.
Thursday, November 21, 2024

Kolaborasi Pelestarian Satwa, PKBSI Butuh Dukungan APBN dan APBD

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – 150 peserta dari Aceh hingga Papua, mewakili 58 lembaga konservasi yang tergabung dalam Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Klub Bunga Theme Park Hotel Kota Batu, pada 19-22 November 2024. Pada acara yang dibuka, Rabu (20/11) kemarin PKBSI berkomitmen untuk menjaga kelestarian satwa di Indonesia yang hampir punah.

Untuk itu Ketua PKBSI Dr. H. Rahmat Shah menekankan pentingnya kolaborasi dalam pelestarian satwa. Pasalnya satwa adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak ternilai. Sehingga semua pihak harus berperan serta dan menyadari bahwa Indonesia adalah negara terkaya kedua di dunia dalam hal flora dan fauna.

“Di Indonesia populasi flora dan fauna hampir mencapai 50 persen di seluruh dunia. Akan tetapi kesadaran terhadap pentingnya kekayaan ini masih kurang. Untuk itu lembaga konservasi yang tergabung dalam PKBSI bisa mejadi benteng terakhir untuk mencegah kepunahan dan melestarikan satwa, baik di habitat alami (in situ) maupun di luar habitat alami (ex situ),” ujar Rahmat Shah kepada Malang Posco Media.

Rahmat menyebutkan keberhasilan PKBSI dalam pelestarian beberapa satwa langka sudah cukup luar biasa. Harapannya Rakornas PKBSI 2024 bisa menjadi tonggak penting dalam memperkuat komitmen semua pihak untuk pelestarian satwa, sekaligus mendorong regulasi yang mendukung keberlanjutan lembaga konservasi di Indonesia.

“Dulu, Jalak Bali hampir punah dengan harga mencapai Rp 20 juta per ekor. Kini, populasinya meningkat, bahkan nilainya jauh lebih terjangkau. Ini menunjukkan keberhasilan edukasi dan konservasi. Saat ini PKBSI juga terus mendorong penangkaran dan pelepasliaran satwa endemik. Beberapa satwa seperti harimau Sumatera, gajah, dan komodo telah berhasil dikembangbiakkan di lembaga konservasi dan siap dilepasliarkan kembali ke habitatnya,” contohnya.

Dengan upaya lembaga konservasi sebagai tempat perlindungan terakhir bagi satwa langka. Ketika suatu hari satwa ini punah di alam liar, lembaga konservasi yang ada di Indonesia masih memiliki cadangan untuk mengembalikan mereka ke habitatnya.

Bahkan diungkap Rahmat bahwa lembaga konservasi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Ada 23.000 pekerja di sektor ini yang mengelola lebih dari 4.900 jenis satwa dan mampu menjadi tempat hiburan yang sehat dan edukatif. Lebih dari itu, lembaga konservasi juga menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar melalui peluang usaha, seperti kuliner, suvenir, dan jasa lainnya.

“Untuk itu dalam Rakornas ini, PKBSI merancang usulan Undang-Undang konservasi yang akan diajukan kepada pemerintah dan parlemen. PKBSI mendorong agar Pemerintah mengalokasi dana dari APBN atau APBD demi keberlanjutan lembaga konservasi. Pasalnya lembaga konservasi telah melakukan pelestarian hingga memberikan edukasi,” harapnya.

Apalagi sesuai UU Nomor 32 Tahun 2024 adalah Undang-Undang yang mengubah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ini juga didukung dengan diterbitkan Permen KLH tentang penyelamatan satwa sebagai landasan hukum bagi semua stakeholder, khususnya lembaga konservasi untuk melestarikan flora fauna dari kepunahan.

“Kami berharap pemerintah memberikan dukungan, misalnya melalui dana APBD atau mekanisme lain. Salah satu Pemprov yang telah memberikan pendanaan kepada lembaga konservasi di Indonesia adalah DKI Jakarta kepada Taman Margasatwa Ragunan untuk memenuhi kebutuhan pakan satwa. Ini bisa menjadi contoh bagi Pemda lainnya,” terangnya.

Sementara itu, Perwakilan Jatim Park Group Rio Imam Sendjojo juga menyoroti pentingnya dukungan regulasi pemerintah untuk keberlangsungan lembaga konservasi yang selalu menghadapi berbagai tantangan yang memerlukan kolaborasi dan dukungan, termasuk dalam aspek pembiayaan.

“Lembaga konservasi berperan penting sebagai benteng terakhir dari kepunahan satwa liar, baik yang endemik maupun eksotik. Bahkan sebagai wadah edukasi. Ketika satwa tertentu tidak lagi ditemukan di alam liar, kita masih memiliki cadangan di lembaga konservasi untuk direhabilitasi dan dilepasliarkan kembali,” terangnya.

Rio menegaskan bahwa hingga saat ini sebagian besar lembaga konservasi masih bergantung pada iuran anggota dan pendapatan dari pengunjung. Bahkan ketika ada salah satu lembaga konservasi sepi, maka PKBSI harus ikut membantu mengucurkan pendanaan untuk memberikan makan hewan di lembaga konservasi tersebut.

“Jadi dibutuhkan regulasi khusus yang mendukung lembaga konservasi melalui Undang-Undang yang memungkinkan lembaga konservasi mendapatkan bantuan dari APBN melalui Kementerian Keuangan. Belum lagi adanya rencana pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. PPN ini menjadi beban tambahan bagi lembaga konservasi. Kami berharap pemerintah mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis dari keberadaan lembaga ini, serta memberikan pengecualian pajak,” pungkasnya.(eri/lim)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img