Presiden Prabowo Subianto menyinggung ada juru bicara (jubir) yang keseleo dan khilaf. Menurutnya hal itu wajar mengingat ia baru menjabat di pemerintahan. Dalam kabinetnya, ada pejabat senior yang sudah berpengalaman dan ada pula yang baru menjabat. Prabowo menyampaikan hal itu dalam sambutannya di sidang kabinet paripurna, Kantor Kepresidenan, Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Pernyataan Prabowo tersebut merespon surat pengunduran diri Hasan Nasbi yang ramai dibicarakan publik. Hasan Nasbi adalah jubir kepresidenan, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO). Nasbi membuat surat pengunduran dirinya kepada Presiden Prabowo, Senin (21/4/2025) melalui Menteri Sekretaris Negara. Pengunduran dirinya juga disampaikan melalui konten di akun media sosial Total Politik, Selasa (29/4/2025).
Perkembangan terbarunya, seperti diberitakan sejumlah media, Hasan Nasbi ternyata masih tetap diminta Presiden Prabowo sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan. Sepertinya Prabowo menganggap pernyataan jubirnya yang jadi polemik terkait teror kepala babi yang dialami Majalah Tempo beberapa waktu lalu itu sebagai hal yang lumrah. Pernyataan Hasan Nasbi dinilai sebagai keseleo lidah (slip of the tongue).
Lidah Tak Bertulang
Lidah memang tak bertulang. Lidah bisa salah ucap, keliru omong. Kalau yang keseleo lidah masyarakat awam, mungkin tak jadi soal. Namun, saat yang keseleo lidahnya adalah jubir presiden atau pejabat publik, tentu bisa jadi masalah serius. Kalau keseleo lidahnya pelawak, banyak orang akan bisa terhibur. Seperti penampilan Cak Basman dalam lawak Kartolo cs yang biasa membuat lelucon dengan plesetan dan keseleo lidah yang disengaja agar memancing tawa.
Bang Haji Rhoma Irama dalam lagunya bertajuk “Lidah” menyampaikan nasihat dalam penggalan syairnya yang berbunyi, “Lidah itu sangat tajam, tajamnya lebih dari pedang,…Lidah senjata utama bagi keselamatan anda,…”. Karena itu kita perlu hati-hati menggunakan lidah, jangan sampai keseleo. Para jubir dan pejabat publik tak boleh mainan lidah hingga keseleo dan jadi lelucon yang tak lucu.
Berkomunikasi dengan masyarakat sesungguhnya tak gampang. Komunikasi publik tak bisa dilakukan serampangan. Tak bisa penyataan penting urusan pemerintahan misalnya, tak dipikirkan dan tak dipertimbangkan dengan matang. Karena kalau pesan komunikasi sudah terlanjur dilontarkan, maka pantang pesan komunikasi yang terlontar itu ditarik kembali oleh sang penyampai pesan (komunikator).
Pesan komunikasi itu bersifat irreversible, artinya setelah pesan disampaikan, pesan tersebut tak bisa ditarik kembali atau diubah. Ini artinya apa yang telah diucapkan atau disampaikan dalam komunikasi tak bisa dihapus atau dilupakan begitu saja. Dampak pesan yang sudah terlanjur terlontar tersebut akan tetap terasa, meskipun mungkin sang pelontar pesan sudah melakukan permohonan maaf atau penjelasan lebih lanjut.
Ketika Hasan Nasbi pernah melontarkan pernyataan “kepala babi dimasak saja” saat mengomentari teror kepala babi yang menimpa Majalah Tempo, maka publik tentu tak bisa melupakan penyataan tersebut. Apalagi pernyataan tersebut tone-nya negatif, tak selayaknya disampaikan oleh seorang jubir kepresidenan. Walaupun sang jubir meminta maaf hingga mengajukan pengunduran diri, tentu publik tak bisa dengan gampang melupakan pernyataan yang memantik polemik itu.
Pelajaran Pejabat Publik
Bagi seorang jubir dan pejabat publik, saat ini tak hanya perlu berhati-hati saat menggunakan lidahnya. Bagian tubuh lain yang juga perlu dipergunakan dengan super hati-hati adalah tangan. Kalau lidah bisa keseleo, jemari tangan juga mungkin keseleo. Kalau keseleo fisik tangannya, mungkin dengan gampang bisa diurut pakai minyak atau balsam. Namun kalau jarinya yang keseleo keliru saat menulis pesan dan viral di beragam platform media sosial, itu juga bisa picu masalah.
Ada pelajaran berharga yang perlu dipetik dari peristiwa keseleo lidahnya sang politisi, pejabat publik, figur publik, atau tokoh panutan masyarakat yang lain. Intinya, berkomunikasi pada publik perlu dipertimbangkan dengan matang tentang siapa penyampai pesan (komunikator), isi pesan, pilihan media, khalayak (komunikan), dan respon (feedback) yang bakal muncul dari setiap proses berkomunikasi yang dilakukan. Kalau sejumlah unsur komunikasi itu tak dipertimbangkan dengan matang maka kegagalan komunikasi sangat mungkin terjadi.
Di era komunikasi digital saat ini, melalui beragam platform media sosial para komunikator politik (presiden, menteri, gubernur, walikota, bupati) dihadapkan dengan kemudahan cara berkomunikasi. Namun, kemudahan dengan beragamnya pilihan media dalam berkomunikasi tersebut perlu sikap kehati-hatian. Media sosial yang sifatnya interakif sangat memungkinkan muncul feedback yang beragam dan terbuka dari khalayak.
Dalam kaitan ini para jubir dan pejabat publik perlu merencanakan dengan matang setiap statemen atau pernyataan yang dilontarkannya. Kalau pernyataannya asal “njeplak” atau asal bunyi (asbun) tentu bisa memicu perlawanan dari para netizen. Dan saat ini respon netizen sungguh sangat perkasa hingga mampu menjadi gerakan digital dan aksi nyata yang sanggup mengancam keberlanjutan karir atau posisi seseorang. Keseleo lidah memang bisa mungkin menimpa siapa saja. Demikian halnya dengan keseleo tangan atau jari jemari saat mengunggah narasi tertentu di media sosial. Karena keseleo itu berpotensi menimbulkan masalah, maka kemungkinan terjadinya keseleo perlu diantisipasi dan dicegah. Bagi para jubir, pejabat publik, dan siapapun yang jadi panutan masyarakat hendaknya berhati-hati menjaga lidah dan jemari tangannya.(*)
-Advertisement-.