MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kasus Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) di Kota Malang tergolong cukup tinggi dan mengalami peningkatan. Satu pekan lebih di bulan Januari ini saja, sudah ada 17 kasus yang tercatat oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Malang. Sudah separuh dari jumlah kasus PMK yang terjadi sepanjang 2024 kemarin yang hanya 31 kasus.
Adanya kasus PMK ini pun membuat kekhawatiran tersendiri bagi para peternak sapi. Seperti salah satunya yang ada di wilayah Sanan Gang 17, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing Kota Malang. Salah satu peternak, Suwadji mengaku kawan sesama peternak dan tetangganya sudah banyak yang sapinya terkena gejala PMK.
“Sebetulnya kekhawatiran ada. Tapi kalau yang saya lihat-lihat, sekarang ini berbeda seperti di tahun 2022. Kalau 2022 itu begitu kena, sakitnya dari hidung, mulut, langsung kuku kaki. Kalau sekarang pelan-pelan, gejalanya juga langsung terdeteksi. Jadi bisa segera diobati dulu,” ungkap Suwadji kepada Malang Posco Media, Kamis (9/1).
Suwadji yang memiliki enam ekor sapi ini bersyukur semua ternaknya masih sehat dan tidak terpapar dengan PMK. Selain enam ekor sapi miliknya, ia dipercaya mengelola empat sapi lain milik tetangga serta mertuanya.
Semua sapi yang ada di kandang miliknya, telah divaksin dan diberi vitamin oleh Dispangtan Kota Malang. Apabila ada gejala keluar lendir dari hidung, ia segera memanggil dokter hewan. Meski dalam keadaan sehat, Suwadji mengaku belum bisa menjual atau pun membeli hewan di tengah masa PMK ini.
“Sekarang ini mau beli baru pun belum berani, karena dari dinas juga mengimbau jangan beli baru dulu. Saya juga belum pernah menjual lagi sekarang ini. Biasanya kalau dipasarkan ke Pasar Singosari, tapi di sana infonya ada yang sudah kena PMK,” tutur dia.
Ia hanya berharap pemerintah makin memasifkan vaksinasi dan pengobatan PMK ini ke seluruh peternak di Kota Malang. Ia tidak ingin penularan makin merebak hingga akhirnya terjadi pandemi PMK seperti 2022 lalu.
“Kalau 2022 lalu, PMK menjangkit di Sanan sebelah barat dulu, kemudian merembet sampai ke sini. Kalau dulu benar-benar cepat penyebarannya. Kadang kami kalau sudah gak telaten, baru ada gejalanya mending langsung dijual, daripada mati ternaknya. Gak sampai rugi, tapi ya memang harga jualnya turun, biasanya laku Rp 14 juta, itu bisa Rp 3-4 jutaan,” tutup dia. (ian/jon)