spot_img
Wednesday, September 11, 2024
spot_img

Kekerasan “Masih” Terjadi di Sekolah

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Salah satu persoalan yang dihadapi dunia pendidikan dewasa ini ialah masih adanya praktik kekerasan dalam pendidikan atau kekerasan di sekolah. Harusnya dunia pendidikan berkontribusi besar terhadap perkembangan dan konstruksi mental anak-anak bangsa.

          Ketika masuk ke sekolah, individu tidak hanya diasah nalarnya, tetapi juga dididik mentalnya. Karena ruang pendidikan harusnya menjadi arena stategis untuk menginternalisasikan nilai-nilai kehidupan.

          Kasus kekerasan, kerap kali terjadi dan menimbulkan kerugian. Bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Akan tetapi menjadi keprihatinan kita semua jika kasus tersebut terjadi di lingkungan sekolah. Kekerasan bisa dialami oleh siswa atau siswi, guru, kepala sekolah, penjaga sekolah bahkan orang tua di sekolah.

          Mirisnya sekolah yang mestinya menjadi tempat aman dalam proses pendidikan dan belajar mengajar justru kerap disalahgunakan untuk tumbuh berkembangnya praktik kekerasan. Lingkungan sekolah sering menjadi praktik dari perbuatan yang tidak terpuji. Bentuknya pun bisa bermacam-macam, ada kalanya guru kepada siswa, atau sebaliknya siswa kepada guru, guru kepada orang tua, atau yang terjadi belakangan ini orang tua menganiaya guru.

          Ya, kasus kekerasan tersebut dialami oleh Zamharan, salah satu guru SMA di Bengkulu, diketapel oleh salah satu wali murid hingga akhirnya menyebabkan kebutaan permanen pada salah satu matanya. Kasus yang dialami oleh salah satu guru tersebut terjadi pada, Selasa (1/8) sekitar pukul 09.30 WIB.

          bermula saat korban mendapati siswa merokok di dalam lingkungan sekolah ketika jam belajar aktif. Kemudian korban menindak murid yang merokok itu dan selanjutnya sang murid ini pulang ke rumah dan memanggil orang tuanya.

          Selanjutnya orang tua murid berinisial AJ datang ke sekolah dengan membawa sebilah pisau dan ketapel langsung mencari korban. Setelah bertemu langsung mengarahkan ketapel sehingga mengenai mata sebelah kanan. Melihat korban berdarah pelaku langsung melarikan diri. Kekerasan-kekerasan seperti ini tidaklah sepatutnya terjadi, apalagi di dunia pendidikan.

          Biasanya kekerasan banyak bentuknya, terkadang bisa berbentuk bullying, pemalakan, pembunuhan, tawuran. Motivasinya pun beragam. Penulis menilai bahwa kekerasan yang kerap kali terjadi di sekolah dipengaruhi karena beberapa faktor.

          Pertama, faktor lingkungan dimana mereka tinggal yakni di rumah dan tetangga sekitar menjadi faktor predisposisi terjadinya kekerasan. Pengaruh orang tua terhadap anak sangatlah besar. Anak yang diperlakukan dengan kekerasan oleh orang tuanya dan lingkungan suatu saat dapat tumbuh menjadi pelaku kekerasan.

          Dari sini diketahui salah satu pengaruh adalah faktor orang tua yang memegang peranan penting. Jika orang tua biasa mempergunakan kekerasan dalam mendidik anak-anak pun akan meniru perilaku orang tua dan mempraktikkanya, tanpa terkecuali di sekolah.

          Faktor kedua menurut hemat penulis adalah teman sebaya di sekolah. Teman di sekolah bisa menjadi penyebab terjadinya pemicu kekerasan. Maka seringkali sekolah dalam hal ini harusnya menjadi tempat teraman dalam belajar. Namun nyatanya sering gagal dan tidak mempunyai deteksi dini untuk membaca gejala-gejala kekerasan merugikan.     Sekolah pun sering tidak mempunyai perangkat peraturan yang dapat membatasi perilaku kekerasan pada siswa. Kondisi ini menjadikan peserta didik dalam kondisi tidak terlindungi dan rentan terhadap praktik kekerasan, yang akhirnya dampak dari kekerasan di sekolah sudah nyata. Seperti putus sekolah, anak enggan belajar, malas, dan suasana sekolah tidak menyenangkan.

          Masalahnya pendidikan anti kekerasan seringkali diabaikan dari lingkungan kita, bahkan sering kurang mendapat tempat dalam proses belajar mengajar. Untuk mengatasi faktor derasnya arus kekerasan seperti itu, perlu adanya pendekatan dan perlindungan anak.

          Ketika lingkungan baik di rumah atau masyarakat marak kekerasan pada anak, dimana lagi mereka mendapatkan tempat bernaung yang aman kalau bukan di sekolah. Jika ternyata sekolah juga bukan tempat yang aman dan nyaman, kemana anak dapat perlindungan.

          Apapun namanya, kekerasan di sekolah tidak boleh terjadi. Guru harus mempunyai perspektif berbeda dalam memandang praktik kekerasan. Dan kita semua mempunyai tugas menjadi pelopor terdepan menanamkan budaya anti kekerasan dengan mengubah segala bentuk perilaku negatif kepada tujuan-tujuan yang positif.

          Adapun faktor ketiga adalah pengaruh dari media elektronik dan media sosial. Kekerasan yang ditayangkan secara vulgar dan sering dikonsumsi oleh anak-anak kita menjadi penyebab dicontoh dan dipraktikkan. Tanpa di pungkiri bahwa budaya kita saat ini adalah meniru dari berbagai media sosial yang berkembang dengan sangat pesat.

          Bagaimanapun bentuknya, tidak ada tindakan kekerasan yang dapat ditolelir. Karena semua tindakan yang berujung pada kekerasan melampaui batas kemanusiaan. Apalagi tindakan tersebut mengakibatkan luka cacat permanen, bahkan berujung kematian tentu menistakan kemanusiaan dan jauh dari peradaban pendidikan.

          Semua jenis kekerasan itu mengusik rasa kemanusiaan dan menjadi duka mendalam bagi setiap orang yang mengalaminya. Kekerasan di sekolah jangan sampai dipandang sebelah mata. Harus dilihat sebagai masalah yang serius karena sekolah bukanlah ajang untuk menanamkan benih-benih kekerasan kepada siswa.

          Jika di lingkungan sekolah terbiasa dengan budaya kekerasan, maka akan menjadi pelaku kekerasan pula di masyarakat kelak. Maka kita semua harus bersama-sama mencegah terjadinya perilaku kekerasan dimanapun adanya, dan apapun bentuknya. Semoga bermanfaat.(*) 

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img