Sejumlah Personel Penyelenggara Pemilu Masuk Rumah Sakit
MALANG POSCO MEDIA– Proses penghitungan suara ternyata berat. Melelahkan petugas di Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Dua petugas KPPS meninggal dunia usai menjalankan tugasnya.
Yakni Ketua KPPS TPS 20 Kelurahan Polehan Kecamatan Blimbing Kota Malang, Sigit Widodo meninggal dunia, Kamis (15/2) malam. Sebelumnya, seorang anggota KPPS Kromengan Kabupaten Malang Salmiati Ningsih, 56 tahun meninggal dunia, Kamis (15/2) lalu. Ia tumbang karena kelelahan saat merekap penghitungan suara. Sejumlah petugas KPPS di Kabupaten Malang dan Kota Batu pun alami kekelahan hingga dibawa ke rumah sakit. Sigit dinyatakan meninggal dunia karena gangguan jantung dan gagal napas saat perjalanan ke Rumah Sakit Islam (RSI)
Putra pertama Sigit Widodo, Daniel Adhista (24) menyebut, ayahnya pulang dari TPS pasca penghitungan suara pada Kamis (15/2) pukul 5 pagi. Usai dari TPS, ayahnya itu langsung beraktivitas seperti biasa. Yakni mengantar istri dan anaknya. Kemudian sempat istirahat dari pagi hingga menjelang sore. Sigit mulai mengeluh sakit dan sesak ketika akan membantu salah satu saudaranya yang sakit.
“Bilang tidak kuat katanya. Lalu mengeluarkan mobil mau ke RSI, ayah langsung pingsan, serangan jantung. Habis itu pas dibawa ke rumah sakit, diagnosa dari RS, ayah ini jantungnya sudah berhenti sama gagal napas. Sudah meninggal di perjalanan. Ke RS kira-kira pukul setengah 8 malam,” cerita Daniel di rumah duka, Jalan Puntodewo Raya.
Menurut Daniel, usai pemilu kemarin, ia memang sempat mendengar ayahnya mengeluh kelelahan. Namun ia masih berkomunikasi, bahkan bercanda seperti biasanya. “Memang ayah itu suka guyon-guyon. Orangnya memang begitu, santai dan kelihatan sehat-sehat saja. Berapa tahun ini kalau kecapean, itu drop langsung lemes. Tapi tidak tahu kok yang kemarin ini jantungnya keserang,” tambahnya.
Sigit Widodo tutup berpulang dalam usia 54 tahun. Baru saja berulangtahun pada 10 Februari lalu. Ia ini pun meninggalkan istri dan dua orang putra. Sigit dimakamkan di TPU Polehan.
Atas meninggalnya anggota KPPS ini, Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat langsung menanggapi. Wahyu hadir untuk takziah ke rumah duka. Ia menghaturkan duka cita mendalam atas kepergian Sigit yang meninggal setelah menyelesaikan tugasnya sebagai KPPS. Dalam hal ini, Pemkot Malang pun juga sekaligus memberikan bantuan atau santunan.
“Kalau dari Pemkot Malang tadi ada bantuan. Tapi setelah ini juga nanti kami sudah bicara ke pak sekda (Sekda Kota Malang) kira-kira ada bentuk yang lain yang ingin disampaikan. Nanti kami akan kordinasikan dengan pak sekda dan teman-teman lain,” terang Wahyu.
Pihaknya sendiri mengaku sebenarnya selalu melakukan pemantauan terhadap kesehatan KPPS melalui tenaga nakes. Baik nakes di TPS maupun KPPS, harus saling mempunyai nomor kontaknya untuk mengantisipasi masalah kesehatan.
“Ambulans juga sudah siap di TPS, nakes juga sudah ada, dan sewaktu-waktu on call 24 jam. Jadi apabila sewaktu-waktu memang ada kejadian mendadak, kami siap. Memang kejadian ini setelah selesai penghitungan di TPS,” tambahnya.
Selain Sigit, sebenarnya ada penyelenggara pemilu yang lain yang meninggal dunia. Berdasarkan data KPU Kota Malang ada dua lagi petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia. Yaitu PPS di Kelurahan Samaan dan Petugas Ketertiban di Kelurahan Bandungrejosari yang meninggal dunia karena sakit. Namun penyelenggara tersebut meninggal dunia sebelum hari H pemilu.
