MALANG POSCO MEDIA – Profesi food vlogger atau content creator yang fokus pada merekam dan membagikan pengalaman kuliner pertama kali muncul sekitar awal tahun 2000-an, bersamaan dengan munculnya situs web yang memungkinkan pengguna untuk berbagi video secara online, seperti YouTube.
Awalnya, orang-orang yang mulai menciptakan konten kuliner di YouTube adalah mereka yang mencoba meniru format acara memasak di televisi, dengan mengajarkan cara memasak dan memberikan tips memasak yang berguna. Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa content creator mulai fokus pada merekam pengalaman makan di restoran atau kafe tertentu dan membagikannya ke penonton mereka.
Pada awalnya, profesi food vlogger masih tergolong sebagai hobi, namun seiring meningkatnya popularitas dan permintaan dari penonton, banyak content creator mulai menjadikan profesi ini sebagai pekerjaan penuh waktu. Saat ini, profesi food vlogger semakin populer dan dianggap sebagai salah satu profesi yang menjanjikan dan menarik bagi banyak orang.
Pemilik usaha pun lebih memiliki pakai jasa food vlogger karena lebih untung daripada endorse artis. Menurut Nuggy, pemilik usaha JejepanganJKT, restoran yang menyajikan makanan jepang dengan konsep street food di tenda Gandaria tengah, bahwa food vlogger adalah salah satu alasan terbesar usahanya bisa bertahan di tengah pandemi dan meraih banyak pelanggan baru.
Pelanggan yang awalnya terbilang sepi hanya 3-4 orang per hari, bisa meningkat hingga mengantre berjam-jam untuk mendapatkan pesanan. Ia berujar kejadian ini terjadi usai tempat makan miliknya direview oleh Magdalena, food vlogger yang tengah viral.
Tak tanggung-tanggung, Nuggy menyebut kalau dampak dari food vlogger bisa mencapai 300-400 persen. “Kalau dari segi kenaikan presentasi mungkin bisa sampai 3 kali lipat 4 kali lipat dari sebelumnya ada foto vlogger,” tegas Nuggy. (kum/bua)