MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Capaian Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kota Batu merosot drastis. Dari data yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kota Batu harus terjun bebas dari peringkat 7 di tahun 2023 ke peringkat 131 di tahun 2024 secara nasional.
Capaian IKLH Kota Batu tersebut dibenarkan oleh Kepala DLH Kota Batu Dian Fachroni. Menurutnya anjloknya peringkat capaian IKLH Kota Batu secara nasional karena pengelolaan sampah yang tidak sempurna, dimana hampir seluruh sampah anorganik dan residu di Kota Batu dibakar di masing-masing desa/ kelurahan.
“Merosotnya capaian IKLH Kota Batu dari peringkat 7 di tahun 2023 ke peringkat 131 di tahun 2024 secara nasional dikarenakan pembakaran sampah. Sehingga akibat pembakaran yang dilakukan hampir di tiap desa/ kelurahan menyebabkan polusi udara karena asap yang dihasilkan mengandung berbagai bahan kimia berbahaya,” ujar Dian kepada Malang Posco Media, Senin (28/4) kemarin.
Melihat permasalahan tersebut, pihaknya bakal menjalankan beberapa program yang akan dilakukan. Khususnya dalam menangani pengelolaan sampah di tingkat desa/ kelurahan. “Pak Wali dan Wawali telah berkomitmen mengubah situasi itu. Ini telah kami mulai dari pemetaan masalah, diketahui bahwa 60 persen sampah di Kota Batu merupakan sampah organik, 20 persen anorganik dan 20 persen residu,” terangnya.
Sehingga fokus utama diarahkan pada penanganan sampah organik melalui dua pendekatan. Pertama pembangunan bio komposter berkapasitas 4 ton/ hari di 21 ruas jalan protokol, menggunakan sistem swakelola tipe 1 dengan belanja material dan tukang langsung oleh dinas.
“Kemudian pembangunan rumah kompos berbasis dusun (750–1000 KK) sebagai proyek percontohan desa yang dilakukan melalui swakelola tipe 4. Yakni oleh kelompok masyarakat (Pokmas) yang ditunjuk langsung oleh kepala desa/ lurah. Untuk proyek rumah kompos ini, anggaran sebesar Rp 200 juta per titik dialokasikan ke 24 titik, menggunakan mekanisme percepatan lewat APBD Perubahan 2025,” terangnya.
Dian menerangkan bahwa per hari sampah yang diproduksi di Kota Batu mencapai 120-130 ton. Dengan 60 persen sampah organik, 20 persen anorganik dan 20 persen residu. “Untuk sampah residu sekitar 40 ton ini yang belum dikelola dengan baik di TPST 3R yang ada beberapa di desa/ kelurahan. Pasalnya TPST 3R tersebut hanya mampu mengelola sampah non insinerasi atau metode pengelolaan limbah yang tidak melibatkan pembakaran masih 5 ton dari 40 ton. Sehingga yang 35 ton dibakar,” terangnya.
Sehingga lanjut dia, dalam menyelesaikan pengelolaan sampah residu ke depan akan dilakukan menggunakan incinerator di TPA Tlekung. Dengan pengelolaan sampah residu yang terpusat di TPA Tlekung diharapkan sampah residu di Kota Batu tidak dibakar dengan pola yang ada di desa/ kelurahan dan mengakibatkan polusi udara.(eri/lim)