Cerpen Oleh Purwati
Aku ingat kita sering mengunjungi perpustakaan dekat kampusku. Aku ingat apa saja lagu favoritmu, makanan favoritmu, minuman favoritmu, dan langit favoritmu. Aku masih ingat siapa saja nama temanmu. Aku bahkan ingat keseharianmu. Selalu kuingat semua tentangmu. Selalu. Setiap hari. Setiap bulan. Setiap tahun. Selamanya.
Semua tentangmu yang kini menjadi kenangan terindah akan selalu kuingat sepanjang waktuku. Market date, trampolin date, garden date, museum date, movie date, beach date, dan masih banyak lagi. Entah harus dengan cara apa aku harus melupakanmu. Aku merasa melupakanmu dan segala kenangan indah kita adalah hal tersulit bagiku. Bahkan lebih sulit daripada mengerjakan ujian.
“Hei” sapa temanku sambil menepuk bahuku pelan. Aku yang awalnya menatap lurus ke arah gedung-gedung tinggi langsung memutar kepala untuk menatap temanku. Temanku tersenyum tipis ke arahku. Aku mengangkat kedua alisku. Seolah bertanya ada apa.
“Sedang memikirkan apa?” tanya temanku. Aku tersenyum lalu menggeleng pelan. Temanku bernama Dika. Dika ini teman sekelasku. Sedangkan aku, Sann. Namaku mirip dengan matahari dalam bahasa Inggris. Hanya saja huruf vokal u pada sun diganti dengan huruf vokal a. Jika sun memiliki satu n, maka namaku memiliki dua n. Sann Angelio adalah nama panjangku. Orang-orang sekitar lebih sering memanggilku Sann karena lebih mudah dan simple.
***
Sekarang sudah waktunya pulang kerja. Biasanya aku menjemputmu pulang dari kantor lalu kita makan malam bersama. Namun sekarang sudah tidak lagi. Aku mengambil tasku dan menyampirkan di bahuku. Kemudian keluar meninggalkan kantor. Untuk menuju ke parkiran, aku harus melewati lift dahulu. Kantorku ada di lantai tiga. Sementara parkiran di lantai dasar. Aku menekan tombol turun pada lift.
Sampailah aku di lantai dasar. Terlihat parkiran disana. Aku melangkah cepat menuju mobilku. Beberapa menit kemudian, mobilku sudah meluncur keluar ke jalanan raya. Masih terlihat lampu menyala di beberapa mall dan gedung. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku untuk mampir ke salah satu mall favoritku saat denganmu dulu. Hendak mencari makan malam disana. Kira-kira restonya masih buka apa tidak?, tanyaku dalam hati. Oh ternyata masih buka. Syukurlah.
Resto itu menjual aneka bakmi. Aku biasanya memesan bakmi kuah jika makan disini. Karena rasanya yang enak. Aku langsung memesan bakmi kuah pada pelayan. Setelah itu memilih tempat duduk paling pojok. Aku duduk sambil memandangi orang yang lalu-lalang. Samar-samar terdengar suaramu di tengah keramaian. Aku memutar kepala ke kanan dan ke kiri. Mencari asal suaramu. Dan apakah benar itu suaramu atau hanya ilusiku saja.
“Makan bakmi yuk. Bakmi disini rekomendasi banget loh” ajak seorang wanita pada temannya. Temannya pun mengiyakan ajakan wanita itu. Nah itu suaranya. Aku menoleh ke asal suara wanita itu dengan cepat. Mataku membelalak lebar. Benar dugaanku. Itu suaramu. Rupanya kamu masih suka makan di resto bakmi ini. Aku sungguh tidak menyangka.
***
Oktober 2020
Pacarku makan dengan lahap hari ini. Namun ada yang aneh dengan sikap dan mimik wajah yang ditunjukkan pada pacarku hari ini. Ada apa dengannya? Apa aku ada salah? Kurasa aku tidak melakukan kesalahan apa-apa.
“Maaf jika aku ada salah padamu” sesalku dengan nada lembut. Pacarku langsung berhenti makan dan fokus memandangiku dengan lamat. Dia menelan ludah lalu terdiam cukup lama. Dia terdiam sambil masih memandangiku. Aku mengangkat sebelah alisku. Seolah bertanya kenapa. Dia menghembuskan napas panjang.
“Aku minta putus” katanya tiba-tiba dengan raut wajah datar. Mulutku ternganga. Kedua alisku terangkat tinggi. Detak jantungku terasa kencang. Serta kedua tanganku gemetar.
“Aku sudah tidak cinta padamu” lanjutnya. Setelah berkata seperti itu, dia langsung meninggalkanku. Sedangkan aku diam mematung. Bagaimana bisa hubungan selama dua tahun bisa putus hanya karena sudah tidak cinta lagi? Aku tidak sempat menanyakan alasannya. Aku membiarkan dia pergi begitu saja.
