spot_img
Sunday, September 8, 2024
spot_img

Kasus Vina dalam Narasi Homeless Media

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh:
Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang

Kasus pembunuhan Vina asal Cirebon yang terjadi delapan tahun lalu memasuki babak baru. Kasus pembunuhan yang terjadi pada Agustus 2016 itu kembali jadi bahan perbincangan setelah kisah pembunuhan Vina diangkat ke layar lebar dalam film bertajuk “Vina; Sebelum 7 Hari.” Beragam narasi terkait kasus ini gaduh di dunia maya dan beragam laman media sosial (medsos). Aneka narasi yang muncul di platform homeless media juga tak terbendung.

          Narasi tentang kasus ini bermunculan dengan beragam opini dan analisis. Tak jarang narasi yang muncul dengan analisis versi masing-masing pembuat konten. Perang narasi terjadi hingga membingungkan dan mengaburkan fakta yang sebenarnya. Tertangkapnya terduga otak pembunuhan yakni Pegi Setiawan misalnya. Beragam narasi spekulatif tentang sosok Pegi ini bermunculan dalam beragam versi di akun-akun homeless media.

          Tak sedikit orang yang tiba-tiba merasa paling tahu dan sok tahu tentang kasus ini. Di antara mereka selanjutnya membuat narasi dengan asumsi dan analisis mereka masing-masing dan mengunggahnya di medsos mereka. Sejumlah narasi pun viral dan dapat memengaruhi opini publik. Jadilah pemberitaan dan distribusi informasi terkait kasus ini menjadi simpang siur dan semakin tak jelas titik terangnya.

Fenomena Homeless Media

          Menurut Marshall McLuhan (1980) lahirnya media baru (new media) berupa internet telah mengubah cara orang berkomunikasi. Lewat internet pula melahirkan media digital berwujud aneka platform media sosial dan aplikasi digital. Internet juga telah mengubah lanskap media, pola produksi, distribusi, dan konsumsi informasi masyarakat. Melalui platform digital juga melahirkan fenomena homeless media.

          Menurut Kennedy (2017), homeless media adalah “media tanpa rumah” yang merujuk pada media yang menggunakan media sosial sebagai markasnya untuk melontarkan beragam konten digitalnya. Merujuk Marconi (2015), homeless media diartikan sebagai media yang tidak memiliki halaman utama website mereka sendiri ataupun aplikasi mereka sendiri, melainkan mereka yang mensindikatkan konten di beragam platform media sosial yang digunakan publik.

          Homeless media bisa diartikan “media tanpa punya rumah.” Artinya, mereka memproduksi, mengunggah, dan mendistribusikan informasi tidak lewat platform yang mereka bangun sendiri. Distribusi kontennya di ruang digital. Mereka hanya memanfaatkan beragam platform digital yang ada sebagai rumah. Platform digital yang banyak digunakan para pelaku homeless media di Indonesia adalah blog, Facebook (Meta), Instagram, Twitter (X), YouTube, TikTok, dan layanan streaming.

          Pelaku homeless media di Indonesia biasanya para figur publik (influencer) dan warganet biasa. Kebanyakan orientasi menggunggah konten hanya demi mengejar viralitas dan pertimbangan uang (monetisasi). Kelompok ini biasanya sering mengunggah konten yang algoritma digitalnya sedang ramai. Sementara banyak juga pelaku homeless media yang idealis dengan pertimbangan utama demi pemberdayaan dan advokasi masyarakat.

          Konten yang banyak diunggah para artis, influencer, atau kreator konten biasanya lebih karena pertimbangan bisnis. Kelompok ini yang biasanya banyak mengunggah narasi yang hanya mengejar viralitas. Soal akurasi dan kebenaran informasi yang diunggah tak jarang diabaikan. Seperti beragam narasi dalam kasus kematian Vina yang saat ini sedang ramai di homeless media yang tak akurat dan cenderung spekulatif.

Kasus Vina dalam Homeless Media

          Narasi tentang kasus Vina sangat masif di beragam platform medsos. Perang narasi terjadi antara para pengunggah konten. Para pelaku mendistribusikan aneka narasi atau kontennya lewat media tanpa rumah (homeless media) di beberapa platform medsos. Merujuk berita Kompas, (21/5/2024), terdapat banyak konten di media digital yang memicu atensi warganet mempersoalkan duduk perkara kasus pembunuhan Vina dan upaya penyelesaiannya.

          Konten terbanyak yang memicu atensi ialah kumpulan rangkuman kasus Vina di podcast Denny Sumargo. Diunggah akun Twitter (X) @dramatiktokid pada 15 Mei 2024, konten ini mendapatkan 7,6 juta impressions dengan 63.400 interaksi warganet pengguna akun Twitter (X).

          Konten lain yang paling banyak mendapatkan atensi warganet ialah unggahan akun di TikTok yang mengangkat cerita adanya intervensi dua pria misterius saat proses pembuatan film Vina. Konten ini sudah ditonton 1,46 juta penonton dan mendapatkan 38.300 interaksi pengguna Tiktok.

          Masih banyak akun dan konten-konten lain berseliweran di jagat maya dengan tingkat kepemirsaan yang cukup tinggi. Para pelaku homeless media terbukti sangat powerful dalam mengangkat kasus Vina dalam beragam narasi. Tak semuanya memang benar. Banyak juga yang tak akurat. Di medsos aneka narasi yang benar dan yang abal-abal itu bercampur hingga sulit dipilih dan dipilah untuk ditemukan yang benar. Beragam narasi kasus Vina jadi liar dan membingungkan.

          Inilah salah satu fenomena bermedia di era digital saat ini. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semakin memudahkan orang menggunakan media untuk beragam kepentingan, termasuk untuk praktik homeless media.     Tingginya tingkat penetrasi dan aksesibilitas masyarakat pada beragam platform media digital ternyata tak selalu berdampak positif. Dalam kasus pembunuhan Vina misalnya, banyak narasi di platform digital yang tak membuat kasus ini jernih, justru jadi semakin keruh. Waspadalah! (*)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img