MALANG POSCO MEDIA – Kabupaten Boyolali, yang dikenal sebagai kota susu karena melimpahnya peternakan sapi perah dan pedaging, kini menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan limbah kotoran sapi. Sebagai respons terhadap permasalahan lingkungan yang ditimbulkan, Pemerintah Kabupaten Boyolali melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah memulai program pengolahan limbah kotoran sapi dengan teknologi anaerobic digestion (AD) sejak tahun 1990-an. Hingga saat ini, sekitar 160 digester biogas telah terbangun di berbagai kecamatan, memperkuat komitmen Boyolali dalam mengolah limbah secara berkelanjutan. Digester biogas tersebut menghasilkan energi terbarukan dari bahan organik seperti kotoran hewan atau limbah pertanian. Namun, proses ini juga menyisakan residu organik yang perlu dikelola dengan baik.

Program Dana Padanan (PDP) 2024 memperkuat langkah Boyolali dalam berinovasi. Melalui kolaborasi antara DLH Kabupaten Boyolali, Universitas Brawijaya (UB), dan Universitas Boyolali (UBY), inovasi pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas dan biofertilizer sehingga lebih efektif dan efisien. Kolaborasi ini diketuai oleh Prof. Sri Suhartini, STP., M.Env.Mgt., PhD. (UB), dengan anggota Prof. Dr.Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr., Dra. Sri Wardhani, MSi., Nimas Mayang S. Sunyoto, STP., MP., PhD, dan anggota dari UBY yaitu Aris Budi Prasetyo, S.Pt., M.Pt., serta melibatkan mahasiswa MBKM/KKN dari kedua institusi.

Sebagai upaya untuk mengelola limbah residu organik yang dihasilkan dari digester biogas, tim dosen dari UB dan UBY memperkenalkan teknologi pengomposan yang inovatif. Program ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan pengelolaan limbah organik secara ramah lingkungan sekaligus meningkatkan nilai tambah dari residu tersebut.
Pada bulan Agustus hingga Oktober 2024, terdapat aktivitas pendampingan terkait optimalisasi kinerja digester dan pemanfaatan residu organik atau digestate menjadi biofertilizer. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, telah dilakukan pelatihan di empat lokasi yang berbeda. Dalam kegiatan ini, tim dosen melakukan edukasi dan praktik langsung kepada masyarakat setempat mengenai proses pengomposan residu organik (digestate) dari digester biogas. Teknologi ini diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif dalam memanfaatkan residu organik yang sebelumnya dianggap sebagai limbah, menjadi pupuk organik berkualitas tinggi.

Beberapa kegiatan yang telah dilakukan, antara lain pada tanggal 1 Agustus 2024, kegiatan edukasi pengomposan residu organik (digestate) dilakukan di Karangkendal, Kec. Musuk dengan melibatkan beberapa perternak sapi. Kegiatan ini dilakukan dengan pemateri Prof. Bambang Susilo (untuk optimalisasi kinerja digester) dan ibu Sri Wardhani (pengomposan residu organik). Mahasiswa dari UB (yaitu Pramadito Sondha Ramadhani, Muhammad Rasyid, Ishlah Addiin, Fakhrul Maulana Army, Zahirah Khoirunnisa, dan Andini Fathima Achson) dan UBY (yaitu Nunik Purwanti, Ishak Romadhoni, Joko Priyono, dan Surya Aditya Nuril Huda ), beserta tim asisten pendamping (yaitu Novita Ainur Rohma, ST., MT., Riris Waladatun Nafi’ah., ST., Andika Putra Agus Pratama, ST., dan Rizki Putra Samudra, ST., dan Roihan Muhammad Ali, MP ) berpartisipasi dalam persiapan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan pendampingan kepada masyarakat tersebut.

Selanjutnya pada tanggal 9 September 2024, dilakukan edukasi dan praktek lapang pembuatan pupuk cair dan padat organik dari digestate di Desa Samiran, Kecamatan Selo (tepatnya di Sekretariat Pro Iklim), dengan pemateri adalah Ibu Dra. Sri Wardhani, MSi. dan Bapak Aris Budi Prasetyo, S.Pt., M.Pt.. Serta pada tanggal 23 September di Dukuh Banjarsari (kediaman bapak Medi) dan 9 Oktober 2024 di Dukuh Pongangan (Kediaman bapak Tri Susilo) juga dilakukan kegiatan yang sama oleh kedua pemateri. Para peserta terlihat antusias dalam mengikuti penjelasan dan praktik pengomposan. “Sekarang, kami tahu bahwa residu organik ini bisa diolah menjadi pupuk cair dan padat, sehingga dapat digunakan kembali untuk menyuburkan tanaman,” ungkap salah satu peserta, Bapak Medi.

“Digestate dari digester biogas memiliki potensi besar jika diolah menjadi pupuk organik padat dan cair yang ramah lingkungan,” ujar Ibu Sri Wardhani, salah satu anggota tim dosen UB. Kolaborasi antara UB dan UBY ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan edukasi teknologi pengomposan, tetapi juga mendorong kemandirian masyarakat dalam mengelola limbah kotoran sapi. “Kami berharap teknologi ini dapat memperkuat pertanian di lokasi setempat melalui penyediaan pupuk organik cair atau padat yang berkualitas sehingga dapat mendukung ketahanan pangan,” ujar Bapak Aris Budi Prasetyo, dosen UBY yang terlibat pada program PDP ini.
Program ini diharapkan dapat berkelanjutan dan dengan adanya pengelolaan residu organik ini dapat membantu mengurangi dampak lingkungan dari limbah kotoran sapi sekaligus meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Tim dosen UB dan UBY juga berencana untuk mengembangkan teknologi ini lebih lanjut agar lebih mudah diimplementasikan di berbagai skala pertanian. Dengan adanya teknologi pengomposan ini, diharapakan peternak sapi menjadi lebih mandiri dalam pengelolaan limbah, guna mendukung penciptaan pertanian yang berkelanjutan dan tercapainya ekonomi sirkular di Indonesia pada umumnya. (adv/bua)