling mematikan bagi Korsel sejak 2014 itu.

Polisi mengakui kesalahan dan meminta maaf.  Pejabat lain, termasuk walikota Seoul dan menteri dalam negeri Korea Selatan, juga menyampaikan permintaan maaf kepada publik. Walikota Seoul Oh Se-hoon meneteskan air mata selama konferensi pers.

Mendagri Korsel Lee Sang-min yang dipanggil oleh parlemen untuk dimintai keterangan, meminta maaf sambil membungkukkan badan di pertemuan parlemen. Lee menyatakan bahwa sebagai anggota kabinet ia bertanggung jawab sepenuhnya tanpa batas.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol murka usai mengetahui kejadian ini dan mendapatkan laporan bahwa polisi lalai menangani laporan ini. Ia marah karena kepolisian tak segera mengambil tindakan saat menerima 11 laporan tingkat bahaya kerumunan dalam festival itu. Presiden Yoon meminta penyelidikan secara menyeluruh mereka yang bertanggung jawab ditangani secara ketat sesuai hukum dan prinsip.

Sikap kstaria dan bertanggung jawab ala Korea itu seharusnya menjadi inspirasi dan teladan bagi pejabat publik di Indonesia. Komnas HAM Indonesia yang menyelidiki tragedi Kanjuruhan meminta Kapolri untuk meniru sikap kepolisian Korea.

Komnas HAM sudah mengeluarkan rekomendasi dan meminta polisi melaksanakannya. Komnas HAM mengingatkan tragedi kemanusiaan seperti di Kanjuruhan dan Itaewon bisa terjadi lagi jika tak ada kepatuhan dalam mengelola peristiwa berisiko tinggi.

Beda Korea, beda Indonesia. Ketika kasus Kanjuruhan pecah yang terjadi adalah penyangkalan dan lempar tanggung jawab. Kala itu Kapolda Jatim Inspektur Jenderal Nico Afinta mengatakan bahwa penggunaan gas air mata adalah tindakan prosedural.

Nico Afinta tidak memahami aturan crowd handling yang menjadi standar FIFA, federasi sepak bola internasional, yang tidak memperbolehkan penggunaan gas air mata dan peluru di dalam stadion. Setelah mendapat pressure keras dari publik, barulah beberapa hari kemudian Nico dicopot dari jabatannya.

Rekaman-rekaman video dari ponsel para suporter dalam stadion menunjukkan bahwa polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun dan menyebabkan kepanikan yang luar biasa. Tetapi, dalam laporan yang dibuat polisi tidak ada pengakuan bahwa terjadi penembakan gas air mata ke arah tribun.

Dari bukti rekaman dan kesaksian itu tim pencari fakta independen TGIPF maupun Komnas HAM secara terpisah menyatakan gas air mata lah yang menjadi faktor utama terjadinya tragedi.

Sebaliknya, Polri mengklaim gas air mata bukanlah penyebab kematian massal. Klaim itu pun diakui didasari pernyataan sejumlah ahli dan dokter spesialis yang menangani korban. Mereka terdiri dari para dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan spesialis penyakit mata.

Berdasarkan pendalaman para ahli, Polri menyatakan, bahwa para korban tewas dalam insiden Kanjuruhan akibat kekurangan oksigen karena berdesakan di pintu keluar stadion. Sebuah laporan menunjukkan para ahli itu tidak berani memberi kesaksian secara jujur dan profesional karena takut akan akibatnya. Karena itu mereka memberi laporan sesuai order. Akhirnya terbukti bahwa laporan versi polisi bertolak belakang dengan laporan versi TGIPF dan Komnas HAM. Skor 2-1, tapi Polri masih tetap tidak mengakui kesalahan.

Drama Korea alias drakor sering menguras air mata karena ceritanya yang dramatis. Tragedi Itaewon akan menjadi garapan menarik untuk menjadi serial drama Korea puluhan seri. Drakor sering dianggap sebagai drama kampungan. Tetapi, dalam kasus drakor Itaewon terlihat betapa tingginya kualitas moral dan etika pejabat Korea.

Indonesia punya tradisi sinetron yang ceritanya penuh intrik dan tipu muslihat. Penanganan tragedi Kanjuruhan ini—kelihatannya–akan lebih terlihat sebagai sinetron, yang isinya cuma bualan dan khayalan.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img