Selain tiga meninggal dunia, berdasarkan data KPU hingga Jumat (16/2) kemarin masih ada empat orang lagi penyelenggara pemilu yang kondisinya sakit dan kecelakaan kerja. Dua di antaranya tengah dirawat inap di rumah sakit.
“PPS Samaan ada yang meninggal sebelum pemungutan suara, itu juga tetap jadi salah satu tanggung jawab kami. Linmas juga bagian (penyelenggara pemilu) sudah kami tetapkan, sudah kami SK kan berati itu anggota kami,” jelas Ketua KPU Kota Malang Aminah Asminingtyas
Sementara itu, Komisioner KPU Jawa Timur Rochani menjelaskan pihaknya telah memiliki skema sendiri untuk mengalokasikan santunan kepada keluarga penyelenggara pemilu yang meninggal dunia. Termasuk untuk penyelenggara pemilu yang sakit atau kecelakaan kerja.
Namun pihaknya akan melakukan verifikasi apakah penyelenggara pemilu ini sudah terdaftar dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan atau belum. Sebab sesuai aturan tidak boleh ada duplikasi untuk penyaluran bantuan atau santunan yang berasal dari APBN.
“KPU hanya boleh memberikan bentuk santunan, bukan premi asuransi. Jadi untuk santunan kematian besarnya Rp 36 juta. Untuk santunan kecelakaan kerja yang lain dalam bentuk sakit, rawat inap, cacat, ada kategori masing-masing,” sebutnya.
Ia menegaskan, selama proses pemilu seluruh penyelenggara pemilu menjadi tanggungjawab KPU. Bukan sampai pencoblosan saja, tapi sampai 25 Februari mendatang berdasarkan masa jabatan mereka.
Sesuai data KPU Provinsi Jawa Timur, hingga Jumat (16/2) kemarin, ada delapan orang penyelenggara pemilu yang meninggal dunia di seluruh Jawa Timur.
“Jumlah ini jauh berbeda dari pemilu 2019. Di Jawa Timur tahun 2019 lalu 87 meninggal dunia. Makanya kami berharap tahun ini sudah cukup berhenti di angka delapan orang ini saja,” kata dia.
Usai kerja keras sampai pagi, tak sedikit petugas KPPS dan beberapa petugas Pemilu 2024 lainnya mengalami kelelahan hingga mengeluh sakit. Di Kabupaten Malang, satu orang petugas dikabarkan meninggal dunia. Bebeapa lainnya dilaporkan harus mendapatkan perawatan medis.
Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Rachmat Hardijono mengatakan, beberapa laporan diterima adanya petugas yang kelelahan. Disinyalir, karena di sejumlah titik pekerjaan berat dihadapi petugas KPPS dan petugas pemilu lainnya hingga larut malam dan dinihari.
“Informasi dari Dinas Kesehatan dan camat, ada Petugas Linmas TPS dari Turen tanggal 14 yang mengalami kelelahan hingga dirujuk ke RSUD Kanjuruhan, Kepanjen. Lalu tanggal 15 Februari ada salah satu anggota KPPS dari Kromengan yang meninggal dunia,” kata Rachmat.
Namun untuk pendataan lengkap pihaknya belum mendapatkan laporan secara rinci. Rachmat meminta agar KPU bisa mengkoordinasikan hal tersebut kepada pihak Pemkab Malang. Ditanya mengenai santunan terhadap petugas yang meninggal dunia, pria yang menjabat definitif Asisten 1 Bidang Pemerintahan Setda Kabupaten Malang itu menyampaikan akan disesuaikan dengan kepesertan jaminan perlindungan kesehatan.
“Setahu saya santunan bisa dari BPJS Ketenagakerjaan, Taspen atau yang lain. Tergantung profesi atau keaktivan kepesertaan yang bersangkutan,” ringkasnya.
Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia (SDM) KPU Kabupaten Malang Marhaendra Pramudya Mahardika mengatakan pihaknya masih mendata rekap keseluruhan dari penanganan di masing-masing kecamatan. Ia belum bisa mengungkapkan kendala kesehatan KPPS selama bertugas. Hanya saja dia membenarkan adanya satu orang meninggal dunia di Desa Ngadirejo, Kromengan karena sakit jantung.
