spot_img
Tuesday, July 1, 2025
spot_img

Lanjutan Perkara Dugaan TPPO PT NSP, JPU Hadirkan Tiga Saksi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Bentuk pembuktian dan memperkuat dakwaan dalam kasus dugaan TPPO oleh petinggi PT NSP Cabang Malang, JPU Kejari Kota Malang menghadirkan tiga orang saksi. Sidang perkara yang menyeret dua terdakwa, Hermin dan Dian Permana itu, dilaksanakan di Ruang Sidang Garuda Pengadilan Negeri Kelas IA (PN) Malang, Rabu (28/5).

Ketiga saksi yang diperiksa adalah Suryani, Hanifah, dan Widya. Suryani dan Hanifah adalah dua orang yang merupakan CPMI dari PT NSP Malang yang dibawahi oleh Hermin Cs, sementara Widya adalah teman Hanifah yang dicurhati saat mengalami hal tidak mengenakkan selama di tempat pelatihan milik Hermin.

Mereka menyampaikan sejumlah keterangan terkait pengalaman pribadi selama berada dalam naungan terdakwa. Salah satunya adalah soal kegiatan pelatihan yang dilakukan di rumah terdakwa Hermin dan dugaan kekerasan terhadap CPMI.

“Semua keterangan para saksi sesuai dengan berita acara. Diakui dan dibenarkan bahwa CPMI mendaftar ke PT NSP, dan para terdakwa mengetahui kegiatan tersebut meski hanya disebut sebagai sopir dalam pengakuan,” terang JPU Moh. Heriyanto usai sidang.

Dari ketiga saksi, Hanifah yang juga merupakan saksi pelapor mengaku sempat mengalami kekerasan fisik. Namun, hal itu dilakukan penyidikan terpisah dan masih di ranah kepolisian.

“Intinya keterangan saksi untuk memperkuat dakwaan. Kemudian keterangannya juga sama dengan di BAP dan tidak ada sangkalan,” tambahnya.

Ia menekankan bahwa fokus pembuktian jaksa saat ini memastikan adanya unsur pemaksaan, eksploitasi, dan dugaan pelanggaran dalam proses perekrutan CPMI, yang membawa nama perusahaan sebagai PT NSP Cabang Malang. Dan perbuatan itu diduga dilakukan di luar prosedur resmi dan tanpa izin sah sebagai Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).

Sementara itu, Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Moh. Zainul Arifin, menyatakan bahwa keterangan saksi justru menunjukkan bahwa pelatihan yang dilakukan terdakwa bersifat sukarela dan memberi manfaat bagi CPMI. Ia juga menekankan bahwa dugaan kekerasan tidak didukung bukti medis maupun visum.

“Tidak ada bukti visum, tidak ada bukti psikologis, tidak ada surat kerugian dari rumah sakit. Artinya, tudingan penganiayaan itu masih sebatas klaim sepihak yang belum terbukti secara yuridis,” tegas Zainul.

Menurutnya, saksi Suryani secara terang menyatakan bahwa pelatihan merawat anjing dilakukan sesuai dengan penempatan kerja ke Hongkong dan dijalani dengan sukarela.

“Justru para CPMI mengakui pelatihan tersebut bermanfaat untuk bekal bekerja. Tidak ada paksaan dan pelatihan itu bukan bentuk eksploitasi. Pelatihan itu sesuai job order,” ucapnya.

Ia juga mengkritik kualitas alat bukti dan saksi pelapor, yang menurutnya hanya mendengar dari cerita orang lain dan tidak mengalami langsung dugaan tindak pidana.

“Kami melihat ini bukan ranah pidana, tapi administrasi. Tidak ada pelanggaran pidana yang jelas. Kami akan buktikan semua dalam pembelaan nanti,” imbuh Zainul.

Sidang lanjutan akan digelar pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dari JPU. Seperti diketahui, kedua terdakwa dijerat dengan tujuh pasal berlapis termasuk UU TPPO dan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. (rex/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img