spot_img
Sunday, May 19, 2024
spot_img

Kisah Deny Pradana Dampingi Petani Kopi di Dampit, Modal Pengalaman dan Semangat, Hasil Budidaya Petani Meningkat

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Tahun 2015 lalu, produktivitas kopi Robusta di Kecamatan Dampit Kabupaten Malang kurang maksimal. Nilai jualnya  tak tinggi.  Padahal punya  potensi  yang bisa ditingkatkan.  Kondisi itulah yang dialami  Deny Pradana. Bermodal pengalaman dan semangat, ia  mendampingi petani kopi.

Sehari-harinya ia disapa Menel. Bersama  komunitasnya yang tergabung di Asosiasi Petani Indonesia (API) Jawa Timur Regional Malang mendampingi petani kopi di tiga desa di Kecamatan Dampit. Yakni, Desa Srimulyo, Desa Sukono dan Desa Baturetno.

Sebelum didampingi Menel, petani kopi di tiga desa itu

memproses kopi dengan pengolahan yang masih tradisional. Pengolahan kopi secara turun temurun yaitu hanya dengan proses panen seadanya, dijemur di tanah lalu dijual.

Dari proses tersebut membuat banyak kopi tidak sesuai  standar. Sehingga tak memiliki nilai jual yang tinggi serta hasil penjualan kopi tidak bisa menutupi Harga Pokok Penjualan (HPP).

Latar belakang Menel  dalam dunia kopi tidak diragukan. Ia lulusan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB). Memiliki sertifikat Intermediate Roaster. Juga pernah bekerja di perkebunan kopi Nusantara. Itu  membuat pengalaman pengelolaan kopinya semakin matang.

Pria asal Banyuwangi ini sekarang memiliki beberapa unit usaha dibidang kopi. Di antaranya Remboeg Pawon, ia sebagai Quality Control dan Cuan Tanha Company yang menyediakan beberapa kopi pilihan dari Malang Raya dan didistribusikan di beberapa kedai kopi se Malang Raya.

“Di Dampit saya bagian dari support dan pendampingan secara kualitas produk. Saya melihat di sana ada kekurangan bagaimana untuk menjamin mutu dan kualitas kopi. Dan kebetulan background saya sesuai,” ucap Menel.

Perjuangan pria 32  tahun ini  meyakinkan petani kopi untuk mengolah dengan baik tidaklah mudah. Penolakan pernah dialaminya. Itu karena para petani takut kehilangan mata pencaharian selama ini yang sudah turun temurun. Selain itu, mereka merasa kopi yang selama ini diolah secara tradisional  sudah laku.

Penolakan tak  membuat Menel putus asa. Ia terus mendekati beberapa petani dengan memberikan contoh kualitas kopi yang baik. Tidak hanya pendekatan secara personal. Pendekatan dengan menggelar pelatihan kopi juga dilakukannya.

Salah satu pendekatan yang paling sering dilakukan yakni  sosialisasi cara memproses kopi dengan baik. Mulai dari, budidaya kopi, panen hingga cara meroasting kopi dan menyeduhnya dengan beberapa alat manual brewing terus dilakukan. Dengan harapan para petani kopi mengetahui secara praktik.

“Sosialisasi kepada petani harus dengan praktik. Tidak cukup hanya teori. Mereka hanya perlu diyakinkan bahwa kopinya memiliki nilai jual yang sangat tinggi jika diproses dengan baik dan benar,” ucap Menel.

Berawal dari sini banyak petani kopi yang ikut dalam diskusi yang digelar setiap bulannya. Sekitar  700 petani kopi yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).

Dalam diskusinya, Menel mengajak mereka untuk memproses kopi secara baik dan benar dengan cara panen petik merah. Sehingga bisa menaikan jumlah produktivitas kopi. Semakin lebih baik dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Menurutnya, dengan cara petik merah kopi akan memiliki cita rasa yang sempurna dengan harga jual yang sesuai pasar kopi.