“Kondisi secara umum di Kabupaten Malang,yang mengalami sakit kami masih list, yang meninggal satu orang, penyebabnya sakit jantung. Yang sementara masih menunggu pendataan. Memang ada yang sakit ada yang sudah pulang (dari perawatan),” kata Mahardika.
Mengenai jumlah sementara petugas yang terdata sakit, ia belum bisa menyampaikan secara gamblang.
“Kami sedang mendaftar rekapitulasi kecamatan. Masih kami cek, banyak yang lain juga simultan, nanti akan dishare,” singkatnya.
Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Kabupaten Malang Muhammad Hazairin mengungkapkan, sementara ini secara umum petugas pemilu seperti KPPS mengalami kelelahan. Hal serupa terjadi pada petugas Pengawas TPS (PTPS). Meski dikatakannya jumlah petugas yang sakit tidak banyak.
“Jumlahnya tidak banyak dan masih teratasi. Hanya kelelahan sampai muntah,” ungkap Hazairin. Ia mengatakan, Bawaslu menjalin kerja sama dengan Puskesmas di Kabupaten Malang untuk juga melakukan penanganan kesehatan.
“PTPS ada yang terlapor sekitar lima orang (sakit). Mereka masuk ke puskesmas. Gejalanya kelelahan muntah, pusing. Tapi ketika dikasih obat, sudah selesai dan sudah kembali setelah istirahat. Semoga sampai berakhirnya rekapitulasi tidak ada yang sakit lagi,” tambah dia.
Untuk diketahui, Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menghimpun jumlah total petugas pemilu di Jawa Timur sebanyak 1.234.667 orang. Telah melakukan skrining 1.098.133 atau 88,94 persen. Dengan tercatat Peserta JKN 998.593 orang atau 90,95 persen.
Hasil skrining petugas Pemilu 2024 dalam kepesertan JKN berdasarkan kabupaten/kota menunjukkan Kabupaten Malang menempati posisi tertinggi untuk risiko penyakit pada petugas. Yakni mencapai 5,59 persen atau 5.320 petugas. Sementara yang tidak berisiko ditunjukkan data 84.099 petugas. Sebarannya dari KPPS, Linmas TPS, Pantarlih, PPS, dan PPK.
Sedangkan dalam sebaran kunjungan pasien dari petugas pemilu tercatat ada 83 orang. Tertinggi keenam di bawah Kota Probolinggo, dan di atas Kabupaten Blitar. Di Jawa Timur, pasien dari petugas pemilu terlapor paling banyak dari KPPS, disusul Linmas. Sedangkan terendah adalah PPK. Data tersebut diambil dari rentang waktu 10-15 Februari 2024.
Di Jawa Timur secara keseluruhan terdata enam orang petugas meninggal dunia. Dua orang meninggal dunia pada 12 Februari 2024, tiga orang meninggal dunia pada 14 Februari 2024, sementara satu orang meninggal dunia pada 15 Februari 2024. Sementara itu yang harus menjalani rawat inap 90 orang, sedangkan rawat jalan 1.369 orang.
Dinkes Kota Batu mencatat tiga orang petugas KPPS dilarikan ke rumah sakit sejak hari pemungutan dan penghitungan suara Pemilu, Rabu (14/2) lalu. Mereka diindikasikan mengalami sakit karena kelelahan. Pun hingga Jumat (16/2) kemarin mereka masih dirawat.
Kabid Pelayanan Sumber Daya Kesehatan Dinkes Kota Batu, dr Icang Sarazin menjelaskan tiga petugas KPPS yang dilarikan ke rumah sakit tersebut dua di antaranya wanita masih muda dan satu petugas laki-laki sudah paruh baya. Mereka bertugas di TPS yang berbeda.
“Satu petugas KPPS di TPS 43 Kelurahan Sisir mengalami observasi kejang-kejang. Usianya sekitar 40 tahun ke atas. Ia dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Hasta Brata Kota Batu,” kata dr Icang kepada Malang Posco Media, kemarin.
