spot_img
Tuesday, February 11, 2025
spot_img

Kelindan MBG dan Urgensi Kesadaran Gizi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

SUNARDI SISWODIHARJO

Oleh: Anggota Perhimpunan

-Advertisement- Pengumuman

Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI)

“Healthy citizens are the greatest asset any country can have” –Winston Churchill

          Banyak fenomena menarik terjadi selama pekan pertama pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu program unggulan Presiden Prabowo, yang secara resmi telah dimulai Senin, 6 Januari 2025. Melibatkan ribuan siswa sekolah di 26 Provinsi, mencakup 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG di seluruh Indonesia. Rencananya program ini terus dilakukan secara bertahap hingga menjangkau seluruh target penerima manfaat sebanyak 82 juta lebih pada 2029.

          Pada awal operasionalisasi program besar seperti MBG, sangat wajar jika masih dijumpai banyak kekurangan. Diperlukan evaluasi dan pandangan kritis-konstruktif untuk perbaikan program ke depan, sehingga nantinya pola makan bergizi dan sehat dapat diadopsi secara berkelanjutan, bahkan setelah program ini berakhir.

          Salah satu peristiwa menarik adalah sejumlah respon sederhana dan “polos” para siswa terkait dengan menu MBG yang sejatinya juga menjadi cerminan derajat literasi gizi mereka.

Edukasi Gizi

          Secara sederhana literasi gizi (nutrition literacy) diilustrasikan sebagai kemampuan dalam memahami informasi gizi dasar yang diperlukan untuk mengambil keputusan gizi yang tepat (Obayashi, et al., 2003). Faktanya saat ini tingkat literasi gizi para siswa masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diperbaiki oleh masyarakat maupun pemerintah.

          Terkait menu MBG, misalnya terdapat siswa menyebut “porsi nasi” kurang banyak. Secara sederhana hal ini menggambarkan kurangnya pemahaman gizi tentang porsi nasi per saji yang benar. Sebab lainnya, mereka sudah terbiasa dengan porsi tinggi karbohidrat yang melebihi kebutuhan harian mereka.

          Tidak mengherankan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan tingginya prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak usia 5-12 tahun mencapai 19,7 persen dan anak usia 13-15 tahun sebesar 16 persen.

          Masih saja ada banyak siswa yang tidak menyukai menu MBG berupa sayur atau buah. Hal ini seolah mengonfirmasi data empiris SKI 2023 bahwa hanya 3,3 persen orang Indonesia mengonsumsi buah dan sayur lebih dari 5 porsi per hari dalam seminggu sesuai ketentuan Kemenkes dan WHO. Mereka tidak memahami gizi tentang kebutuhan 350 gram sayur dan 150 gram buah per kapita per hari yang harus dipenuhi agar tubuh lebih sehat.

          Belum lagi keluhan ketiadaan susu dalam menu MBG, semakin menunjukkan bahwa paradigma para siswa tentang gizi dan pola makan menu sehat belum bergeser dari menu 4 sehat 5 sempurna (4S5S), di mana susu menjadi penyempurnanya. Padahal konsep 4S5S sudah lama diganti dengan konsep baru Pedoman Gizi Seimbang (PGS), yang menyetarakan susu dengan sumber protein hewani lain misalnya ikan, daging, dan telur. Karena itu, susu tidak lagi menjadi menu wajib di MBG.

          Para pakar sesungguhnya telah mengusulkan agar edukasi tentang gizi segera dimasukkan secara memadai ke dalam kurikulum di sekolah. Selama ini mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan lebih banyak diisi tentang hal teknis yang tidak urgen seperti luas lapangan sepak bola, jenis-jenis olahraga, maupun sistem kompetisinya, yang seyogyanya segera direvisi dengan mengutamakan pendidikan gizi yang jelas lebih berguna untuk kehidupan para siswa di masa depan.

          Edukasi gizi untuk anak sekolah penting dan mendesak dilakukan agar mereka mampu secara mandiri mengambil keputusan gizi yang tepat. Mencakup beberapa aspek antara lain: memahami konsep dasar gizi, piramida gizi, “isi piringku”, pedoman gizi seimbang (PGS), pola makan sehat, membaca label makanan, hidrasi yang tepat, aktivitas fisik dan pola hidup sehat, konteks lokal dan kultural, keterampilan praktis menyiapkan camilan sehat, dan manfaatnya bagi kesehatan.

          Agar menarik, program edukasi ini dapat dilakukan melalui pendekatan interaktif. Seperti permainan, poster, video, hingga melibatkan siswa dalam kegiatan praktik menyiapkan makanan untuk program MBG. Metode yang menyenangkan memudahkan siswa memahami sekaligus menerapkannya.

          Siswa semestinya tidak sekadar menjadi objek program MBG semata, tetapi juga harus aktif terlibat dan menjadi bagian dari subjek perubahan pola makan sehat. Sebab persoalan makanan dan kebiasaan makan sehat memang bukanlah perkara sederhana. “Food is not just nutrition”, banyak sekali elemen yang mempengaruhinya.

Keberlanjutan Adopsi Pola Makan Sehat

          Program MBG semestinya tidak hanya memberikan akses pemenuhan gizi seimbang saja. Diharapkan program ini juga mampu membentuk nilai dan karakter para penerima manfaat, termasuk kesanggupan untuk mengadopsi pola makan sehat secara permanen.

          Para ahli gizi sudah merancang menu MBG sesuai kaidah dan pedoman gizi seimbang sebagaimana konsep “Isi Piringku” menurut kelompok umur mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia.

          Pemerintah telah menetapkan satu orang ahli gizi dan satu orang akuntan di setiap SPPG, guna memastikan prosedur program berjalan dengan benar, sehingga kandungan gizi menu MBG maupun pengelolaan keuangannya bisa dipertanggungjawabkan.

          Keberlanjutan dari adopsi pola makan sehat hanya bisa terwujud jika didahului dengan edukasi, literasi, dan kesadaran gizi yang mumpuni. Program MBG yang imperative, yang disertai revisi dan penerapan kurikulum pendidikan jasmani dan kesehatan yang tepat, bisa menjadi kesempatan terbaik untuk untuk mewujudkannya.

          Harapannya program MBG benar-benar menjadi salah satu modal besar dan support system guna mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, salah satunya adalah meningkatnya daya saing sumber daya manusia. Semoga.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img