MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Wisata Kayutangan Heritage tidak saja bicara tentang pedestrian dan lampu klasik di koridor Kayutangan. Justru, banyak sekali spot bernilai heritage berada di dalam kampung, yang kini dikenal Kampung Kajoetangan Heritage.
Misalnya ada rumah jengki, rumah 1870, omah lawas, rumah cerobong dan banyak lainnya. Selain itu, di dalam kampung juga sudah mulai dibangun dengan adanya lampu lampu klasik sederhana.
“Kami merintis kampung wisata itu sejak 2017. Awalnya masih mengangkat wisata Mbah Honggo saja, kemudian ada inisiator dari luar dan melihat potensi di kampung, kemudian 2017 itu kita mengarah ke wisata heritage. Jadi dari wisata religi (Mbah Honggo) jadi wisata heritage,” terang Ketua Kelompok Sadar Wisata Kampung Kajoetangan Heritage Mila Kurniawati.
Dari situlah, kemudian ia mengajak keterlibatan masyarakat dari mulai sosialisasi hingga pelatihan banyak ia lakukan. Ketika awal di launching pada 2018, ia pun sempat kaget karena animo masyarakat dirasa cukup banyak.
“Waktu itu koridor belum terlalu ramai, masih belum ada lampu-lampu itu. Di kampung sudah mulai booming, pernah kita mencatat ada 5.000 kunjungan dalam satu bulan. Dan itu hanya tercatat di satu akses masuk kampung saja lho,” ungkap Mila.
Apalagi dengan adanya penataan dan pembangunan zona 1 hingga zona 3. Dengan daya tarik lampu klasik dan adanya live musik, ia mengaku hal tersebut sedikit banyak masih bisa memberi dampak untuk wisata di dalam kampung.
“Ya tetap saja ada yang awalnya dia hanya jalan-jalan saja di koridor, ternyata ketika menoleh dia kemudian tertarik ke dalam (kampung, red). Oh ternyata ada wisata lagi di dalam. Dan itu kita bikin pembeda, apa yang tidak ada di koridor, itu bisa ditemukan disini banyak sekali,” tegasnya.
Meski kemudian terkena dampak pandemi dua tahun lalu, namun wisata di Kampung Kajoetangan Heritage tetap masih bergeliat. Bahkan tidak kalah dibanding kampung wisata lainnya. Dan ini terus berlanjut hingga sekarang dimana sarana prasarana pendukungnya terus dibangun.
“Kami rata rata masih 500-an pengunjung tiap bulan. Itu juga masih tercatat hanya dari satu akses masuk saja. Maka ini juga jadi PR kita sudah sampaikan ke pemerintah, bagaimana akses masuknya, akses parkirnya, semoga bisa segera difasilitasi,” beber Mila.
Ramainya Kayutangan juga menjadi berkah tersendiri bagi pelaku usaha. Salah satunya seperti Kafe Bendhoel yang berada di sisi Jalan Basuki Rahmat depan Gang 4. Selama berjualan kopi dan minuman, ia mengaku pendapatannya melonjak cukup drastis.
“Waktu sebelum ramai-ramai itu, adik saya yang mengelola. Baru kemudian saat pandemi itu saya yang mengurus. Alhamdulillah ada kenaikan, ya maksimal masih 50 persenan (kenaikannya). Jadi benar-benar terasa efeknya apalagi waktu ada acara itu lebih ramai lagi,” kata Ani, pengelola Kafe Bendhoel.
Ani menceritakan, mereka yang berkunjung ke kafenya kebanyakan adalah wisatawan dari luar daerah. Mampir cukup lama di tempatnya untuk beristirahat dan menikmati malam di Kayutangan.
“Kami hanya jual minuman saja, makanan berat tidak. Alhamdulillah kok, kalau bisa ditambah lagi ada dekorasi dekorasi heritage, supaya makin banyak pengunjung,” tandasnya. (ian/aim/hms)