spot_img
Saturday, May 18, 2024
spot_img

Kredit Bermasalah Turun 0,75 Persen

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA- Kredit bermasalah di wilayah kerja OJK Malang mengalami penurunan 0,75 persen. Itu terhitung per Juli 2022 hingga Juli 2023.

Data dari OJK Malang menunjukan pada Juli 2022 persentase kredit bermasalah ada di angka 3,50 persen. Sementara  Juli tahun 2023 mengalami penurunan menjadi 2,75 persen.

Untuk diketahui wilayah kerja OJK Malang yakni Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu, kabupaten dan kota Probolinggo, kabupaten dan kota Pasuruan. 

Kepala OJK Malang Sugiarto Kasmuri saat ditemui oleh Malang Posco Media mengungkapkan penurunan tersebut merupakan indikasi bahwa tren kredit bermasalah semakin menurun setiap tahunnya.

Sementara untuk total kredit keseluruhan mengalami pertumbuhan sebesar 12,17 persen secara year on year (yoy), dari Rp 78,28 triliun menjadi Rp 87,81 triliun.

“Melihat data tersebut, jumlah kredit bermasalah masih cukup kecil dibandingkan dengan total nilai kreditnya. Kalau kita perhatikan, penyumbang NPL (Non Performing Loan) atau kredit bermasalah di sektor ekonomi khususnya itu paling tinggi ada pada sektor perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan,” bebernya.

Kredit bermasalah di sektor ekonomi pada perdagangan besar dan eceran menunjukan angka Rp 846 miliar atau secara rasio  sebesar 0,96 persen terhadap total kredit bermasalah. Sementara untuk industri pengolahan, menyumbangkan persentase sebesar 0,37 persen atau sebesar Rp 324 miliar.

“Kalau dari sisi jenis penggunaan kredit, terbesar ada pada jenis kredit modal kerja. Secara angka itu menyumbang sebesar Rp 1,47 triliun jika ditinjau secara persentase rasio ada di angka 1,67 persen,” ujarnya.

Namun secara baki debet atau jumlah sisa pokok pinjaman pada waktu tertentu di luar bunga dan denda, Kredit Modal Kerja mendapatkan penyaluran yang paling besar. Yakni mencapai Rp 40,53 triliun.

Sementara untuk penyelesaian dari kredit bermasalah, menurutnya harus diselesaikan secara case by case. Tergantung permasalahan dari masing-masing debitur. Selama masa pandemi Covid-19, debitur-debitur diberikan waktu yang cukup untuk menikmati relaksasi, yakni adanya restrukturisasi kredit.

“Relaksasi dan restrukturisasi tersebut sudah berakhir pada Maret  2023 yang lalu. Tapi sekarang masih  ada yang diberikan sampai Maret 2024, namun sifatnya segmented. Hanya sektor tertentu saja salah satunya yakni jenis kredit pada UMKM,” terangnya.

Pasca berakhirnya restrukturisasi menjadi hal yang harus diantisipasi oleh pihak perbankan. Restrukturisasi  bersifat sementara. Sehingga ketika kondisi kembali  normal, maka secara ketentuan, perhitungan terhadap skema pembayaran, kualitas kredit dan kolektibilitas harus disesuaikan dengan kesepakatan akhir.

“Misalnya debiturnya tidak bisa kembali lagi atau masih mengalami kesulitan, tentu penyelesaiannya bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya langkah terakhir oleh pihak bank berupa eksekusi jaminan. Tapi itu semua dilakukan jika langkah-langkah persuasif dan penyehatan sudah tidak menemui titik terangnya lagi,” kata Sugiarto.

Dilanjutnya, berdasarkan data yang didapatkan OJK Malang, secara umum rasio kredit bermasalah tidak terlalu tinggi dibandingkan wilayah lain. Sehingga ini membuat perbankan semakin confident dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat, baik kredit baru ataupun penambahan fasilitas.

“Karena jika kredit bermasalahnya kecil, itu menunjukan bahwa daya bayar atau kemampuan kapasitas membayar dari masyarakat yang menjadi debitur bank menjadi baik. Berbeda jika NPL tinggi, di atas lima persen, bank akan cenderung hati-hati dan mengerem penyaluran kredit,” paparnya.

Dengan adanya kredit bermasalah di bawah tiga  persen tersebut, bisa menjadi momentum yang bagus untuk industri perbankan di wilayah kerja OJK Malang, agar pertumbuhan kredit semakin lebih baik di akhir tahun.

“Karena pertumbuhan kredit ini menjadi penopang dan daya dukung untuk pertumbuhan ekonomi di daerah. Pertumbuhan kredit khususnya di modal kerja akan menggerakan sektor-sektor ekonomi di daerah, khususnya di wilayah Malang Raya. Imbas akhirnya ada pada pertumbuhan ekonomi yang baik,” jelasnya.

Disamping pertumbuhan ekonomi yang baik, juga perlu adanya tindakan pencegahan inflasi agar tidak melambung tinggi. Sehingga pertumbuhan tersebut tetap bermakna, pertumbuhan ekonomi tinggi dan inflasi dapat dikendalikan. (adm/van)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img