MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi masih belum berdampak pada sektor hiburan dan kecantikan. Meski dampak besar sangat dirasakan pada harga kebutuhan pokok dan transportasi di Malang Raya.
Hingga saat ini, beberapa barang dan jasa memang sudah mengalami kenaikan, namun tidak pada sektor hiburan dan kecantikan. Manajemen Doremi Karaoke, Robert Dharma Surya mengatakan, meskipun ada lonjakan harga beberapa bahan pokok dan jasa, masih belum memberikan imbas yang besar kepada usahanya.
“Saat ini masih belum ada rencana kenaikan. Untuk beberapa waktu ke depan juga, untuk harga masih sama,” kata Robert kepada Malang Posco Media, kemarin.
Hal yang sama juga disampaikan oleh pemilik Salon JJ Panca, Pancawarni Susilaningsih. Ia mengatakan lonjakan kenaikan harga BBM, tidak membuat harus segera menaikkan harga. Hal itu lantaran, jasa yang disediakannya dinikmati oleh banyak kalangan. Dan tidak semua kalangan mampu menjangkau, jika harganya ikut meroket.
“Kasihan kalau ikut-ikutan dinaikan (harganya, red). Dari awal saya buka di tahun 2016, sampai sekarang harganya masih stabil,” jelasnya.
Pilihan untuk tidak menaikkan harga, lantaran ada beberapa pelanggan yang biasa memberikan uang tip. “Biasanya pelanggan tersebut adalah dari mereka yang berada di kalangan ekonomi menengah ke atas,” terangnya.
Berbeda dengan hiburan dan kecantikan, harga bahan pokok di pasaran Malang raya terpantau naik drastis. Salah satu contohnya yakni harga daging ayam yang mengalami lonjakan setelah harga BBM naik.
Eko salah satu pedagang di Pasar Oro Oro Dowo mengatakan daging ayam yang dijualnya setiap hari mengalami kenaikan karena harga ayam hidup yang ia beli juga mengalami kenaikan.
“Ayam hidup itu saya dapatnya harga Rp 22.500. Ssekarang harganya jadi Rp 23.500 mulai kemarin. Padahal sebelumnya sudah naik Rp 500. Dari Rp 22.000 menjadi Rp 22.500,” ungkap Eko.
Akibat naiknya harga ayam hidup itu, praktis daging ayam yang ia jual juga harus disesuaikan. Dampaknya, Eko merasa pembeli berkurang dari biasanya.
“Sebelumnya saya jual daging ayam itu harganya Rp 36 ribu per kilogram, sekarang jadi Rp 38 ribu per kilogram. Ya ini sepertinya lebih sepi dari sebelumnya, jam segini masih ada (belum habis dagangannya),” keluhnya.
Selain daging ayam, kenaikan juga terjadi untuk komoditi cabai rawit. Dari sebelumnya sekitar Rp 45 ribu per kilogram, naik menjadi Rp 50 ribu per kilogram. Begitu pula dengan cabai besar dari Rp 53 ribu per kilogram naik menjadi Rp 55 ribu per kilogram.
“Yang naik itu saja, yang lain lain belum ada yang naik. Saya kurang tahu kenapa, apa karena produksi atau karena BBM naik harganya (cabai) ikut naik,” kata Sumarti pedagang lainnya.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang Sapto Wibowo mengatakan secara umum kondisi pasar saat ini masih relatif stabil. Sebab, khusus untuk kenaikan cabai memang sebenarnya sudah terjadi sejak seminggu yang lalu.
“Salah satu penyebabnya, karena panen raya sudah berakhir dan adanya penurunan stok cabai,” sebut Sapto.
Namun Sapto juga tidak menampik dalam waktu dekat pasti akan terjadi penyesuaian harga imbas dari kenaikan BBM. Hal ini dikarenakan, BBM menjadi salah satu faktor utama yang juga mempengaruhi harga jual suatu komoditi.
“Sampai dengan sekarang belum berpengaruh signifikan (kenaikan BBM). Tapi diperkirakan pasti ada penyesuain sebagai akibat naikknya biaya distribusi,” yakin Sapto.
Di Pasar Batu, harga komoditi cabai mencapai Rp 60 ribu dari harga sebelum kenaikan BBM Rp 42 ribu per kilogram. Sedangkan untuk harga gas melon atau LPG 3 kilogram mencapai Rp 20 ribu dari harga Rp 18 ribu per Kg.
Maisyaroh salah satu pedagang Pasar Batu mengungkapkan jika kenaikan cabai mengikuti dari harga yang didapat dari tengkulak. Ia mengaku sebelum kenaikan BBM harga dari petani ke tengkulak mencapai Rp 39 ribu per kilogram. Kemudian pedagang di pasar menjadi kembali seharga Rp 42 ribu per kilogram.
