.
Thursday, December 12, 2024

Keseimbangan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si

Dapat dibaca dalam kehidupan bermasyarakat, kesejahteraan material menjadikan manusia semakin terasing dan mengalami reduksi kemanusiaan, justru manusia menemukan kebahagiaan dalam kehidupan spiritual. Demikian halnya dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang ditopang oleh rasionalitas tanpa iman.

Ilmu pengetahuan dan teknologi memang sangat diperlukan untuk membantu manusia melakukan banyak pekerjaan. Ilmu pengetahuan dan teknologi penting sebagai sarana meraih kehidupan. Tetapi, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mampu menjamin kehidupan dan menyelamatkan manusia dari kematian.

Teknologi bahkan seringkali menjadikan manusia saling bermusuhan. Kunci kebahagiaan adalah keseimbangan. Manusia adalah makhluk jasmani dan ruhani. Untuk memenuhi kebutuhan jasmani, manusia memerlukan makan, minum dan hal-hal yang bersifat material, untuk memenuhi kebutuhan ruhani, manusia memerlukan hal-hal yang bersifat spiritual. Spiritualitas manusia akan meningkat dengan bershalawat, bertasbih, berdzikir, beribadah, berdoa, dan berpikir serta mendermakan harta benda untuk membantu sesama.

Islam sebagai agama wasathiyah, menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, di dalam Tafsir Al-Maraghi, berisi ajaran yang seimbang antara kehidupan material dan spiritual serta memberikan tuntutan bagaimana meraih keduanya. Hal ini sesuai dengan QS. 28:77, yang artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Sesuai prediksi Pew Research Center, sebuah lembaga riset Amerika Serikat (dalam Abdul Mu’ti, 2022) bahwa pemeluk Islam akan terus bertambah, Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW dari Tanah Arab sekarang telah menjadi agama dunia. Di manapun di penjuru bumi, terdapat masyarakat Muslim. Hal demikian sesuai dengan sifat dan tujuan Islam sebagai agama dunia untuk seluruh umat manusia.

Islam akan menjadi agama peradaban manusia di masa depan, apabila umat Islam mengamalkan ajaran Islam sebagai agama wasathiyah. Umat Islam berusaha meningkatkan kualitas diri dan komunitasnya dengan iman yang teguh, kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni budaya yang luhur.

Umat Islam akan maju apabila menghindarkan diri dari sikap ekstrim dan berlebihan dengan hanya mementingkan hal-hal yang bersifat materi dan meninggalkan hal-hal yang bersifat ruhani. Atau sebaliknya, mementingkan hal-hal spiritual dengan mengesampingkan hal-hal yang bersifat material.

Islam menjadi agama yang berkembang, apabila Muslim bersifat terbuka, adil, dan tidak ekstrim dalam menyikapi berbagai persoalan serta tidak eksklusif dalam pergaulan. Islam adalah agama untuk seluruh umat manusia yang tugasnya adalah bagaimana menghadirkan Islam yang wasatiyah kepada seluruh umat manusia dengan keberislaman yang wasathiyah.

Model Peradaban Terbaik

Dapat dipahami bersama, bahwa Rasulullah Muhammad saw di hadirkan di muka bumi membawa misi “rahmatan lil-alamin”, hal ini terbukti dalam sejarah peradaban Islam, bahwa Rasulullah Muhammad saw membangun peradaban yang agung dimulai dengan membangun pribadi-pribadi manusia yang mulia, yakni generasi para sahabat. Itulah generasi yang disebut sebagai “sebaik-baik manusia” (khairun naas).

Generasi itu adalah produk pendidikan terbaik, yang dididik langsung oleh Rasulullah Muhammad saw dengan kurikulum terbaik. Rasulullah saw dan para sahabatnya berhasil membangun satu model peradaban terbaik di Madinah. Madinah sejatinya merupakan embrio peradaban besar, yang kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia. Menurut Adian Husaini (2023) ada sejumlah ciri Madinah sebagai model peradaban terbaik.

