MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Sidang perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan tiga terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Malang kembali digelar, Senin (14/7) sore kemarin. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli pidana, saksi dari Dinas Tenaga Kerja Jatim, serta dua saksi fakta lainnya.
JPU Moh. Heryanto menjelaskan bahwa saksi yang dihadirkan antara lain Rayik Purwadi, suami terdakwa Hermin; Ida Pramono, rekan dari CPMI Hanifah; serta Noor Rahayu dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Jawa Timur. Selain itu, turut dihadirkan saksi ahli pidana, Dr. Lucky Endrawati dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
“Semua saksi dan ahli memberikan keterangan yang mendukung pembuktian dari jaksa. Termasuk dari Disnaker Jatim yang menyampaikan bahwa izin operasional PT NSP Cabang Kota Malang baru berlaku sejak 15 November 2024. Artinya, seluruh aktivitas perekrutan CPMI sebelum tanggal itu tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan,” terang Heryanto usai persidangan.
Keterangan ini memperkuat dakwaan bahwa PT NSP telah melakukan perekrutan calon pekerja migran sebelum mengantongi izin resmi, yang dinilai sebagai pelanggaran administratif dengan potensi mengarah pada praktik perdagangan orang.
Saksi ahli pidana, Dr. Lucky Endrawati, turut menjelaskan unsur-unsur TPPO dalam perspektif hukum pidana. Ia menegaskan bahwa pelanggaran administratif yang menyebabkan kerugian terhadap CPMI bisa memenuhi unsur pidana TPPO.
“Apabila terbukti ada unsur perekrutan, penampungan, dan penempatan tanpa prosedur yang sah,” sebutnya.
Senada, Kasi Penempatan Disnaker Jatim Noor Rahayu juga menyatakan pentingnya legalitas operasional bagi perusahaan penyalur tenaga kerja migran.
“Bahwasannya PT NSP Cabang Malang ini memiliki izin operasionalnya terhitung sejak tanggal 15 November 2024, lalu, dan itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya singkat.
Sidang akan dilanjutkan pada Senin (21/7) mendatang dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dan ahli. Sebelumnya, jaksa telah menghadirkan sejumlah CPMI serta kerabat mereka, yang mengaku direkrut oleh terdakwa Hermin dan Alti.
Sementara itu, kuasa hukum ketiga terdakwa, Amri Abdi Bahtiar Putra, tetap bersikukuh bahwa kliennya hanya menjalankan tugas sebagai marketing dan mengikuti instruksi dari kantor pusat PT NSP.
“Seluruh proses dilakukan berdasarkan job order dari PT NSP pusat. Tidak ada eksploitasi dan klien kami tidak melanggar hukum,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, terdakwa Hermin, Dian Permana, dan Alti alias Ade dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 10 UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO, serta Pasal 81 jo Pasal 69 dan/atau Pasal 85 jo Pasal 71 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Selama persidangan, jaksa berencana menghadirkan lebih dari 40 saksi. (rex/aim)