Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si
MALANG POSCO MEDIA – Ajaran Islam selalu berorientasi menyelamatkan manusia dari tradisi yang kurang menghargai manusia dan kemanusiaan. Ibadah kurban bertujuan menghilangkan sifat buruk yang terkadang muncul pada manusia diganti dengan sifat saling menyayangi dengan wujud saling berbagi pada sesamanya. Ibadah kurban menjadi simbol perlawanan terhadap setan dan hawa nafsu (sifat-sifat kebinatangan), yang hadir lewat sikap menzalimi demi menghalalkan segala cara.
Nilai-nilai yang dapat disikapi dari ritual kurban, yaitu pembelajaran ketika Allah menggantikan Nabi Ismail dengan seekor hewan, tersirat makna agar manusia tidak lagi menginjak-injak harkat dan derajat manusia dan kemanusiaan. Ulama besar Imam Al Ghazali mengatakan bahwa penyembelihan hewan kurban menyimbolkan penyembelihan sifat kehewanan manusia. Oleh karena itu, kurban semestinya bisa mempertajam kepekaan dan tanggung jawab sosial (social responsibility).
Dengan menyisihkan sebagian pendapatan untuk berkurban diharapkan timbul rasa kebersamaan di masyarakat. Sebagai sebuah simbol, perintah kurban haruslah bertransformasi ke ranah kehidupan yang lebih luas. Ibadah kurban tidak akan menemui esensinya jika hanya dipahami sebagai ibadah ritual tahunan saat menjelang Idul Adha, tanpa menumbuhkan semangat rela berkorban untuk mensyiarkan agama Allah.
Sehingga apapun bentuknya, sebuah pengorbanan, baik berupa harta, ilmu, pikiran dan tenaga yang dapat memberikan manfaat untuk orang lain jika dilakukan dengan kesungguhan hati dan keikhlasan semata karena Allah dapat mengantarkan seseorang menjadi lebih dekat kepada Tuhannya.
Ibadah kurban tidak hanya dituntut untuk menjaga ketaatan secara individual kepada Allah, tetapi juga dituntut menghadirkan kemanfaatan bagi sesama. Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.”
Ibadah kurban memberikan pelajaran berharga untuk maksimalkan syiar kurban di lingkungan masyarakat, merajut ukhuwah dengan saling mengakrabkan satu dengan lainnya. Dengan keakraban dan kelekatan sosial bisa saling tolong menolong dan meringankan beban penderitaan kelompok-kelompok yang kurang beruntung (mustadz’afin).
Potensi Menjadi Dermawan
Indonesia kembali dikukuhkan sebagai negara 10 besar paling dermawan di dunia dengan skor 69 persen mengungguli beberapa negara di bawahnya yaitu Nigeria (52 persen), Australia (49 persen), dan Selandia Baru (47 persen). Ini sebagaimana yang dilaporkan Charities Aid Foundations (CAF) dalam A Global Pandemic Special Report 2021.
Ternyata kesulitan ekonomi yang menerpa Indonesia akibat pandemi Covid 19 tidak menyebabkan turunnya tingkat kedermawanan masyarakat. Hal lain yang membahagiakan bahwa ternyata angka tertinggi sumber kedermawanan itu berasal dari zakat, infak, sedekah dan wakaf.
Pada dasarnya manusia berpotensi kikir (QS An-Nisa’: 128). Namun pada sisi lain manusia juga berpotensi menjadi dermawan. Yakni dermawan dalam arti ikhlas memberi, menolong atau rela berkorban di jalan Allah. Baik dengan harta, bahkan dengan jiwa dan raganya. Baik berupa bantuan infak dan sedekah maupun bantuan tenaga dan pikiran dalam memecahkan permasalahan.
Dermawan (sakhâ’) merupakan sikap tengah antara boros dan kikir. Jika kikir adalah menahan harta pada situasi yang semestinya harus memberi, maka boros adalah mengeluarkan harta dalam situasi yang semestinya harus ditahan.
