.
Friday, November 22, 2024

Kudeta Ruang Publik

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Kawasan perkantoran elit di jantung segitiga emas Jakarta dikudeta anak-anak remaja kampung. Kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) tiba-tiba riuh dengan hadirnya anak-anak muda yang datang menunjukkan eksistensinya. Kawasan mewah itu akhirnya diduduki oleh sekelompok anak muda yang butuh ruang publik yang inklusif. Tak hanya di Jakarta, sejatinya ketersediaan ruang publik yang inklusif menjadi kebutuhan di setiap kota.

Beberapa remaja penyangga kota Jakarta seperti dari Citayam, Bojonggede, Depok, dan Bekasi menyita perhatian. Anak usia belasan tahun itu tampil dengan pakaian nyentrik. Mereka tak segan bergaya bak model dan menjadikan zebra cross sebagai arena catwalk. Inilah fenomena catwalk jalanan di kawasan Dukuh Atas Jakarta Pusat. Jadilah istilah Citayam Fashion Week menggema dan jadi perbincangan banyak orang.

Kreativitas para remaja ini tak lepas dari dunia media sosial (medsos). Banyak di antara mereka yang melakukan fashion show jalanan ini berharap ada yang menjadikannya konten. Mereka dengan sengaja berlenggak-lenggok di penyeberangan jalan mengundang orang untuk memfoto atau memvideokan. Mereka berharap ada pula yang mewawancarainya demi konten di YouTube, TikTok, Instagram, dan aneka platform medsos yang lain.

Setelah sekitar dua pekan fenomena Citayam Fashion Week bermunculan artis dadakan. Sebut saja misalnya Jeje Slebew yang wajahnya mirip Fuji An. Muncul pula nama Bonge yang viral gegara video wawancaranya masuk televisi nasional dan digaet banyak selebritis tanah air.

Ada pula Roy, remaja yang memutuskan tak sekolah dan beralih bekerja menjadi kreator konten medsos. Nama Kurna juga viral karena jadi pacar Bonge yang sekarang banyak digaet media untuk bikin konten.

Kini para remaja yang datang ke kawasan BNI City Sudirman itu terus mengalir dari banyak tempat. Bahkan kini mereka yang berasal dari luar daerah penyangga Jakarta juga banyak yang datang. Jadilah wilayah itu menjadi semacam destinasi wisata baru. Wisata yang memanfaatkan sebuah kawasan ruang publik sebagai ajang unjuk kreativitas dan tunjukkan eksistensi diri.

Dicari, Ruang Publik Inklusif

Ada ratusan bahkan ribuan anak muda yang memadati kawasan Jakarta Pusat, mulai dari Sudirman, Gatot Subroto, dan sekitarnya untuk menggelar fashion show dengan selera fashion-nya masing-masing. Mereka membuat jalan-jalan di Jakarta Pusat menjadi hidup sebagai fashion catwalk jalanan. Fenomena Citayam Fashion Week adalah salah satu bukti demokratisasi jalan.

          Fenomena yang diplesetkan dengan Sudirman, Citayam, Bogor, Depok (SCBD) merupakan bentuk demokratisasi jalan dalam memberi ruang alternatif pada semua kalangan masyarakat untuk berinteraksi dan berkegiatan. Inilah ruang ketiga yang merupakan tempat publik untuk menyetarakan seluruh elemen masyarakat agar dapat berinteraksi. Ruang publik berupa jalan terbukti bisa menjadi catwalk ala para remaja Citayam dan sekitarnya.

          Peragaan busana bukan lagi dominasi mereka yang kaya. Catwalk untuk unjuk fashion dan dandanan ternyata juga bisa di pinggir jalan. Catwalk tak mesti di hotel-hotel mewah. Pelakunya pun tak harus peragawan dan peragawati profesional. Di pinggir jalan dan penyeberangan itu justru dimanfaatkan sebagai catwalk bagi para model kampung yang kepingin eksis.

