TANYA: Assalamu’alaikum Wr. Wb. Mohon pencerahannya, saya ingin berkurban untuk orangtua saya yang sudah meninggal, tetapi banyak informasi yang mengatakan bahwa kurban untuk orang yang sudah mati itu tidak boleh. Sebetulmya bagaimana hukumnya menyembelih KURBAN untuk orang tua yang telah meninggal itu boleh atau tidak?
Wenny, Sawojajar, +628256780xxxx
JAWAB: Waalaikumussalam Wr. Wb. Untuk diketahui, bahwa berkurban adalah amal sunnah bagi orang yang masih hidup. Karenanya bila ada yang menjelaskan bahwa berkurban untuk orang mati itu tidak boleh, penjelasan itu tidak bisa disalahkan. Namun bila orangtua yang meninggal itu memberi wasiat sebelum wafat, maka hal ini diperkenankan. Hanya saja dalam kitab Majmu dinyatakan bahwa menyembelih korban untuk orang lain maka wajib dishadaqahkah dagingnya secara keseluruhan.
Namun sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia diperkenankan meski tidak meninggalkan wasiat sebelumnya. Menurut perspektif ulama yang memperbolehkan, kurban pada orang yang sudah meninggal termasuk dalam katagori shadaqah. Karena shadaqah atas nama orang mati hukumnya boleh sebagaimana pesan Rasulullah SAW yang terekam dalam Sahih Muslim dan diriwayatkan oleh Abu Hirairoh: ”Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal : dari shadaqah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” maka berkurban untuk orang yang sudah meninggal diperkenankan.
Pendapat yang menyatakan bahwa kurban seseorang yang ditujukan untuk orang yang sudah meninggal itu sama dengan shadaqah, tidak jauh berbeda dengan pernyataan Imam Nawawi bahwa; ”Doa yang dipanjatkan, pahalanya akan sampai kepada orang yang sudah meninggal demikian halnya dengan shadaqah, dan kedua hal tersebut adalah ijma para ulama.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi 11/122).
Pernyataan ini diulang oleh Imam Nawawi dalam al-Majmu’ ”Para ulama telah sependapat bahwa doa seseorang kepada orang yang sudah meninggal akan sampai kepadanya demikan pula halnya dengan shadaqah yang ditujukan kepada orang yang meninggal, pahalanya akan sampai kepadanya dan tidak mesti orang itu harus anaknya. (Al Majmu’ 15/522).
Dengan adanya dua pendapat ini, masyarakat dapat memilih salah satunya yang diyakini. Namun bila mengacu pada prinsip “al-khuruju min al-khilaf mustahab” menghindari dua pendapat yang bertentangan itu dianjurkan, masyarakat dapat menggunakan cara tetap berkurban untuk diri sendiri tetapi pahalanya dihadiahkan kepada orangtua yang sudah meninggal. Cara ini disepakati oleh dua ulama yang berbeda pendapat.
Cara ini juga bisa digunakan untuk kurban urunan, seperti di sekolah-sekolah. Kambing yang seharusnya hanya cukup untuk satu orang, tetapi karena urunan sekuatnya, 100 orang hanya bisa membeli satu kambing. Maka mereka yang urunan bisa menghadiahkan uangnya untuk seseorang, si A upama. Kemudian dibelikan kambing dan si A saat menyembelih kurbannya meniatkan: “Kurban ini pahalanya saya niatkan untuk orang-orang yang menghadiahkan uang untuk membeli kambing kurban ini.” Cara ini dijelaskan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin. Semoga dapat dipahami. (*)