MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kondisi pandemi mau tidak mau pembelajaran harus menggunakan media online. Dan metode belajar ini akan mewarnai sistem pendidikan hingga di masa mendatang. Sudah banyak strategi-strategi yang dikembangkan di dunia pendidikan. Salah satunya, Learning Management System (LMS) yang berkembang dengan berbagai macam model E-Learning.
Dosen Universitas Brawijaya (UB) Aulia Luqman Aziz, S.Pd., M.Pd mengatakan, pembelajaran bukan hanya masalah ilmu yang ditransfer, tetapi ada hal lain yang tidak akan didapatkan melalui metode daring, misalnya pendidikan karakter, cara berbicara dan bersikap, sopan santun, adab belajar, kedisiplinan, dan keteladanan lainnya. “Oleh sebab itu, interaksi guru dan murid sangat berdampak besar,” katanya.
Luqman mengungkapkan, adanya interaksi guru dan murid juga membantu seorang pendidik dalam proses pembelajaran. Serta mengarahkan peserta didik untuk dapat mengembangkan bakat dan minat mereka. Terutama bagi peserta didik di desa yang kurang bisa mendapatkan akses internet untuk pembelajaran daring.
Ia menuturkan, bahwa kecerdasan anak bermacam-macam. Ada yang suka berinteraksi dengan alam sehingga dapat menjadi ahli geologi atau biologi. Tetapi ada juga yang lebih suka berada di perpustakaan mempelajari teori, bisa menjadi ahli matematika.
“Setiap anak sudah diberi kemampuan masing-masing. Dan memiliki kecerdasan yang diberikan Tuhan, tugas pendidik adalah mengarahkan peserta didiknya untuk mengembangkan dan mengupgrade keunggulan mereka,” sambungnya.
Menurut Luqman, perlu adanya perubahan fokus yang awalnya guru sebagai ujung tombak ilmu atau teacher centered learning, menjadi student centered learning, yakni pusat belajar ada di siswa, dan guru sebagai fasilitator. Mengingat saat ini berbagai kemudahan mendapatkan ilmu karena kemajuan teknologi. Lalu, guru harus mulai mengubah mindset tidak lagi menjadi sumber ilmu utama tetapi seorang fasilitator.
Sesuai dengan prinsip pendidikan yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara, yakni Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Dengan guru sebagai fasilitator pembelajaran adalah dalam rangka memenuhi gagasan Tut Wuri Handayani tersebut.
“Juga disebut dengan metode inquiry, yakni guru memberi dorongan berupa permasalahan, kemudian murid mencari jawaban, dan menyampaikan hasil pencaritahuannya kepada guru dalam bentuk tugas, project, portofolio, makalah, atau esai,” papar pria yang juga editor bahasa dan konsultan jurnal ini.
Luqman menambahkan jika metode-metode tersebut telah diterapkan di Universitas Brawijaya (UB) dengan nama Problem Based Learning (PBL), di mana dosen memberi permasalahan yang sifatnya real dan bersinggungan dengan keadaan nyata, dan mahasiswa mencari solusi atau alternatif pemecahan masalahnya.
Kemudian, ada Case Based Method. Yakni mahasiswa diberikan kasus untuk kemudian harus melaksanakan project, diskusi, dan membuat laporan pengerjaan kasus tersebut. Dengan metode tersebut, murid otomatis juga akan mengubah mindset menjadi seorang pencari ilmu yang aktif, tidak lagi pasif. (mda/imm)