Wednesday, January 22, 2025
spot_img

Lemah! MBG Tak Merata

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Beda Ambisi dan Kenyataan, Aneh Pemda Belum Terima Juknis

MALANG POSCO MEDIA– Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah terlaksana sejak Senin (6/1) lalu. Namun dalam pelaksanaannya, program andalan Presiden Prabowo Subianto itu  belum merata di Malang Raya.

Ada sekolah yang sudah realisasi, namun terdapat pula siswa di lembaga pendidikan yang belum merasakan MBG. Bahkan  petunjuk teknis (juknis) belum ada.

Kalangan akademisi menilai implementasi program MBG masih lemah. Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan koordinasi secara terus menerus, termasuk merumuskan petunjuk teknis (juknis) yang lebih adaptif dengan kondisi khas di masing- masing wilayah.

Dosen Prodi Ilmu Pemerintahan dan Assoc Prof Bidang Kebijakan Sosial FISIP Universitas Brawijaya (UB) Malang, Assoc. Prof. Dr. Muhammad Lukman Hakim, SIP. M.Si memaparkan di Kabupaten Malang memang baru 37 sekolah yang melaksanakan program  MBG, di Kota Malang baru satu SD, dan di Kota Batu masih belum.

“Dari tahap awal ini kita semua berharap, pemerintah dapat mengevaluasi pelaksanaannya untuk kemudian merumuskan juknis yang lebih adaptif dengan kondisi khas di masing-masing wilayah,” kata Lukman, Selasa (14/1) kemarin.

Belum adanya juknis yang  diterima Pemkab Malang, dikatakan Lukman, koordinasi memang sedianya dilakukan terus menerus dengan semua pihak, termasuk dengan pemerintah daerah (pemda).

Dipaparkan, program MBG adalah program kerakyatan yang sangat bagus. Di masa repelita kedua Orde Baru mencanangkan dua program kerakyatan yang masif dan massal, yakni, posyandu untuk kesehatan dan SD Inpres melalui intruksi Presiden tahun 1973 untuk pemerataan pendidikan dengan mendirikan lebih dari 150 ribu SD di seluruh Indonesia.

“MBG dapat digolongkan sebagai upaya pemerataan gizi. Jika posyandu untuk balita (0-5 tahun). Maka MBG adalah kelanjutannya yakni enam tahun dan seterusnya,” urai Lukman sembari menyampaikan, cerita sukses posyandu di masa Orde Baru dapat menjadi salah satu sumber inspirasi.

Guna tepat sasaran, lanjut Lukman, pengawasan program MBG yang efektif jika melibatkan masyarakat secara luas. Sebab, kebijakan yang dijalankan pasti ada sisi kekuranganya. Oleh karena itu evaluasi harus terus dilakukan.

“Pemerintah tidak perlu alergi kritik, bahkan perlu dibuka kantong-kantong pengaduan, online maupun offline untuk menampung keluhan dan masukan masyarakat secara luas,” tambahnya.

Dosen Ilmu Kebijakan Publik FIA UB Malang, Prof Drs Andy Fefta Wijaya, MDA, Ph.D menambahkan program MBG pada implementasinya terdapat beberapa kendala, termasuk belum memetakan secara rinci target grup yang betul-betul perlu ditunjukkan.

“Kebijakan (Program MBG) ini penting dan betul strategis. Tapi saya pikir implementasinya masih lemah, ” kata dia. Andy melihat sebetulnya program MBG efektif bila MBG menyasar ke orang yang masuk kelompok yang termarjinalkan. Misalkan anak orang miskin daerah terpencil, terluar, dan terdalam. 

“Maupun daerah bencana atau konflik. Yang mereka memang secara gizi tidak mampu membeli. Tapi sepertinya kebijakan ini pukul rata. Tidak membedakan anak-anak yang betul-betul membutuhkan atau tidak,” katanya.