“Saya tanya kepada mereka, selama ini yang menentukan harga kopi siapa? Apakah penjual atau pembeli? Dari situ mereka sadar. Bahwa para petanilah yang membuat harga bukan sebaliknya,” ungkap  Menel.

Pengalaman bekerja di perkebunan kopi Nusantara dengan berbagai data dan riset, membuat Menel semakin mudah dalam memetakan lahan pertanian kopi.

Dengan peralatan yang sangat sederhana dan terbatas, ilmu tersebut diterapkan dan dipadukan dengan beberapa riset dan beberapa data sebelumnya. Kemudian didiskusikan dengan beberapa anggota di API Jawa Timur Regional Malang Raya.

Dari diskusi tersebut, muncul beberapa kesepakatan dalam proses pendampingan kopi di tiga desa di Dampit itu. Langkah tersebut dilakukan setelah melihat lingkunganya dan beberapa kemudahan dalam pengelolaan kopi. Salah satunya dengan adanya air yang melimpah.

“Pasca panen kami proses kopi mereka dengan semi wash. Karena air begitu banyak karena panas dari terik matahari tidak maksimal,” ungkapnya.

Sebelum mendampingi petani kopi, Menel menjelaskan, ia melihat Kopi Robusta di Malang merupakan salah satu kopi yang future (masa depan). Dan  kopi  Robusta  lebih tahan dari panas. Sehingga, bisa hidup dari 100 hingga 800 (meter di atas permukaan laut) Mdpl.

“Kopi Robusta di Dampit ini sangat menarik. Saya yakin, waktu itu kopi Robusta akan menjadi kopi yang layak untuk dinikmati dan dieksplor lebih dalam lagi sebagai riset dan terbukti saat ini banyak  roaster dan para ahli kopi mulai bermain di kopi Robusta,” ujar Menel.

Setelah menularkan pengalamanya dan pendampingan para petani kopi mulai dari merawat pohon kopi, pemberian pupuk, cara panen, pasca panen hingga menjadi green bean (biji kopi), hasil kopi dari tiga desa tersebut mengalami produktivitas yang sangat tinggi. Jika sebelum pendampingan hasil panen mereka hanya sekitar 100 kilogram, setelah pendampingan para petani gabungan tersebut bisa panen hingga satu sampai tujuh  ton.

Para petani kopi juga diberi garansi ketika   panen raya setiap tahunnya. Hasil kopi mereka didistribusikan langsung kepada konsumen seperti roaster, kedai kopi dan beberapa konsumen yang ada di Malang.

“Pada tahun kedua, kami membuat Pre Order (PO) bagi para konsumen. Dengan metode PO ini menjamin kepastian kepada petani tentang distribus kopinya. Sehingga petani kopi akan semakin serius dalam meningkatkan  produktivitasnya kopinya,” ungkap Menel.

Saat ini petani kopi yang berjumlah 700 orang tersebut memiliki koperasi yang diberi nama Sridonoretno. Nama ini  diambil dari ketiga nama desa yakni, Srimulyo, Sukono dan  Baturetno.

Berdirinya koperasi tersebut mengajarkan kepada petani kopi untuk bisa mengelola bisnis kopinya sendiri. Dan mereka bisa menghitung biaya-biaya mulai dari pembelian pupuk, panen, pasca panen hingga distribusi kepada konsumen yang ada di Malang Raya. Sehingga bisa menentukan harga jual di pasaran.

Selain itu, Koperasi Sridonoretno juga memberikan lapangan pekerjaan baru bagi ibu-ibu untuk panen petik merah, sortir biji dan memproses green bean sesuai dengan metodenya.

“Harapannya, para petani kopi di Malang Raya bisa mengelola kopinya dengan baik. Sehingga bisa menghasilkan kopi yang berkualitas dan mengangkat Kopi Malang lebih dikenal lagi,” ungkap Menel. (miftakhul huda/van).

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img