Pandemi Covid-19 membuat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan makin meningkat. Termasuk dalam hal kesehatan gigi. Tidak hanya secara estetik, banyak masyarakat yang kini mulai rutin memeriksakan giginya agar tidak mengalami sakit gigi. Hal ini seperti dirasakan langsung di Dent Artistry, salah satu klinik gigi yang ada di Kota Malang.
“Karena era digital, banyak info dari TikTok atau sosial media, jadi pasien itu mulai sadar kesehatan gigi. Banyak juga dokter yang kemudian karena tidak bisa kerja ketemu (pasien) secara langsung, makanya banyak yang membuat konten, memberi edukasi. Jadi sekarang memang lebih banyak yang aware (sadar). Dulu kan kalau sudah sakit banget baru ke dokter gigi, sekarang sudah mulai setidaknya 6 bulan sekali sudah periksa,” terang drg. Olivia Budianto, salah satu pemilik Dent Artistry, bersama drg. Albert Budianto.
Di Klinik Gigi Dent Artistry kala pandemi hanya bisa melayani pasien dengan memberlakukan protokol kesehatan (prokes) dengan ketat. Saat pandemi dilaksanakan serangkaian skrining. Mulai dari skrining kesehatan umum di awal hingga tes antigen. Sebelum pasien masuk, ada skrining batuk atau tidak dan sebagainya, baru menginjak ke tes. Sebelum dan sesudah tindakan ada sterilisasi, tidak hanya perlengkapan tapi juga ruangannya.
“Dari segi pasien, kita batasi 1-2 pasien saja (per hari). Tindakannya hampir sama, waktu pandemi dan setelah pandemi. Cuma setelah pandemi lebih sederhana. Untuk sterilisasi, kita ada semacam alat high pressure sterilisasi, jadi misal peralatan kayak kaca mulut, pinset dan lain lain yang biasa kita sebut auto clove, itu ada sterilisasinya. Ruangan juga kita pakai sterilisasi UV,” sebut Olivia.
Tidak hanya peralatan lengkap, Dent Artistry juga diperkuat dengan dokter-dokter spesialis. Olivia menyampaikan pihaknya bekerjasama dengan dokter spesialis bedah mulut dan spesialis konservasi gigi. Tak heran berbagai kasus, baik sejak pandemi maupun pasca pandemi, bisa diatasi dengan baik.
Berdasarkan pengalamannya sejauh ini, ada dua hal yang paling banyak menjadi keluhan masyarakat. Pertama yakni masalah karang gigi. Masalah itu memang tidak menimbulkan rasa sakit, akan tetapi selain mengganggu penampilan, saat sikat gigi sering kali mengalami berdarah. Ini cukup banyak dialami oleh masyarakat.
“Kedua, yaitu masalah lubang gigi atau caries. Ini paling sering. Kalau sudah kerasa ‘cekot cekot’ baru ke dokter. Padahal itu bisa dicegah dengan rutin periksa 6 bulan sekali. Karena kalau sudah kena syaraf, memang akan kerasa sakit banget. Semakin besar dan dalam lubangnya, semakin rumit dan lama perawatan. Jadi begitu tahu ada lubang kecil, harus segera ditambal,” ungkapnya.
“Karena alasan takut ke dokter gigi, seringkali masyarakat mengatasi sendiri dengan minum obat. Alih-alih menghilangkan rasa sakitnya, lubang gigi malah semakin dalam, bengkak dan infeksinya makin meluas. Keunikkan dari sakit gigi adalah tidak bisa diatasi hanya dengan minum obat,” sambung Olivia.
Menurut Olivia, tiap gigi punya fungsi tersendiri. Keseimbangan akan berubah jika salah satu gigi dicabut. Maka pihaknya berupaya semaksimal mungkin untuk tidak sampai mencabut gigi, kecuali kondisinya memang sudah tidak bisa dipertahankan.
Ia pun menyarankan kepada masyarakat untuk melakukan kebiasaan yang bagus. Selain harus rutin periksa gigi minimal 6 bulan sekali, juga termasuk kebiasaan sikat gigi yang harus dilakukan secara benar.
“Jangan lupa sikat gigi sehari minimal dua kali, setelah sarapan dan sebelum tidur. Cara sikat gigi juga harus yang benar. Jangan terlalu keras sampai mengikis lapisan giginya. Kalau makanan, tidak ada spesifik yang tidak boleh. Kalau kopi dan teh, saya sarankan untuk kumur dan minum air putih untuk menghilangkan nodanya,” tutupnya. (ian/bua)