Pertama, masyarakat Madinah memiliki budaya literasi tinggi. Para sahabat Nabi sangat mencintai ilmu dan bersemangat dalam mengamalkan ilmu. Mereka berlomba-lomba menghafal, mencatat, dan juga mengamalkan ilmu-ilmu yang mereka dapat dari Rasulullah saw. Aktivitas keilmuan mendapatkan tempat dan perhatian utama dalam sistem kehidupan di Madinah.

Rasulullah juga membuat kebijakan yang menempatkan baca tulis sebagai hal yang sangat berharga dalam kehidupan umat manusia. Beliau membebaskan tawanan perang yang bisa mengajarkan membaca dan menulis. Beliau juga memerintahkan mencatat surat-surat dan perjanjian.

Budaya literasi seperti ini yang perlu ditumbuhkan di tengah masyarakat saat ini, jika ingin membangun satu peradaban mulia. Yang perlu dipahami terkait literasi, bukan sekedar budaya literasi yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya adalah budaya literasi yang beradab, yang berbasis kepada nilai-nilai Tauhid dan menempatkan manusia di tempat yang mulia, sebagai hamba Allah, mandataris Allah di muka bumi.

Kedua, masyarakat Madinah adalah model terbaik dalam hal persaudaraan dan tolong-menolong antar warganya. Perintah Allah “Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa” benar-benar terwujud di tengah masyarakat. Banyak di antara sahabat Nabi yang lebih mengutamakan kepentingan saudaranya, dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Sejak awal kehidupan di Madinah, Rasulullah membuat kebijakan mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar.

Cinta dan kasih sayang menjadi nafas kehidupan masyarakat. Inilah model gotong royong yang ideal. Tolong menolong dilakukan dalam kebaikan dan tidak memberikan kesempatan terjadinya tolong menolong dalam dosa dan kejahatan. Aktivitas amar ma’ruf nahi munkar dijalankan dengan baik. Bahkan, Rasulullah saw menempatkan aktivitas “taushiyah” sebagai aktivitas penting di tengah masyarakat.

Ketiga, terwujudnya budaya taat hukum. Rasulullah saw memberikan teladan kedisplinan dalam penegakan hukum. Beliau tidak mentolerir terjadinya pelanggaran hukum, seperti korupsi, sekecil apa pun. Bahkan, beliau mengumumkan, andaikan putri beliau, Fatimah, mencuri, pasti akan dipotong tangannya. Para pemimpin sesudah beliau pun menerapkan hukum secara tegas dan adil, walaupun terhadap keluarganya sendiri.

Keempat, masyarakat Madinah bersikap tegas terhadap budaya miras. Islam memberikan sanksi tegas terhadap kejahatan miras, yaitu pelakunya dicambuk. Tetapi, proses pengharaman miras itu dilakukan secara bertahap, mengingat kuatnya tradisi “mabuk-mabukan” di tengah masyarakat.

Budaya miras atau alkoholisme merupakan penyakit yang sangat merusak kehidupan. Budaya “teler” ini merusak akal dan memicu permusuhan antar sesama. Berbagai negara modern saat ini masih belum berhasil mengatasi budaya miras ini. Islam memiliki konsep yang ampuh dalam menanggulangi masalah miras, dan sekaligus membuktikan bahwa konsep ideal itu pernah diwujudkan dalam kehidupan yang nyata.

Jadi, belajar dari peradaban Madinah di masa Nabi dan para pelanjutnya, umat Islam kemudian berhasil mengekspor peradaban yang mulia itu ke berbagai pelosok dunia. Peradaban Islam kemudian berhasil diwujudkan oleh umat Islam di berbagai belahan dunia, membentang dari Andalusia, Afrika, India, sampai Nusantara.

Peradaban Islam adalah peradaban ilmu, peradaban kedisplinan, dan peradaban kasih-sayang antar-sesama. Peradaban Islam membangun manusia dan masyarakat secara adil dan seimbang; tidak ekstrim. Islam memiliki visi akhirat, tetapi tidak melupakan dunia. Islam membangun jiwa dan raga secara seimbang. Dengan prinsip keadilan itulah umat Islam menjadi umat pertengahan (ummatan wasathan), yakni umat yang unggul yang menjadi jangkar dan pemandu serta pemimpin umat manusia. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img