Inspiring Ramadan
MALANG POSCO MEDIA-Muhamad Ridho bertahun-tahun hidup dengan bergaul bebas di jalanan. Itu sejak ia putus sekolah SMP. Di jalanan dia bertemu berbagai pengalaman suram, seperti mengkonsumsi minuman keras (miras) dan bertato. Ia kini menemukan jalan kebaikan. Tekun beribadah memperbaiki hidup terlepas dari pergaulan bebas.
Suatu waktu, berpeci dan baju koko warna putih dan sarung warna cokelat. Pakaiannya itu hampir menutup tato di tangan kiri dan kanan pria berusia 34 tahun ini. Kedua kakinya juga bertato hingga leher dan beberapa di wajahnya.
Warga Jalan Lesanpuro Gang 06 Kelurahan Lesanpuro Kecamatan Kedungkandang Kota Malang ini pernah merasakan betul bagaimana pahit dan gelisahnya hidup dalam pergaulan bebas. Namun kini ia tekun beribadah dan rutin mengikuti majelis sholawatan maupun zikir untuk menjalani hidup yang lebih tenang.
“Allah masih menolong saya untuk memperbaiki diri setelah sekitar lima tahun di jalanan sejak SMP. Saya SMP hanya satu tahun. Setelah itu, saya berhenti,” cerita Ridho saat ditemui Malang Posco Media di rumahnya, Sabtu (16/3) lalu.
Pengalaman itu tidak terlepas dari faktor hubungan kedua orang tuanya yang kurang harmonis sejak ia di bangku sekolah dasar (SD). Ia pun kurang mendapat perhatian sehingga membuatnya lebih banyak di jalanan bersama teman-temannya.
“Waktu SD saat usia yang belum mampu menerima keadaan itu,” sambungnya.
Ridho telah menyusuri berbagai daerah selama hidupnya di jalanan. Seperti Bali, Bandung, dan Jakarta. Ia bermain musik dan bertemu banyak orang. Untuk menghidupi dirinya, anak kedua dari lima bersaudara ini berupaya mencari kerja seadanya di saat usia masih remaja saat itu.
“Di jalan negatifnya saya temui minuman keras dan pergaulan bebas lainnya. Karena di jalanan kan pergaulan menjadi lebih luas. Kalau di jalan bosan, saya bekerja di tempat cuci motor, kuli bangunan, dan menjadi tukang kebun,” kenangnya sembari mengatakan, ia bertato saat hidup di jalanan. Ridho pun pernah menjadi tukang tato.
Bagi Ridho, apa yang dilakukan selama di jalanan tersebut hanya membuang waktunya. Kemudian sejak tahun 2018 ia tergabung dalam Majelis Gubuk Sufi Bendo Sukolilo Kecamatan Jabung. Ia berniat guna mengurangi pergaulan bebas di jalanan.
Kini di Gubuk Sufi ia rutin setiap Rabu dan Jumat melaksanakan Zikir Burdah dan bersholawat bertemu dengan tokoh agama. Ia merasa lebih tenang.
Baginya hidup untuk mencari ketenangan dengan selalu terhubung dengan Allah SWT. Pun ketika ada majelis sholawat di luar Malang Raya, ia tak jarang mengikuti, seperti di Surabaya dan Semarang.
“Tidak bisa proses menjadi lebih baik itu dengan cara yang instan. Semua butuh proses dan membutuhkan waktu yang lama. Sekarang kan saya tidak menyebut diri saya hijrah tapi memperbaiki diri. Sekarang saya aktivitasnya di rumah saja merawat orang tua yang sedang sakit dan salat berjamah di masjid kalau sudah waktunya,” lanjutnya.
Selain itu, Ridho kini menekuni usaha makanan yang dijual di depan rumahnya. Terlihat pada malam itu dagangannya laris manis dibeli oleh beberapa warga sekitar silih berganti berdatangan. Ia juga menerima pesanan dengan jumlah kemasan yang banyak.
Dia melanjutkan, teman lamanya saat masa hidup di jalanan, beberapa kerap mendatanginya untuk meminta pandangan menjadi lebih baik. Namun Ridho selalu menekankan bahwa untuk mengubah diri menjadi lebih baik semuanya berasal dari khendak Allah SWT.
Satu hal yang ia sampaikan bila ingin mengubah diri, berdasarkan pengalamannya, harus mengurangi segala informasi dan aktivitas di luar. “Banyak waktu yang saya buang sisa-sisa. Namun Allah SWT memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki diri,” tutupnya. (den/van)