spot_img
Wednesday, April 16, 2025
spot_img

‘Lipstick Effect’ Lebaran

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Di penghujung Ramadan, masjid-masjid mulai sepi. Keramaian justru terjadi di pusat-pusat perbelanjaan seperti mall, supermarket, pasar, dan toko-toko online. Ada pemandangan yang ironis. Esensi puasa sejatinya pengendalian hawa nafsu, namun akhir Ramadan justru tak sedikit orang memperturutkan hawa nafsu dengan melakukan pembelian aneka barang dan jasa dalam jumlah besar.

          Kalau konsumsi aneka barang tersebut karena tuntutan kebutuhan (need) memang tak masalah. Namun, tak sedikit orang melakukan pembelian tersebut lebih karena keinginan (want). Tak jarang setiap jelang Lebaran terjadi impulsive buying yakni pembelian besar-besaran. Tak hanya itu, sering juga muncul panic buying yakni tak hanya melakukan pembelian yang masif tetapi juga dengan menimbun barang hingga terjadi kelangkaan barang di pasar.

-Advertisement- HUT

          Faktor masifnya promosi lewat diskon, potongan harga, dan aneka iming-iming yang menggiurkan dapat memicu orang berbelanja. Algoritma digital juga tak jarang dapat menyetir banyak pengguna media digital terkena bujuk rayu aneka iklan produk yang masuk ke gadget mereka. Menahan hawa nafsu dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa jadi sama beratnya dengan menahan hawa nafsu berbelanja.

‘Lipstick Effect’

          Fashion, beauty and personal care, elektronik, perabot rumah tangga, kebutuhan ibu dan anak, merupakan produk online shop terlaris saat Ramadan tahun 2024 lalu. Sepertinya pembelian produk yang sama bakal mencapai jumlah yang tinggi di tahun ini. Aktivitas pembelian dalam jumlah besar atas barang-barang yang bukan kebutuhan pokok selalu berulang setiap datang Lebaran.

          Aneka produk penunjang penampilan, seperti pakaian, asesoris, dan perawatan tubuh laris manis terjual. Pembelian motor dan mobil juga mengalami peningkatan. Walaupun kondisi ekonomi sedang tidak pasti dan melemah, namun tak sedikit orang melakukan pembelian sejumlah barang walaupun dengan cara berhutang atau kredit. Fenomena ini biasa disebut dengan ‘lipstick effect’.

          Konsep ini diperkenalkan oleh Leonard Lauder, chairman Estee Lauder, yang mengamati peningkatan penjualan lipstik selama masa krisis ekonomi. Lipstick Effect menunjukkan bahwa meskipun ekonomi sedang lesu, ada sektor-sektor tertentu dalam industri ritel yang tetap bertahan atau bahkan tumbuh, terutama yang berkaitan dengan konsumsi emosional dan psikologis.

          Juliet Schor (1998) dalam bukunya berjudul “The Overspent American,” menjelaskan bagaimana konsumsi simbolis tetap berlangsung bahkan dalam kondisi ekonomi sulit, termasuk fenomena seperti Lipstick Effect. Saat Lebaran tahun ini, dalam situasi banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ekonomi yang sulit tetap saja banyak orang melakukan pembelanjaan terutama untuk aneka barang penunjang penampilan.

          Efek lipstick merupakan pembelian aneka barang penunjang penampilan saat Lebaran. Seperti halnya pemakaian lipstick yang biasa digunakan para perempuan untuk bersolek dan memoles penampilannya. Sejatinya memang tak ada yang keliru dengan memoles penampilan saat Lebaran, namun tak jarang cara itu dilakukan banyak orang dengan memaksakan diri termasuk dengan berhutang.

          Seperti diberitakan sejumlah media, jelang Lebaran terjadi peningkatan pembelian motor dan mobil. Penyewaan sejumlah barang tersebut juga meningkat. Tak hanya pembelian dan penyewaan mobil, penyewaan smartphone merek Iphone juga meningkat jelang Lebaran. Jasa penyewaan Iphone kebanjiran order jelang Lebaran di Gunung Kidul Yogyakarta (Kompas, 24/3/2024). Iphone banyak disewa demi melengkapi penampilan agar terlihat keren.

Harus Ada Yang Baru

          Sudah menjadi budaya bahwa setiap Lebaran harus ada yang baru. Ada keyakinan bahwa saat Lebaran harus memakai pakaian, sepatu, kosmetik, dan aneka barang penunjang penampilan lainnya. Hal ini bisa mendorong perilaku konsumtif terutama pada barang-barang bermerek meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit.  Barang bermerek sering kali dianggap sebagai simbol status. Tak sedikit orang yang ingin menunjukkan identitas sosialnya saat Lebaran.

          Tuntutan demi tetap eksis di media sosial (medsos) juga menjadi motivasi tersendiri bagi orang yang melakukan pembelian aneka barang saat Lebaran. Lewat aneka platform medsos tak sedikit orang yang ingin menunjukkan eksistensi dirinya di ruang maya. Tak jarang di medsos muncul show off lewat beragam unggahan pamer barang mewah sebagai simbol kesuksesan. Banyak orang bersolek demi narsis dan eksis Lebaran.

          Saat Lebaran ada tradisi silaturahmi dan berkumpul dengan keluarga besar serta teman. Hal ini mendorong banyak orang untuk membeli barang seperti kosmetik, pakaian baru, atau parfume agar tetap tampil menarik dan percaya diri. Tak jarang saat pertemuan silaturahmi Lebaran dibarengi dengan berfoto atau membuat video dan diunggah di berbagai laman medsos. Selanjutnya aneka konten Lebaran tersebut dibagikan ke pertemanan mereka di medsos

          Fenomena lipstick effect saat Lebaran menunjukkan bahwa meskipun ekonomi sedang sulit namun faktor emosional dan sosial menjadi pendorong yang kuat dalam keputusan masyarakat melakukan pembelian. Di satu sisi hal ini bagus untuk dalam mendongkrak perputaran perekonomian, namun pada sisinya yang lain, lipstick effect dapat menjadi budaya yang bertolak belakang dengan esensi Ramadan dan Idul Fitri. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img