spot_img
Friday, August 1, 2025
spot_img

Kemudahan AI: Ancaman Polarisasi Sosial

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) saat ini telah mengalami kemajuan yang siginifikan dalam berbagai bidang kehidupan. Mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, industri, keuangan, hingga dunia kreatif seperti seni digital dan desain visual.

Perkembangan yang cukup krusial ini menunjukkan bahwa AI bukan hanya sebuah gagasan futuristic semata, namun telah menjadi bagian dari realitas sehari-hari yang memengaruhi cara manusia bekerja, berkreasi, dan berinteraksi dengan teknologi.

Salah satu bentuk AI yang kini menjadi pusat perhatian adalah kemampuannya untuk menghasilkan atau meregenerasi gambar secara otomatis hanya berdasarkan instruksi teks atau prompt. Melalui teknologi berbasis generative AI khususnya model text-to-image, AI memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan gambar baru melalui input berupa kalimat deskriptif sesuai dengan keinginan dari penggunanya.

Sistem ini dilatih menggunakan jutaan data visual sehingga dapat memahami konteks dan elemen yang diminta pengguna. Kemudian AI menyatukan konteks dan elemen tersebut secara kompleks menjadi satu komposisi visual yang utuh.

Proses ini dilakukan dalam hitungan detik tanpa perlu keterampilan menggambar manual. Tentu saja inovasi AI tersebut membuka peluang lebar dalam meningkatkan efisiensi dan kreativitas. Tetapi pada saat yang sama juga menimbulkan diskusi yang semakin luas dan serius mengenai batasan, tanggung jawab, serta potensi risiko dari teknologi tersebut.

Fenomena Penggunaan AI

Kemudahan yang dibawa oleh AI sudah pasti memberikan berbagai manfaat yang memudahkan bagi penggunanya. Mulai dari mempercepat proses desain, membantu seniman menuangkan ide kreatifnya, hingga mempermudah produksi konten visual. Namun di sisi lain, masyarakat mulai menyuarakan kekhawatiran atas potensi penyalahgunaannya.

AI tidak hanya dapat menciptakan gambar fiktif tetapi juga mampu meniru gaya visual tertentu, bahkan menyerupai wajah seseorang dengan sangat realistis. Fenomena ini menimbulkan kontroversi, khususnya soal etika, privasi, dan risiko pemalsuan. Kekhawatiran terbesar yang ditimbulkan ialah teknologi tersebut bisa digunakan untuk membuat gambar-gambar palsu yang menyesatkan. Seperti deepfake atau konten manipulatif yang dapat merugikan individu maupun kelompok.

Salah satu contoh nyata dari potensi bahaya teknologi generative AI terlihat dari sebuah unggahan pengguna Facebook yang mendemonstrasikan bagaimana gambar dapat diregenerasi secara sangat realistis melalui Gemini AI hanya dengan bermodalkan prompt deskriptif.

Dalam unggahan tersebut, pengguna memberikan perintah teks yang sangat rinci meliputi suasana tempat, ekspresi wajah, pencahayaan, pakaian, hingga pose tubuh manusia. Hasilnya mengejutkan banyak orang. Gambar yang dihasilkan oleh Gemini AI tampak begitu nyata, seolah-olah merupakan hasil jepretan kamera profesional, bukan hasil karya algoritma.

Warna, pencahayaan, dan tekstur dalam gambar tersebut terlihat alami dan menyatu dengan sangat baik, memperkuat ilusi visual bahwa gambar tersebut benar-benar ada. Fenomena ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat digital.

Di satu sisi, teknologi ini bisa menjadi batu loncatan dalam bidang desain grafis, perfilman, hingga pendidikan visual. Namun di sisi lain, kualitas visual yang sangat meyakinkan ini juga membuka celah penyalahgunaan terutama dalam konteks negatif. Masyarakat awam, khususnya mereka yang belum terbiasa atau kurang memahami perkembangan AI dapat diperdayai dengan sangat mudah.

Jika disalahgunakan, teknologi AI tersebut dapat menciptakan narasi palsu, menyebarkan hoaks berbentuk visual, hingga merusak reputasi seseorang dengan membuat gambar-gambar yang tidak pernah terjadi namun tampak sangat kredibel sehingga dipercaya oleh banyak orang.

Dampak Penyalahgunaan AI

Berdasarkan artikel “An Overview of the Impact of GenAI and Deepfakes on Global Electoral Processes” dari ISPI (2024), dampak dari generative AI (GenAI) khususnya dalam bentuk gambar dan video palsu yang realistis semakin menjadi sorotan karena kemampuannya untuk menciptakan konten visual yang seolah-olah nyata.

Pada awalnya teknologi ini dikembangkan untuk tujuan kreatif dan inovatif. Namun sayangnya kini menghadirkan ancaman serius terhadap persepsi publik, terutama dalam konteks informasi dan kepercayaan. Salah satu kekhawatiran terbesar yang diangkat dalam artikel tersebut adalah bagaimana gambar atau video hasil GenAI dapat menyebarkan disinformasi dengan sangat meyakinkan.

Citra-citra yang direkayasa misalnya wajah tokoh publik dalam situasi tertentu tidak hanya menyesatkan, tetapi juga bisa digunakan sebagai alat manipulasi opini. Ini menjadi sangat berbahaya dalam konteks politik, pemilu, atau krisis sosial, karena bisa memicu respons emosional tanpa dasar fakta.

Dari sisi opini masyarakat, terutama kalangan orang tua atau individu yang kurang akrab dengan teknologi digital, dampaknya bisa lebih besar. Banyak dari mereka belum memiliki literasi digital yang cukup untuk membedakan mana gambar yang otentik dan mana yang palsu.

Ketika mereka melihat gambar yang tampak nyata namun sebenarnya hasil rekayasa AI, mereka bisa saja langsung mempercayainya tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut. Hal ini membuka celah bagi penyebaran hoaks atau fitnah yang lebih cepat dan lebih luas. Karena konten visual cenderung lebih mudah dipercaya dibandingkan teks semata.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi polarisasi sosial, kerusakan reputasi, hingga krisis kepercayaan terhadap media atau institusi. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat terutama generasi tua untuk mendapatkan edukasi yang cukup tentang bagaimana mengenali dan menyikapi konten hasil AI, serta pentingnya verifikasi informasi sebelum menyebarkannya.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img