          Semua orang memang boleh menggunakan fasilitas yang sifatnya umum atau publik. Kawasan seperti taman kota atau ruang publik yang lain memang disediakan bagi masyarakat luas. Siapa saja tentu boleh memanfaatkan areal publik dengan tetap menjaga ketertiban dan aturan yang berlaku. Tak hanya bagi kelompok yang mampu, kelompok termarjinalkan juga punya hak yang sama dalam memanfaatkan ruang publik yang inklusif.

          Ruang-ruang publik yang inklusif yang dapat mewadahi kelompok masyarakat pinggiran inilah yang belum banyak disediakan di sejumlah wilayah. Padahal melalui ruang-ruang yang inklusif itulah akan berkembang ruang interaksi, diskusi, dan saling unjuk kreativitas masyarakat. Taman-taman kota, ruang terbuka hijau, dan ruang yang bisa menjadi titik kumpul dan bertemunya masyarakat perlu ditambah.

          Melalui beberapa tempat umum itulah masyarakat bisa berkumpul, foto selfie, membuat konten video, dan aneka cara kreatif lain demi konten mereka di medsos. Di sinilah tempat-tempat indah itu akhirnya tersebar viral dan secara tak langsung dapat menjadi promosi sebuah kota. Maka tak keliru kalau banyak kota membangun taman-taman yang instagramable yang cocok buat foto dan konten video.

Demi Medsos

        Di era medsos saat ini, banyak orang kepingin bisa viral. Tak sedikit orang berburu konten agar bisa viral. Demi viral, segala cara ditempuh sekelompok orang. Demi terkenal dan eksis, sejumlah orang rela melakukan ulah aneh.

          Demi viral, orang rela menempuh perjalanan cukup jauh agar bisa beraksi di catwalk jalanan. Melalui beragam platform medsos tak sedikit orang mencari perhatian, berebut pengikut (followers), mengemis subscriber, berharap dapat Like, Comment, dan beragam respon baik dari khalayak.

        Tak sedikit orang ingin terkenal dan populer di medsos dalam waktu singkat. Segala cara ditempuh demi terkenal dan memiliki banyak pengikut. Memang benar melalui medsos sejumlah orang bisa terkenal dan mendapatkan banyak uang dari popularitasnya tersebut. Namun pembuat konten medsos yang materinya bagus dan bermanfaat hingga mampu mendongkrak popularitas pemiliknya jumlahnya tak banyak.

        Banyak pengguna medsos berilusi bisa menjadi terkenal secara instan. Medsos itu media di dunia maya, bukan di alam nyata. Karena maya, maka sifatnya semu, atau ilusi semata. Dunia maya sejatinya tak serupa dengan alam nyata. Ilusi popularitas yang dicipta medsos inilah yang menjadikan banyak orang tertipu. Medsos telah menyajikan konten yang melebihi dari realitas yang sesungguhnya (hiperealitas). Inilah yang tak disadari banyak orang.

Apa yang tersaji di medsos itu sejatinya realitas yang direkayasa. Artinya, interaksi di medsos telah mendukung dan menciptakan situasi ketidakjujuran. Kebohongan yang sudah terlanjur viral di medsos bisa jadi justru diyakini sebagai sesuatu yang benar. Dan dari ruang-ruang digital itulah yang dijadikan remaja sebagai referensi. Tren metrosentrik menjadi referensi budaya anak-anak remaja zaman sekarang.

        Fenomena Citayam fashion week memberi banyak pelajaran bagi pentingnya mengelola dan merawat ruang publik yang inklusif. Pentingnya menyediakan ruang kreativitas terutama buat para remaja. Ruang-ruang pertemuan dunia nyata yang berpadu menjadi aneka konten dunia maya itulah yang saat ini banyak dibutuhkan masyarakat.

        Kudeta ruang publik elit di SCBD Jakarta oleh para remaja Citayam dan sekitarnya sesungguhnya bisa terjadi pula di daerah lain, termasuk di Malang.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img