Cita-cita manusia didasari oleh tujuan hidup yang berbeda pula. Ada yang bertujuan membantu orang lain, mendapat kejayaan finansial, membanggakan kedua orang tua, atau untuk aktualisasi diri. Berbeda dengan cita-cita luhur para pendahulu kita.
Cita-cita luhur mereka adalah merebut kembali kemerdekaan negara Indonesia. Tujuan hidup mereka yang utama adalah mewariskan kemerdekaan pada anak cucu dan memikirkan bagaimana negara ini memiliki generasi penerus yang berkualitas.
Kartini percaya pendidikan perempuan merupakan sarana menuju kemerdekaan itu. Bagi Kartini, kolonialisme harus dihapuskan bersama dengan pupusnya feodalisme patriarkis, yaitu suatu sistem kekuasaan yang berpusat pada lelaki dan kultur lelaki.
Raden Ajeng Kartini adalah pelopor pendidikan kaum wanita. Perjuangan R.A Kartini untuk mencerdaskan bangsa bukanlah hal yang mudah, beliau tidak dapat menuntut ilmu dengan leluasa, tetapi dilakukannya secara sembunyi-sembunyi. Penjajah Belanda tidak mengizinkan kaum wanita menuntut ilmu.
Namun, R.A Kartini meyakini bahwa menuntut ilmu ialah hak setiap manusia termasuk wanita. Tanpa mengenal rasa takut beliau tetap berusaha keras agar wanita Indonesia dapat mengenyam manisnya pendidikan.
R.A Kartini berhasil membuktikan pada masyarakat bahwa tidak ada batasan bagi manusia untuk bercita-cita, entah itu lelaki atau wanita. Mengingat kutipannya “kita dapat menjadi manusia seutuhnya tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya” menegaskan bahwa gender bukanlah penghalang cita-cita, bukan alasan untuk berhenti menoreh prestasi bagi Indonesia sehingga tidak sibuk memikirkan opini mereka yang berkata bahwa wanita harus di rumah saja.
Lebih banyak manusia yang beropini daripada fokus pada pengembangan diri pada era sekarang. Jika kita membuang waktu untuk memikirkan apa kata orang lain, tidak ada aksi dan prestasi bagi negeri.
Jika gender dianggap sebagai kelemahan siapa yang akan melahirkan generasi emas penerus bangsa? Kartini-kartini muda berprestasi sekarang yang memiliki cita-cita tinggi tak sekadar aktualisasi diri, melainkan meneruskan perjuangan para pendahulu membawa nama baik bangsa di mata dunia.
Dian Pelangi adalah salah satu Kartini muda yang berhasil mengharumkan Indonesia. Kreativitasnya di bidang fashion diakui internasional. Dian Pelangi mengenalkan pada dunia bahwa hijab bukanlah suatu hal yang kuno, setiap wanita bebas mengekspresikan diri tanpa standar yang wajib dipenuhi. Dian Pelangi membuktikan bahwa wanita Indonesia dapat berprestasi di kancah internasional tanpa harus mengubah jati diri sebagai wanita yang berhijab.
Sementara di bidang musik ada wanita Indonesia berhasil menembus pasar musik internasional, prestasi ini diraih oleh Anggun C. Sasmi. Anggun meluncurkan album Snow on the Sahara di 33 negara termasuk Amerika Serikat, bahkan pada tahun 2013 Anggun membawa pulang Diamond Awards oleh Menteri Kebudayaan Prancis.
Anggun dianggap sebagai penyanyi yang mampu menginspirasi para wanita Asia, penghargaan ini diberikan pada Anggun oleh Beacon Of Light Awards. Kevin Liliana juga Kartini muda berprestasi, beliau dengan bangga menyelipkan nilai-nilai budaya Indonesia pada setiap penampilannya.
Kevin Liliana dinobatkan sebagai Miss Internasional pada tahun 2017. Kevin Liliana mengajarkan bahwa wanita Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar. Tanpa memprioritaskan penampilan, wanita diharapkan terampil dan semangat memperluas wawasan.
