MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Duka mendalam nampak pada pasangan suami istri Imam Jazuli dan Vera, orang tua Alvito Ghaniyu Maulidan, 6. Keduanya tak menyangka, bocah yang aktif dan ceria itu mengembuskan napas terakhirnya di RSU Prasetya Husada usai mendapat suntikan obat mual.
Saat ini, pihak keluarga meminta pertanggungjawaban dan mencari keadilan bagi Alvito yang telah dikebumikan. Meski sudah berusaha ikhlas, Imam Jazuli tak bisa menyembunyikan kekecewaannya dengan perlakuan kurang profesional dari rumah sakit, dan belum adanya titik terang kebenaran sebab kematian anak keduanya itu.
“Saya masih menuntut tanggung jawab rumah sakit dan belum tahu jelas sebenarnya apa penyebab kematiannya,” kata Jazuli, sapaan anggota Polres Batu berpangkat Aipda itu. Dia meminta kejelasan pihak rumah sakit melalui rekam medis. Namun, hingga kemarin, dirinya belum menerima. Ia juga meminta petunjuk pembuktian lain berupa rekaman CCTV.
Ini untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya. Tapi yang diperoleh, hanya secarik kertas bertuliskan riwayat obat yang dikonsumsi dan dimasukkan melalui infus dan suntikan yang diterima Alvito. Sebagai seorang awam terhadap dunia medis, ia menduga beberapa obat salah dosis sehingga sang anak meregang nyawa.
Bocah yang gemar bermain sepakbola dan menggambar itu diceritakannya tak mengalami tanda kondisi kesehatan yang buruk di hari sebelumnya. Hanya gejala mual dan muntah. Ia sempat demam namun juga tak lama. “Saya juga tak percaya diagnosis perawat rumah sakit yang menyebut dehidrasi berat,” ungkapnya.
Sebab, tak ada gejala Alvito lemas atau tak bisa bebas bergerak karena kurang cairan. Alvito menunjukkan masih bisa aktif, berjalan dan makan dengan cukup. Dia menyebut, pihak rumah sakit sudah datang ke rumahnya. Sebatas silaturahmi dan menyampaikan ikut bela sungkawa. “Tapi belum ada tanggungjawabnya,” tegas dia.
Jazuli sendiri sempat mendengar dari warga lainnya, RSU Prasetya Husada memiliki catatan kurang baik dalam penanganan. Ia berharap ada teguran hingga sanksi yang diterima dokter yang menangani, perawat dan rumah sakit secara lembaga. Baik dari organisasi profesi maupun perhimpunan RS di Indonesia.
“Kami mengharap profesionalitas dokter yang menangani, ada sanksi dari IDI. Meski tidak ke ranah hukum tapi ada sanksi ke RS, dari Dinkes bentuk teguran atau apapun yang penting ada sanksi atau pelatihan lagi menjadi lebih profesional. Agar tidak terulang, karena ini soal nyawa. Kalau anak sudah meninggal, insyaAllah kami ikhlas,” tandasnya. (tyo/mar)