***
“Sann” sapamu dengan nada ceria. Lamunanku terbuyar. Itu mantan pacarku. Rika namanya. Aku tidak menyangka jika aku dan dirimu akan bertemu disini. Aku melirik sekilas temanmu.
Kulihat kamu sedang berbicara dengan temanmu lalu menghampiri tempat dimana aku duduk. Siapa dia? Mungkin pacar barunya, batinku. Kini kamu duduk di hadapanku. Menatapku sambil tersenyum tipis. Tatapanmu padaku masih sama seperti awal kenal dahulu kala. Bahkan wajah cantikmu tak berubah sedikit pun.
“Apa kabarmu?” tanyamu terlebih dahulu. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali secara perlahan. Aku tak mampu menjawab pertanyaanmu. Seolah bibirku terkunci rapat. Dan aku tak tahu dimana kuncinya. Ingin kujawab aku tak baik-baik saja tanpamu. Hidupku berantakan. Ingin kujawab bahwa selama ini aku tak pernah melupakanmu sedetik pun. Ingin kujawab aku tak pernah berhenti mencintaimu. Aku selalu menunggumu disini. Bagaikan rumah yang meunggu tuannya datang. Ya. Seperti itulah perasaanku padamu. Aku menghela napas panjang.
“Baik” jawabku akhirnya. Kamu mengangkat kedua alismu. Sepertinya kamu tak percaya dengan jawaban yang kuberikan. “Aku yakin kamu tidak baik-baik saja. Karena aku juga tak baik-baik saja setelah putus denganmu” celotehmu dengan nada serius. Dari nada bicaramu seperti mengisyaratkan ingin berbicara hal serius denganku. Aku merubah posisi dudukku menjadi lebih tegap.
**
Rika tidak menduga akan bertemu dengan Sann di resto bakmi. Resto bakmi adalah salah satu tempat favorit yang sering kita kunjungi dulu. Semenjak putus dengannya, Rika masih sering mengunjungi resto bakmi tersebut. Hari ini Rika akan mengatakan sejujurnya alasan dia meminta putus dengan Sann waktu itu.
Jika dipikir-pikir, bulan ini sama dengan saat Rika meminta putus dengan Sann. Ya. Bulan Oktober. Pas sekali waktunya. Sudah tiga tahun rupanya. Butuh tiga tahun pula kita dipertemukan lagi. Rika merasa seperti diberi kesempatan oleh Tuhan.
“Aku meminta putus bukan karena sudah tak cinta lagi padamu. Tetapi karena…” berhenti sejenak. Rika sedang memikirkan serangkaian kata yang bisa dipahami oleh Sann. “Karena… aku merasa terlalu bergantung padamu. Oleh karena itu, aku mencoba lepas darimu. Namun ternyata hidupku jadi tak karuan setelah putus denganmu” lanjutnya. Sann masih mendengarkan dengan raut wajah yang serius.
“Aku tahu ini mustahil, tapi maukah kamu mengulang lagi hubungan kita dari awal?” Rika langsung bicara ke intinya. Mata Sann berputar ke kanan dan ke kiri. Mulutnya terperangah. Alisnya mengernyit. Sann tampak seperti kebingungan, heran, dan terkejut.
Seorang pelayan mengantarkan pesanan Sann. Sann mengucapkan terima kasih pada pelayan tersebut. Lalu pelayan tersebut meninggalkan kita yang sibuk dengan isi otak masing-masing. Yang sibuk menerka satu sama lain. “Beri aku waktu berpikir” sahutnya setelah terdiam cukup lama.
***
Sudah sepekan setelah pertemuanku denganmu di resto bakmi. Aku meminta waktu untuk berpikir. Aku cukup terkejut mendengar pernyataanmu. Alasan yang tak masuk akal menurutku. Kamu mengatakan padaku jika sudah mendapat jawabannya, segera hubungi nomor telepon barumu. Nomor teleponmu ganti. Aku tak tahu tentang itu. Sudah berjam-jam aku duduk di sofa, akan tetapi tak kunjung menemukan jawabannya.
Ketika mendengar pernyataanmu, aku merasa senang. Namun aku juga berpikir tentang bagaimana hubungan kita selanjutnya? Apakah Bahagia atau justru berhenti di tengah-tengah? Aku khawatir kamu meminta putus lagi.
Semalam setelah berpikir sangat lama, aku langsung menghubungi temanku untuk meminta saran. Keesokan harinya aku sudah menemukan jawabannya dan sudah yakin dengan keputusan yang kubuat sekarang. Aku mengambil ponselku untuk meneleponmu. Beberapa menit kemudian, kamu menyapaku duluan.
“Ya. Aku mau mengulang semuanya dari awal denganmu. Tolong kali ini jangan meminta putus tiba-tiba. Jangan pula meninggalkanku tanpa alasan” ucapku panjang lebar. Terdengar suara tawamu di telepon.
“Mari kita jalani hubungan yang lebih dewasa” balasmu. Kita putus di bulan Oktober dan kembali lagi di bulan Oktober. Benar-benar seperti keajaiban. (*/cerpenmu/bua)