Andy menambahkan bahwa dalam implementasi program MBG bila dilaksanakan dengan pendekatan lama secara sentralisasi atau satu institusi saja, tidak akan bisa optimal operasionalnya. “Kita perlu kolaborasi dengan pihak pemda maupun stakeholder yang ada di setiap daerah. Dan juga pengamat gizi maupun kelompok masyarakat untuk menyesuaikan khas daerah masing-masing,”  katanya. 

Sementara itu, Pj Wali Kota Malang Iwan Kurniawan menyampaikan hingga sampai saat ini pihaknya masih menunggu juknis dari pemerintah pusat MBG meski di Kota Malang telah dilaksanakan MBG bersama CSR swasta. Sambil menunggu turunnya juknis ini, pihaknya sebagai pemerintah di daerah, telah menyiapkan beberapa hal sebagai upaya percepatan.

Selain melakukan pendataan jumlah siswa di Kota Malang, pembiayaan untuk MBG sudah disiapkan, meski untuk besarannya masih belum ditentukan. Setidaknya Pemkot Malang sudah menunjukkan keseriusannya dalam mendukung program Presiden RI ini.

“Anggaran yang disiapkan masih ‘gelondongan’ (belum ditentukan) di badan keuangan untuk masuk dalam BTT. Kami belum bisa ngeplot, karena nomenklaturnya apa, breakdown volumenya, nomenklatur program di APBD seperti apa,” terang dia. Sampai sejauh ini, di Kota Malang baru SDN Lowokwaru 3 Malang yang menerapkan MBG. Dalam waktu dekat, ada tiga sekolah lagi yang bakal menerapkan. Yakni SMPN 19 Malang, SMPN 2 Malang dan SDN Ciptomulyo 2 Malang. Berbeda dengan SDN Lowokwaru 3 Malang, MBG di ketiga sekolah itu sepenuhnya menggunakan pendanaan APBN.

Selain di beberapa sekolah itu, Iwan menyampaikan pihaknya tentu menginginkan MBG ini bisa diterapkan merata ke seluruh sekolah. Namun demikian juga perlu memperhatikan aturan dan pembiayaannya secara tepat.

“Tinggal menunggu kebijakan, langsung dilakukan perubahan. Tinggal realokasikan, semua harus klir sesuai aturan. Prinsipnya kami sudah siapkan,” katanya.

Sementara program MBG  di Kota Batu tinggal dapur umum. Hal itu ditegaskan oleh Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai. “Untuk MBG di Kota Batu masih menunggu dapur umum. Saat ini masih dijajakaki oleh Badan Gizi Nasional (BGN). Sesuai petunjuk nantinya satu dapur umum akan meng-cover 3.000 siswa,” ujar Aries kepada Malang Posco Media.

Sesuai perhitungan untuk Kota Batu butuh 11 – 12 dapur umum. Di setiap dapur umum nanti ada petugas yg sudah didik dan dilatih tentang pengelolaan makan bergizi yaitu satu kepala dapur, satu petugas Ahli Gizi dan satu petugas Admin.

“Para petugas ini nantinya bertugas menyiapkan menu harian termasuk menghitung kandungan gizinya,” imbuhnya. Sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat Kota Batu, nantinya petugas masak dan bahan-bahan diambil dari petani atau penjual atau UMKM maupun koperasi lokal.

“Sehingga program ini memberikan efek ganda. Tidak hanya penenuhan gizi anak, tetapi menciptakan lapangan pekerjaan dan menggerakkan ekonomi lokal,” bebernya.

Dari perhitungan nantinya ada 32.339 siswa penerima MBG  di Kota Batu. Dengan total anggaran Rp 106,7 miliar selama setahun.

Ia merinci dari total 32.339 siswa penerima MBG tersebar di 295 sekolah. Dengan rincian alokasi anggaran untuk TK Rp 3 miliar, SD Rp 67,1 miliar dan SMP Rp 25,39 miliar. (den/ian/eri/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img