Indonesia tentu sangat bangga akan hadirnya Sri Mulyani. Beliau menorehkan prestasi gemilang di bidang keuangan. Penghargaan yang diterima Sri Mulyani secara berturut-turut sejak tahun 2017 hingga tahun 2019 mengantarkannya sebagai Menteri Keuangan terbaik dunia.
Kisah inspiratif darinya adalah sang ibu. Banyak karakter positif yang beliau pelajari dari ibunya seperti disiplin dan komunikasi positif. Begitu pentingnya peran dan pengaruh seorang wanita bagi bangsa ini, baik sebagai individu maupun sebagai seorang Ibu.
Tokoh-tokoh wanita di atas adalah mereka yang berhasil menorehkan prestasi feminisme. Beberapa wanita Indonesia juga berprestasi dalam bidang olahraga. Ada Defia Rosmaniar sebagai penyumbang medali emas pertama pada cabang beladiri taekwondo.
Lindswell Kwok, atlet kelahiran Binjai, 24 September 1991 yang berhasil meraih medali emas di World Games tahun 2013 yang diadakan di Cali pada cabang wushu. Tahun 2021 Indonesia dibuat bangga atas prestasi yang diraih oleh Greysia Poli dan Apriyani Rahayu, dua Kartini muda ini berhasil meraih medali emas cabang bulu tangkis ganda putri di Olimpiade Tokyo.
Mereka berjuang dengan gigih dan semangat tinggi untuk mengharumkan Indonesia. Kisah haru di balik perjuangan mereka sangat menginspirasi generasi muda untuk tidak mudah berputus asa dalam meraih cita-cita. Kesuksesan meraih medali emas bukan persoalan yang instan.
Tentu mereka pernah mengalami kegagalan, tetapi kegagalan bukanlah hal yang memalukan. Bukan hanya kesuksesan yang patut disyukuri, kegagalan adalah pembelajaran bagi kehidupan yang juga patut disyukuri.
Ibarat anak kecil yang sedang belajar berjalan, jatuh tidak akan menyurutkan harapan untuk berdiri. Jatuh, berdiri lagi, jatuh, berdiri lagi hingga tiba saatnya diri mampu berlari. Dari sebuah kegagalan, wanita belajar bertahan, berjuang serta tetap melangkah menggapai cita-cita mulia menorehkan prestasi.
Seringkali kita mendengar stigma masyarakat “wanita buat apa sekolah tinggi, ujung-ujungnya juga di dapur” atau “wanita itu makhluk yang lemah.” Perjuangan wanita Indonesia di atas adalah bukti bahwa wanita tidaklah lemah. Ilmu yang dimiliki wanita tidaklah sia-sia.
Sebenarnya wanita memiliki pengaruh dan potensi yang sangat besar untuk kemajuan negeri ini. Dari rahim wanitalah lahir generasi-generasi muda pemimpin bangsa. Wanita yang berkarakter dan memiliki daya juang mengembangkan potensi dirinya akan mewariskan nilai-nilai karakter baik sebagai teladan bagi anak-anaknya.
Sopan santun dan ramah tamah adalah karakter baik Indonesia yang telah dikenal dunia. Jika baik wanitanya, baiklah sebuah negara. Sementara, jika rusak wanitanya, rusaklah negara.
Momentum peringatan Hari Kartini, 21 April tahun ini bersamaan dengan momen Lebaran lalu penting, bukan saja karena perjuangan Kartini telah mencapai satu abad (tepatnya 109 tahun), melainkan juga karena pada dekade 2020-2030 dan puncaknya—yakni Tahun Emas 2045—Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, yakni berupa 70 persen jumlah penduduk usia produktif.
Secara hipotesis, sukses dalam memanfaatkan momentum itu dapat diraih jika sektor pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja tersedia dengan baik bagi perempuan. Sebab, mereka adalah separo dari penduduk usia produktif itu.
Secara kultural mereka harus menjalankan peran rangkap tiga sebagai anak perempuan, istri, ibu, dan anggota komunitas. Dibutuhkan kemampuan dan kecakapan ekstra untuk menyiapkan perempuan dalam mengambil momentum bonus demografi itu.(*)