MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Tidak hanya memimpin, Dr. Mochamad Nurcholiq, M.Pd., Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had Aly (STAIMA) Al Hikam Malang, juga menghidupkan nilai-nilai kebersamaan dan kasih sayang layaknya sebuah keluarga besar.
Sejak dilantik pada 1 Desember 2021, ia meyakini bahwa kepemimpinan yang demokratis, berlandaskan prinsip pesantren adalah kunci menciptakan lingkungan akademik yang penuh keberkahan. “Kami tidak ingin memimpin dengan kekuasaan, tetapi dengan hati,” ungkap Nurcholiq, Jumat (20/6).
Sebagai mantan Kaprodi dan Kabag Kemahasiswaan, ia paham betul bahwa setiap individu memiliki potensi unik yang perlu dikembangkan, bukan dihakimi. “Jika ada kesalahan, solusinya bukan dihukum, tetapi dibimbing. Seperti dalam keluarga, kesalahan adalah proses belajar,” tegasnya.
STAIMA Al Hikam yang didirikan oleh KH. Hasyim Muzadi memang berbeda. Kampus ini mengedepankan pendekatan kekeluargaan, di mana dosen, staf, dan mahasiswa tumbuh bersama tidak hanya secara intelektual, tetapi juga spiritual. “Kami mendampingi setiap individu dengan cermat, karena pendidikan orang dewasa harus menyentuh hati,” tambahnya.
Ia juga menyampaikan, STAIMA Al Hikam memiliki karakteristik berbeda dibandingkan perguruan tinggi umum. Baik dalam sistem pembelajaran maupun dalam pola kepemimpinan. “Secara psikologis, tidak ada orang yang sempurna. Jika ada kesalahan, tidak serta-merta harus dicut. Itu perspektif saya,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan, sebagai bagian dari pesantren, STAIMA Al Hikam menerapkan konsep kekeluargaan dalam organisasinya. Ia berusaha mengayomi seluruh elemen kampus dengan memberikan arahan secara perlahan agar menemukan solusi terbaik.
“Dalam keluarga, tidak ada yang selalu benar. Bahkan seorang bapak sebagai pemimpin pun bisa melakukan kesalahan. Begitu juga dengan anak. Jika mereka salah, bukan berarti harus dikeluarkan dari keluarga,” ujarnya.
Selain itu, ia juga memahami bahwa perguruan tinggi merupakan tempat pendidikan bagi orang dewasa. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan lebih menitikberatkan pada hati. Dengan prinsip kepemimpinan yang demokratis dan berbasis nilai-nilai pesantren, ia berkomitmen untuk terus membangun lingkungan akademik yang inklusif, harmonis, dan penuh keberkahan.
“Kami melihat kondisi dosen dan staf secara personal. Kami mendampingi mereka agar bisa berkembang secara akademik maupun spiritual,” pungkasnya.(hud/lim)