MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Kesadaran masyarakat untuk pilah sampah dari hulu terbilang masih sangat minim pascaditutupnya TPA Tlekung. Salah satunya, di TPS Stadion yang menangani sampah pasar dan 21 ruas kawasan perkotaan seperti jalan-jalan protokol diketahui pada Kamis (31/8) bahwa petugas masih melakukan pilah sampah sendiri.
Artinya belum semua masyarakat melakukan pilah sampah dari hulu atau sumbernya (rumah, perkantoran, tempat usaha dll). Hal itu ditegaskan oleh Rudi Eko Prasetyo selaku Koordinator Penyapuan dan TPS Stadion Brantas.
“Hari pertama pascaditutupnya TPA Tlekung masih banyak masyarakat, terutama pasar dan 21 ruas kawasan perkotaan seperti jalan-jalan protokol, Sisir dan Ngaglik belum melakukan pilah sampah. Sehingga petugas di TPS Stadion masih harus melalukan pilah sampah antara sampah kering dan basah,” terangnya.
“Kalau di sini sampah yang diterima per hari sekitar lima kontainer. Dengan satu kontainer memiliki berat empat ton. Sampah tersebut masih belum terpilah semuanya. Untuk itu ke depan kami berharap ada kesadaran bersama untuk bisa memilah sampah dari hulu,” tegasnya.
Dengan kondisi tersebut, pihaknya berharap agar dilakukan sosialisasi secara menyeluruh dari setiap pemangku wilayah. Harapannya sampah pasar dan perkotaan sudah terpilah dari hulu. Sehingga pihaknya tinggal mengelola sampah basah, kering dan residu.
“Ketika sampah sudah terpilah dari hulu, kami tinggal mengolahnya. Misal sejak 9 tahun lalu untuk sampah hasil penyapuan seperti daun kita olah jadi kompos. Sedangkan sampah residu akan kami bakar. Namun saat ini kami masih menunggu mesin pembakar. Sedangkan utuk sampah basah seperti sayur diambil peternak untuk pakan bebek,” terangnya.
Eko Ngowos, sapaan akrabnya menerangkan bahwa dari hasil pengolahan daun kering menjadi kompos saat ini masih tersimpan ratusan pack pupuk kompos sejumlah 25 ton. Dengan setiap pack pupuk memiliki berat 3-5 Kg. Pupuk kompos tersebut hanya digunakan ketika ada penanaman pohon atau dibagikan kepada gapoktan.
“Kalau dijual per pack isi 3-5 Kg harganya antara Rp 5000-8000. Sedangkan untuk pembuatan dan modal cukup mudah dan murah. Ini seharusnya dimanfaatkan oleh masyarakat,” ungkapnya.
Ia menerangkan, untuk pembuatan 1 ton kompos hanya menghabiskan biaya sekitar Rp 100 ribu. Sedangkan untuk prosesnya dan bakan baku utama adalah daun kering atau kulit buah yang sudah dikeringkan. Selanjutnya bahan baku tersebut dicampur dengan fermentasi molase, em4 dan air kencing kerbau atau kelinci.
“Dengan takaran 1 ton sampah daun atau kulit buah/sayur dicampur air 25 liter. Campuran tersebut terdiri dari 250 ml molase dan 250 moli em4. Setelah tercampur bahan baku tersebut ditutup rapat dalam tong dengan beberapa lubang dibawah untuk membuang lindi,” paparnya.
Setelah proses penutupan berjalan 1 bulan, bahan baku tersebut dikeluarkan untuk dikeringkan. Setelah kering baru bisa digunakan untuk pupuk atau dipasarkan ke masyarakat. (eri/udi)