MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar konferensi internasional, pekan lalu. Yakni 4th International Conference on Bio-Energy & Environmentally Agriculture Technology (ICONBEAT). Dilaksanakan secara hybrid. Dengan menghadirkan, Rektor Universidad Autónoma Chapingo Mexico, Amerika Dr. Jose Solis Ramirez sebagai pemateri.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Jose Solis Ramirez mengatakan, jika ingin memastikan pasokan pangan aman untuk memberi makan populasi global, khususnya dalam hal produksi protein, maka penting untuk mengembangkan rencana pembiakan yang modern dan berkelanjutan. Rencana tersebut harus mempertimbangkan berbagai tren seperti produksi, transduksi, nilai gizi, serta informasi relevan lainnya yang mempengaruhi sistem produksi secara keseluruhan. “Program ini menguntungkan dan membawa perubahan berkelanjutan dalam rata-rata generasi, efisiensi, produktivitas, dan profitabilitas usaha peternakan,” ucap Jose.
Ia mengatakan bahwa perlu adanya upaya memperkirakan parameter seleksi dan bobot ekonomi, memilih sistem perbaikan genetik, dan genotipe yang akan diproduksi. Sehingga bisa merancang sistem evaluasi, mengembangkan kriteria seleksi, merancang strategi guna menyebarkan perbaikan genetik, melakukan analisis ekonomi, dan mengkaji skema tersebut.
Selain Jose, ada sederet pemateri internasional lain yang memberikan sumbangsih penelitiannya. Seperti misalnya Prof. Dr. Ir. Budi Leksono, MP. selaku peneliti ahli senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Maximo Larry Lopez Caceres, Ph.D. dari Yamagata University, dan Prof. Francisco Alberto Garcia-Vazquez selaku Doctor of Veterinary Medicine Professor di University of Murcia.
Dalam kesempatan itu, Budi Leksono membahas perkembangan terbaru dalam energi terbarukan, khususnya biofuel berbasis kehutanan di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa krisis energi global pada 2006 memicu peningkatan harga bahan bakar fosil. Sehingga mendorong perhatian pada biofuel yang ramah lingkungan.
“Terdapat empat alasan utama untuk beralih ke biofuel. Yakni menyusutnya potensi bahan bakar fosil, peningkatan gas karon dioksida yang menyebabkan pemanasan global, polusi udara akibat pembakaran bahan bakar fosil, serta pencemaran tanah dan air,” jelasnya.
Ia juga membahas pengembangan biofuel dari hutan Indonesia, dengan fokus pada tanaman seperti kelapa sawit, kastuba, dan lainnya. Perkembangan teknologi biofuel, terutama dari tanaman non-pangan, dihadapkan pada sejumlah kendala. Tantangannya termasuk di aspek sumber daya serta produktivitas rendah di usia awal tanaman. Selain itu juga biaya produksi tinggi dan kebutuhan untuk kerjasama lintas sektor.
Langkah-langkah menuju pengembangan industri biofuel berbasis hutan diuraikan dalam presentasinya. Misalnya saja dengan penelitian genetika, propagasi tanaman, dan penggunaan limbah industri. Kemitraan dengan perusahaan perkebunan energi dan perusahaan perbenihan hutan diperlihatkan sebagai langkah konkrit untuk mewujudkan produksi biofuel skala industri.
“Saya tentu berharap pengembangan biofuel dari hutan diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca dan mendukung keberlanjutan energi. Langkah ini juga sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam pemanfaatan energi terbarukan,” pungkas Budi. (imm)