Ludruk, kesenian drama tradisional Jawa Timur. Sampai saat ini kesenian ludruk masih tetap bertahan di tengah maraknya tontonan kekinian. Lia Amanda Pravitasari, perempuan asal Kota Batu ini salah satu yang jatuh cinta dan bertahan dengan seni ludruk.
=======
MALANG POSCO MEDIA– Minimnya tontonan ludruk menjadi tantangan tersendiri bagi para seniman. Khususnya seni peran. Lia Amanda Pravitasari menjadi salah satu perempuan asal Kota Batu yang jatuh cinta dengan Ludruk.
Lia, sapaan akrabnya menceritakan bagaimana ia berkenalan dan kemudian jatuh cinta terhadap ludruk. Hingga pada akhirnya bersama tiga rekannya mendirikan Ludruk SAS, singkatan dari Suro Aji Suryo.
“Awalnya saya mengenal dunia seni peran mulai tahun 2003. Saat duduk di bangku SMP, lalu berlanjut merambah ke dunia seni peran atau teater tradisi di tahun 2019,” ujar Lia kepada Malang Posco Media.
Di tahun 2019 itulah menjadi awal perkenalannya dan kecintaannya terhadap seni ludruk. Ceritanya berawal dari bertemu dengan teman-teman Komunitas Seni Kota Batu.
“Dan bertemu dengan teman-teman yang berkecimpung di dunia seni peran. Ada Cak Kholis sebagai Ketua, Cak Mad dan Andy Tri Sudrajad atau yang akrab disapa Jojon sebagai anggota. Pada akhirnya kami (berempat.red) membentuk sebuah kelompok kecil yaitu Ludruk SAS di tahun 2019,” kenang alumni Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya ini.
Mereka akhirnya bergabung dengan beberapa sanggar di antaranya Sanggar Bodo (Dwi Santos), Sanggar Anggoro Laras (Putra Dalang Cilik), Pengiat Sastra Jawa (Aditiya) dan beberapa pengrawit lainya serta band lokal seperti Tahu Brontak dan Kopi Pahit turut bergabung dalam komunitas ini.
“Sehingga membuat ludruk ini semakin modern dan kekinian karena dari musikalitasnya sangat epic,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Lia yang bertempat tinggal di Jalan Wukir Gang 5 Kelurahan Temas, Kecamatan/Kota Batu ini mengungkapkan bahwa seni ludruk saat ini minim peminat. Terlebih ludruk bukan entitas atau produk lokal dari Batu.
“Sangat minim sekali, tapi diukur dari kacamata kami memang ludruk bukan entitas atau produk lokal dari Batu. Tapi untuk membuat bagaimana Batu mempunyai sebuah penampilan seni teater tradisi kami sebisa mungkin membuat cerita khas Kota Batu menjadi daya tarik penonton dan menjadikan ciri khas ludruk Batu lain daripada yang lain,” paparnya.
Ia mencontohkan, Ludruk SAS kerap mengangkat kisah daerah atau lokal yang ada di Kota Batu. Seperti di Desa Oro-Oro Ombo dengan lakon Joko Banyu, di Kelurahan Temas dengan lakon Samadi Golek Sawo.
“Jadi tiap daerah ada cerita rakyat atau kisah nya kami angkat sebagai naskah di Ludruk SAS dengan tokoh berasal dari Batu sendiri. Ini yang membedakan. Boleh dikatakan kami ‘Ludruk Ruwat’ karena sering perform saat selamatan Desa di Kota Batu,” contohnya.
Bahkan sebelum Ludruk SAS perform, lanjut perempuan yang juga kerap menjadi MC di berbagai kegiatan ini, selalu ada ritual seperti selamatan tumpeng, kuluban urap-urap, ayam ingkung dan ujub-ujub (doa Jawa.red).
Di sisi lain, perempuan berparas cantik kelahiran Batu, 9 Juli 1991 ini memiliki motivasi tersendiri untuk bisa mengenalkan dan mempopulerkan seni Ludruk.
“Saya ingin lewat Ludruk bisa mengembangkan potensi dalam diri saya. Kemudian untuk menguatkan akar budaya Jawa Timur, serta memberikan wawasan melalui pertunjukan konvensional dengan membawa pesan moral dan edukasi tentang budaya Indonesia,” ungkap Lia.
Untuk mengaungkan seni ini, sekarang Ludruk SAS sedang mencoba meraba bagaimana pangsanya dan keminatan dalam seni ludruk. Salah satunya dengan tetap eksis manggung dan membiasakan penonton atau masyarakat menonton ludruk.
“Dengan begitu semoga pemerhati kesenian atau pihak terkait bisa mengupayakan semua ini. Dan besar harapan saya bisa turut membanggakan Kota Batu melalui karya-karya kami,” harapnya.
Cara lainnya, Lia juga mengajar seni pertunjukan dan teater. Saat ini sedang menjalankan misi memberikan edukasi ludruk secara akademis dan semoga bisa cepat terealisasikan.
Sebagai pengajar lepas, beberapa prestasi telah ditorehkan oleh anak didiknya. Meliputi Juara 1 Pesikimnas Monolog, Juara 1 The Best Aktor Bulan Bahasa UM 2017, Juara Artistik Terbaik, Juara Pengiring Musik Terbaik, The Best Sutradara dan masih banyak lagi.
Tantangan tak hanya berasal dari luar kesenian ludruk. Tapi juga dari dalam seni ludruk, yakni bagaimana ia dan rekan-rekannya bisa mempertahankan dialek lokal Kota Batu serta pengetahuan tentang ludruk sesuai dengan pakem, akademisi atau pun otodidak.
“Terakhir saya harus terus berkarya, selalu meriset hal-hal baru yang patut di jadikan karya. Tidak perlu eksis tapi rejekinya yang eksis,” pungkas vokalis dari Keroncong Woekir ini sembari tersenyum. (eri/van)