MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Pembunuhan sadis yang dilakukan Samidi, 55, kepada Husairi, 60, tetangganya di Desa Ganjaran, Kecamatan Gondanglegi karena santet atau ilmu hitam, sulit untuk dibuktikan. Ini dikatakan Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI), Fachrizal Afandi.
Menurutnya, tindakan menyantet orang tidak bisa dibuktikan. Fakta paling jelas ada bentuk pembunuhan yang menghilangkan nyawa Husairi. “Kalau pembunuhannya jelas, tetap kena pasal pembunuhan biasa. Jika direncanakan, maka polisi menggunakan pasal pembunuhan berencana,” ujar dosen FH Universitas Brawijaya ini.
“Tapi kalau misalnya yang dibunuh itu melakukan santet, tidak bisa dibuktikan atau susah membuktikannya,” jelas Fachrizal. Menurut dia, perbuatan Samidi sudah tepat digolongkan dalam pembunuhan berencana sesuai dengan Pasal 340 KUHP karena adanya persiapan Tindakan, sebelum kejadian dengan tujuan hingga menghilangkan nyawa.
Kriminolog itu menuturkan jika hal seperti santet selama ini tak pernah diatur di beberapa negara. Di Indonesia sendiri baru mengatur mengenai hukum tindakan santet dalam UU KUHP terbaru. “Di KUHP baru (2023) memang ada pasal santet. Namun, pasal santet hanya bisa diterapkan pada orang yang mengaku bisa melakukan santet, mengaku bisa ilmu hitam,” ungkapnya.
Menurutnya, santet atau ilmu hitam serupa merupakan kepercayaan masyarakat tradisional. Kondisi tingkat pendidikan yang kurang menyentuh wawasan masyarakat juga berpengaruh. Ia menegaskan kembali jika seseorang mengaku memiliki ilmu santet atau melayani jasa, maka baru dapat dipidana.
Soal dendam lama yang masih tersimpan, menurutnya, bisa hilang jika kedua belah pihak saling berjauhan. Namun, jika korban dan pelaku masih berada dalam satu lokasi, dendam itu akan muncul kembali begitu ada pemicu. “Pada kasus pembunuhan di Ganjaran, motif yang dimaksud itu tidak dapat dibuktikan,” terangnya. (tyo/mar)