Sementara dermawan adalah memberikan harta dengan senang hati dalam kondisi memang wajib memberi, sesuai kepantasan tanpa mengharap imbalan apapun. Baik imbalan berupa pujian, balasan, kedudukan, ataupun sekadar ucapan terima kasih.
Secara psikologis, bagi kaum dermawan, Allah menjamin tidak akan diterpa kekhawatiran dan kesedihan dalam hidupnya. Sebagaimana QS. 2: 274 yang artinya, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Selain orang dermawan tidak akan mengalami kekhawatiran dan kesedihan, juga dikabarkan Rasulullah saw, setiap pagi orang dermawan didoakan oleh dua malaikat yang turun ke bumi, sebagaimana sabdanya, yang artinya, “Tiada hari dimana para hamba masuk waktu pagi hari melainkan ada dua malaikat yang turun kepadanya, kemudian salah satunya berdoa: ‘Ya Allah, berilah (rezeki) pengganti kepada orang yang berinfak’; sedangkan yang lain berdoa: ‘Ya Allah, timpakanlah kehancuran kepada orang yang kikir.”
Indahnya Sikap Dermawan
Betapa indahnya menjadi orang dermawan, di dalam dirinya tertanam rasa kasih sayang, kemurahan hati dan kerelaan berbagi. Orang dermawan tidak akan takut miskin, dan bahkan yakin Allah akan memberikan balasan berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Pada pelaksanaan Idul kurban, seyogyanya dijadikan momentum untuk meningkatkan sikap kedermawanan di antara sesamanya. Selain menjadi cara ampuh untuk mengurangi beban orang miskin, juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kepada sesama. Pada praktiknya, tepatnya sebelum melakukan penyembelihan hewan kurban, ada doa yang dianjurkan untuk dibaca terlebih dahulu. Doa tersebut menjadi harapan agar Allah menerima ibadah kurban, yang artinya, “Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu, dan dengan ini aku bertaqarrub kepada-Mu. Karenanya wahai Tuhan Yang Maha Pemurah, terimalah taqarrub-ku.”
Senada dengan uraian tersebut, Allah memerintahkan para pekurban agar membagikan sebagian dagingnya kepada orang-orang fakir. Sebagaimana QS. al Haj, 28 yang artinya, “Maka makanlah sebagian darinya (daging kurban) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang fakir.”
Maka tegaslah, bahwa salah satu hikmah kurban adalah mengajarkan manusia untuk berbagi dan belajar bersikap dermawan kepada orang lain. Dari berbagi daging, para pekurban belajar mengasah kedermawanan untuk berbagi dalam bentuk lain. Baik berbagi dalam bentuk kebutuhan jasmani (materi), maupun kebutuhan ruhani (spiritual). Ini sesuai gambaran dari Rasulullah saw dalam sabdanya yang artinya, “Orang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Orang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka. Sementara orang bodoh yang dermawan lebih disukai oleh Allah daripada ahli ibadah yang kikir.” (HR at-Tirmidzi).
Dalam hadits tersebut Rasulullah saw menjelaskan, orang dermawan tidak hanya dekat kepada Allah dan manusia, lebih dari itu, ia juga dekat dengan surga dan jauh dari api neraka. Sebaliknya, orang kikir jauh dari Allah dan manusia, namun mendekatkan dirinya ke api neraka. Begitu buruknya orang kikir, orang bodoh yang dermawan lebih disukai oleh Allah daripada orang ahli ibadah tapi kikir.
Harta yang disumbangkan oleh kaum dermawan tidak akan berkurang sedikit pun, apalagi membuatnya menjadi miskin. Justru Allah akan menggantinya dengan pahala berlipatganda dan mengucurkan keberkahan pada harta dan keluarganya. Orang dermawan akan dilapangkan rezekinya oleh Allah, dicintai Allah dan manusia.
Sungguh indah dan istimewa pribadi orang-orang dermawan, karena banyak jaminan keberuntungan yang akan didapatkannya. Inilah spirit ibadah kurban, menempa umat Islam menjadi pribadi-pribadi yang dermawan. Selain menjadi bukti kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya, juga dapat menjadi amalan ampuh, yakni dengan meningkatkan kedermawanan.(*)