Kemudian wanita muda berusia sekitar 20 tahun yang bertugas di TPS 46 Kelurahan Temas Kecamatan Batu mengalami observasi febris atau gejala demam. Satu wanita muda lagi berusia sekitar 21 tahun mengalami mual-mual saat bertugas di TPS 14 Desa Mojorejo Kecamatan Junrejo. Ke dua wanita muda ini dilarikan ke RS Baptis Kota Batu.
“Ke tiga petugas KPPS tersebut dilarikan ke rumah sakit karena kelelahan. Hingga saat ini (kemarin siang) mereka masih dirawat,” sambung dr Icang.
Marlina, anggota KPU Kota Batu Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM mengetahui petugas KPPS yang dilarikan ke rumah sakit wanita muda yang bertugas di TPS 14 Desa Mojorejo Kecamatan Junrejo.
“Anggota KPPS yang sakit ini bernama Sindy Wahyu Natalia. Usianya masih muda. Sepertinya kelelahan. Kemarin (Kamis) masuk UGD masih dalam pemeriksaan,” tambahnya.
Ketua KPPS TPS 14 Desa Mojorejo Kecamatan Junrejo, Ozy Pungki Christyawan mengatakan hingga kemarin sore anggotanya tersebut, Sindy belum dipulangkan dari rumah sakit. Ozy juga menyebut Sindy sakit karena kelelahan.
Proses panjang yang harus dilalui anggota KPPS memang dikatakan rawan bagi kesehatan. Akibatnya gangguan kesehatan seperti serangan jantung sangat mungkin terjadi.
Ditambah kondisi kegiatan larut malam dengan asupan makanan dan minuman yang tidak mendukung. Hal-hal inilah yang sangat besar memicu serangan jantung. Ini disampaikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Kota Malang dr Budi Satrijo SpJP (K), FIHA.
Kepada Malang Posco Media, Jumat (16/2) kemarin, dia menjelaskan secara khusus harus diperiksa dulu apakah KPPS ini punya komorbid atau tidak.
Ia menjelaskan pemicu serangan jantung yang bisa dianalisa dari kejadian KPPS meninggal dunia mendadak di antaranya seperti kelelahan.
Panjangnya waktu yang harus dilalui KPPS pada proses sejak awal hingga akhir membutuhkan tidak hanya ketahanan fisik. Tetapi juga psikis. Jika keduanya terganggu maka ancaman gangguan kesehatan semakin tinggi.
“Ditambah lagi mereka misalnya mulai dari hari-hari sebelum coblosan pasti mempersiapkan segala sesuatunya, rapat segala macam itu saja sudah pertama, pasti lelah. Lalu kurang tidur saat penghitungan suara. Ditambah lagi asupan makanan dan kebiasaan yang cenderung kurang sehat. Seperti merokok, minum kopi, gorengan, cemilan dan sebagainya,” jelas dokter yang sehari-hari praktik di RS Persada ini.
Kebiasaan seperti merokok dan terus menerus minum kopi (yang memiliki kandungan kafein tinggi) akan memperburuk keadaan. Terlebih jika memiliki riwayat sakit jantung, maka hal-hal tersebut sangat mungkin menjadi penyebab masalah kesehatan petugas KPPS seperti yang terjadi di daerah-daerah lain.
Dr Budi mengatakan hal-hal seperti ini seharusnya dapat diantisipasi kedepannya. Melihat masih banyaknya petugas KPPS yang mengalami kejadian seperti ini setiap Pemilu, kedepan ia mendorong pemerintah memperketat syarat skrining kesehatan.
“Saya pikir ini perlu sekali ya diperketat. Kemarin kan memang ada syarat skrining kesehatannya. Tapi mungkin kedepan bisa diperketat, jika ada yang komorbid (memilki penyakit bawaan) benar-benar harus di seleksi lagi,” tegas dia.
Dr Budi juga meminta adanya evaluasi dan revisi peraturan tentang syarat KPPS, terlebih pada batas usia. Akan lebih baik jika KPPS didominiasi usia-usia produktif atau cenderung muda. Agar hal-hal seperti gangguan kesehatan menyebabkan kematian akibat bertugas menjadi KPPS bisa ditekan jumlahnya. (ian/tyo/den/ica/van)