Ayo Lapor di Platform JAGA Kampus
Akhirnya Aturan Penerimaan Maba Direvisi
MALANG POSCO MEDIA- Penerimaan mahasiswa baru (maba) Jalur Mandiri Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terus disorot. Setelah Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf usul hapus Jalur Mandiri, kini jadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Untuk diketahui, Jalur Mandiri merupakan jalur penerimaan maba dengan biaya besar. Bahkan super wow. Itu tergantung fakultas atau prodi dan universitas. Di satu sisi PTN memang butuh biaya untuk operasional lembaga namun di sisi lain rawan disalahgunakan.
Kini semua pihak melakukan berbagai upaya pencegahan korupsi.
KPK bahkan meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) audit terbatas secara cepat PTN penyelenggara Jalur Mandiri. Tujuannya memetakan kelemahan proses penerimaan maba Jalur Mandiri.
“Pelaksanaan audit dapat bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” kata Plt Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding dalam siaran pers yang dikirim kepada Malang Posco Media, Senin (29/8) kemarin.
Permintaan audit Jalur Mandiri merupakan salah satu rekomendasi hasil rapat koordinasi KPK dengan Kemendikbudristek. Rapat itu digelar Jumat (26/8) pekan lalu. Pembahasan tersebut merupakan upaya perbaikan proses penerimaan maba PTN Jalur Mandiri. Itu setelah KPK operasi tangkap tangan (OTT) Rektor Universitas Lampung Prof Dr Karomani dan sejumlah pejabat PTN tersebut. OTT yang dilakukan Jumat (19/8) lalu itu terkait dugaan suap dan gratifikasi penerimaan maba Jalur Mandiri.
Lebih lanjut Ipi mengatakan rekomendasi lain yang diberikan yakni Kemendikbudristek memperbaiki regulasi dan mekanisme penerimaan maba Jalur Mandiri atau non reguler.
Kemendikbudristek diminta menyusun panduan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penerimaan maba Jalur Mandiri. Panduan berisi antara lain ketentuan membuka informasi tentang jumlah kursi atau kuota yang tersedia. Selain itu indikator atau kriteria penentuan kelulusan, seleksi berbasis akademik melalui tes yang dilakukan secara mandiri, konsorsium atau menggunakan hasil tes lainnya. Juga transparansi terkait kuota untuk kelompok afirmasi.
“Rekomendasi lainnya, proses penerimaan mahasiswa baru Jalur Mandiri agar dilakukan secara digital. Digitalisasi dalam rangkaian proses penerimaan mahasiswa baru akan lebih memberikan kepastian, transparansi dan mempercepat,” jelas Ipi.
Selain itu lanjut dia, memperkuat pengawasan dan mendorong pelibatan partisipasi masyarakat untuk menyampaikan laporan melalui kanal pengaduan baik yang dikelola oleh Kemendikbudristek maupun melalui platform JAGA Kampus yang dikelola KPK.
KPK juga memandang pentingnya memperkuat regulasi yang ada. Dalam kesempatan tersebut KPK memberikan sejumlah masukan terkait rancangan Peraturan Menteri Dikbudristek tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Diploma dan Program Sarjana pada PTN yang merupakan revisi atas Permendikbud No. 6 Tahun 2020 yang saat ini sedang dalam proses oleh Kemendikbudristek.
“Hasil revieu dan masukan KPK yang dituangkan dalam beberapa pasal rancangan permen tersebut di antaranya terkait pentingnya mengatur dan menambahkan tentang prinsip bebas benturan kepentingan termasuk gratifikasi dan kejelasan hubungan relasional, digitalisasi pada seluruh rangkaian proses,” jelasnya.
“Juga metode standar seleksi mandiri, kejelasan proporsi afirmatif pada setiap jenis seleksi; serta perlunya pembinaan dan pengawasan holistik dalam seluruh tahapan mulai dari perencanaan, persiapan, penetapan kriteria, proses seleksi, pengumuman, hingga masa sanggah,” sambung Ipi.
Rapat yang dihadiri Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan beserta jajaran pada Direktorat Monitoring KPK dan tim pengkaji terkait. Di antaranya Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Nizam, Inspektur Jenderal Chatarina M. Girsang, Dirjen Pendidikan Vokasi Lili Yuliati beserta jajaran Kemendikbudristek lainnya menyepakati untuk menindaklanjuti rekomendasi KPK.
“Kemendikbudristek dan KPK berkomitmen memperbaiki tata kelola penerimaan maba melalui Jalur Mandiri dengan harapan upaya-upaya perbaikan akan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, serta memberikan kesempatan yang terbuka bagi calon mahasiswa bersaing secara adil dan bebas dari korupsi,” kata Ipi.
Itu dikhususkan untuk fakultas-fakultas yang menjadi tujuan mayoritas masyarakat atau tingkat minat tinggi. Seperti fakultas kedokteran, teknik, ekonomi dan lainnya.
Sebelumnya Komisi X DPR mendorong pemerintah segera memperbaiki tata kelola penerimaan maba PTN. Kasus penerimaan mahasiswa di Universitas Lampung (Unila), harus menjadi cambuk untuk perbaikan tata kelola penerimaan mahasiswa PTN.
“Keleluasaan kampus dalam menerima mahasiswa baru lewat Jalur Mandiri perlu mendapat perhatian dari pemerintah pusat agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan pejabat di PTN di seluruh wilayah Indonesia,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf dalam keterangan persnya seperti dilansir dari www.dpr.go.id
Menurut politisi Partai Demokrat tersebut, pemerintah bersama PTN di seluruh wilayah Indonesia harus menyadari bahwa sejatinya Jalur Mandiri adalah afirmasi untuk mahasiswa atau calon maba dengan kebutuhan khusus. Misalnya dari daerah tertinggal, mahasiswa tidak mampu, atau terkendala persoalan lainnya. Dede bahkan mengusulkan agar penerimaan jalur mandiri dihapuskan.
“Baiknya memang jalur mandiri di PTN itu dihapus saja. Diganti dengan test seleksi resmi, gelombang 1, 2, dan 3. Dengan biaya semester progresif, jadi jelas dan terukur. Sehingga tidak terjadi lobi-lobi bawah tangan. Dan transparan penggunanya,” kata Dede.
Bahkan menurut dia tak hanya dalam penerimaan maba saja namun juga dalam proses kelulusan, memperoleh gelar akademik, maupun dalam kenaikan pangkat di lingkungan PTN.
Sementara itu untuk jalur afirmasi, lanjut Dede, harus diperuntukkan untuk siswa berbakat dalam bidang non akademik seperti olahraga, Pramuka, seni dan sebagainya. Kemudian juga untuk siswa berkebutuhan khusus dan atau mahasiswa dari daerah 3T. Ia mengingatkan jangan sampai dunia akademis tercoreng karena adanya segelintir orang yang memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya sehingga melakukan cara-cara yang tidak transparan untuk kepentingan pribadi.
“Patut diingat, seluruh warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas, baik melalui Jalur Mandiri atau pun regular. Jangan sampai perilaku koruptif pejabat kampus merampas hak-hak warga negara atas pendidikan,” pungkas Dede. (van)