MALANG POSCO MEDIA- Sidang pemeriksaan terhadap hakim konstitusi oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dimulai. Apapun putusan yang dijatuhkan dipastikan tidak akan berimplikasi terhadap, putusan yang sudah disampaikan Ketua MK Anwar Usman. (baca grafis)
Sidang ini menjadi pembuktian, sosok Anwar Usman sebagai Ketua MK, apakah melanggar kode etik dalam menjalankan tugasnya. Anwar Usman sebelumnya diduga melanggar kode etik sebagai Hakim MK, saat memutuskan perkara batas usia capres-cawapres.
Putusan ini tertutuang dalam Putusan MKRI nomor 90/PUU-XXI/2023. Akhirnya Ketua MK Anwar Usman, secara resmi dilaporkan mantan Wakil Menkumham Prof H Denny Indrayana.
Adanya pelaporan ini merupakan hal yang wajar dan memang sesuai sistematika hukum yang berlaku di Indonesia. Hal itu diungkapkan oleh Pakar Hukum Ketatanegaraan dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang (UM) Dr Nuruddin Hady SH MH.
Menurutnya upaya hukum yang ditempuh Denny Indrayana perlu dihargai. Ini adalah respons atas putusan MK, yang diduga melegalkan upaya dinasti politik dan munculnya sebutan MK sebagai Mahkamah Keluarga, bukan lagi Mahkamah Konstitusi.
“Namun apabila ini yang dilaporkan hanya Ketua MK (Anwar Usman) saja, saya rasa kurang menarik. Karena di MK itu, semua putusan atas keputusan bersama yakni kolektif kolegial,” jelasnya.
Namun Nuruddin akan menggali kembali terkait pelaporan Denny Indrayana ke MKMK. Ia menegaskan kembali, bahwa nantinya putusan dari MKMK dipastikan tidak bisa menganulir putusan yang sudah dibacakan Anwar Usman sebelumnya.
“Secara teori, putusan MK bersifat final dan mengikat. Artinya, apapun putusan MKMK terhadap adanya dugaan pelanggaran etik ini, tidak bisa menganulir atau berimplikasi langsung terhadap pelaksanaan putusan tersebut,” jelasnya.
Menurut Nuruddin, memang ada kejanggalan yang sudah dilakukan Anwar Usman dan hakim MK yang menyetujui putusan terkait batas usia capres-cawapres. Karena dari uji materi yang diajukan, MK sudah memutuskan menolak adanya peserta kontestasi politik pemilihan presiden dan wakil presiden, dengan usia di bawah 40 tahun.
“Namun selanjutnya justru putusan itu ditentang dengan putusan yang menyatakan apabila pernah menjabat sebagai kepala daerah. Dan memang sebetulnya, berbagai putusan MK ini yang bersifat kontroversial,” urai dia.
Akan tetapi, pelanggaran etik ini biasanya berkaitan dengan perbuatan hakim konstitusi yan diwarnai dengan tindakan tercela. Sehingga hal itu memengaruhi bunyi putusan yang ada. Seperti contoh penyuapan dan lain sebagainya.
Nantinya apabila Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik sebagai hakim konstitusi, masih akan ditimbang tingkat pelanggarannya. Pelanggaran yang dilakukan mungkinkah tergolong pelanggaran ringan, sedang atau berat. Dan hukuman yang terberat adalah dicopot dari jabatan sebagai hakim konstitusi.
“Masalah atau problematika yuridis berdasarkan aturan yang berlaku, pencopotan hakim konstitusi ini harus didasarkan persetujuan Ketua MK dan presiden. Sekarang yang menjadi pertanyaan nantinya, apakah Ketua MK saat ini (Anwar Usman), mau membuat surat pencopotan atas dirinya sendiri ke presiden? ” sebut Nuruddin.
Ia melihat semua keputusan sidang etik ini nantinya ada di tangan Ketua MKMK Prof Dr H Jimly Asshiddiqie, SH MH. “Nah ini yang ditunggu nantinya. Apakah memang terbukti Ketua MK saat ini, melakukan pelanggaran etik atas putusan tersebut atau tidak,” pungkasnya. (rex/van)