“Tapi hari ini (kemarin, red) harga di petani sudah Rp 48 ribu per kilogram ke tengkulak. Sehingga pedagang menjual ke pembeli mulai harga harga Rp 55 ribu sampai Rp 60 ribu per kilogram,” ujar Maisyaroh.
di Pasar Singosari, harga barang-barang yang tidak masuk dalam barang kebutuhan pokok masih tetap. “Belum ada kenaikan untuk barang-barang di luar bahan pokok,’’ kata Hj Dewi Romlah salah satu pedagang di Pasar Singosari.
Barang-barang yang belum mengalami kenaikan ini disebutkannya antara lain, harga susu, kental manis, sampo maupun sabun, ditergen. Semuanya masih sama. Termasuk kopi dikatakan wanita yang akrab disapa Hj Romlah ini belum mengalami kenaikan. Dia idak menyebutkan satu persatu harga barang-barang yang dijual di tokonya. Tapi yang jelas selain harga kebutuhan pokok, semuanya masih normal.
“Kalau beras ini yang naik parah. Per kilonya naik antara Rp 200 sampai Rp 1000 per kilogramnya,’’ tambahnya.
Romlah mengatakan untuk harga beras lokal sepekan lalu dia ambilnya Rp 8.750. Tapi sejak tiga hari terakhir harganya naik Rp 9.750. Beras kelas menengah seperti Mentari pun ada kenaikan, awalnya Rp 10.200 perkilogram, sekarang Rp 10.600.
“Lahap raja lele ini juga ada kenaikan. Per sak isi lima kilogram sebelumnya kami beli Rp 54 ribu. Tapi sejak kemarin ada kenaikan Rp 57.500 persak,’’ tambahnya.
Berbeda dengan sembako, untuk moda transportasi malah sudah naik terlebih dahulu. Salah satu sopir bus Akas jurusan Probolinggo Malang, Wakhid mengatakan kondisi penumpang makin sepi setelah kenaikan BBM.
“Naik dari Rp 50 ribu jadi Rp 60 ribu. Ini makin sepi, sekarang saja kosong ini (penumpang busnya). Kalau BBM naik, terus tarif tidak naik ya kita yang kalah, apalagi penumpang sepi begini,” kata Wakhid.
Kondisi itu juga diamini oleh Hernanto, sopir bus lainnya dari Dali Prima jurusan Bojonegoro Malang. Dari tarif awal sebesar Rp 45 ribu, kini menjadi Rp 50 ribu. Meski hanya naik Rp 5 ribu saja, tapi dikatakan pria yang akrab disapa Kopral ini mengaku penumpang berkurang hingga sekitar 20 persen.
“Akibatnya pendapatan kita juga turun. Jadi sudah biaya solar naik, setorannya juga naik. Makanya kalau bisa ini distabilkan lagi, diturunkan lagi. Penumpang tidak mau naik, mereka marah karena bilangnya gaji mereka sendiri juga tidak naik,” curhatnya.
Terpisah, Koordinator Satuan Pelaksana Terminal Tipe A Arjosari Hadi Supeno mengatakan kenaikan tarif itu sudah naik sejak sekitar dua hari lalu. Meski belum ada instruksi atau arahan dari Kementerian Perhubungan maupun Peraturan Gubernur, secara umum hampir seluruh PO Bus langsung menyesuaikan tarifnya masing-masing.
“Ya memang begitu, jadi langsung saja mereka menyesuaikan masing masing tarifnya. Kalau yang bus AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi) biasanya naik Rp 5 ribuan. Jadi misalnya seperti Surabaya-Malang, rata rata dari Rp 15 ribu jadi Rp 20 ribu, kalau Patas, dari Rp 35 ribu jadi Rp 40 ribu,” terang Hadi.
Sedangkan untuk bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dikatakan Hadi kenaikan tarifnya berkisar dari 30 persen hingga 35 persen. Misalnya, untuk rute Malang-Jakarta, berdasarkan data di lapangan, harga termurah mulai dari Rp 250 ribu hingga termahal sekitar Rp 400 ribu.
Dengan kenaikan sekitar 30 persen, maka dari yang sebelumnya bertarif Rp 250 ribu, akibat kenaikan BBM ini harganya menjadi sekitar Rp 300 ribuan. Begitu pula untuk yang termahal dari Rp 400 ribu menjadi sekitar Rp 450 ribu hingga Rp 500 ribu.
“Tiap PO berbeda beda, karena ada kelas eksekutif dan sebagainya,” jelasnya.
Dengan kenaikan BBM itu, memang diakui makin memberi dampak pada moda transportasi bus. Apalagi selama ini masyarakat sudah banyak yang lebih memilih kendaraan pribadi dibanding bus.
“Ya sepi itu karena pertama faktor perekonomian, lalu kedua karena keperluan orang orang yang naik bus itu kan biasanya rata rata untuk bekerja saja. Sekarang orang orang sudah punya mobil sendiri, sepeda motor sendiri, masyarakat tentu berpikir lebih efisien naik kendaraan pribadi,” tutup Hadi. (ian/rex/eri/ira/aim/lim)