spot_img
Friday, April 26, 2024
spot_img

Literasi Keuangan Panduan Mahasiswa Berinvestasi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Beberapa hari terakhir beredar informasi ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi korban investasi bodong dengan nominal mencapai Rp 2,3 miliar. Terbaru, Polres Bogor telah menangkap SAN (29) pada 17 November 2022 lalu. Modus penipuan ini terbilang baru, bukan melalui iming-iming investasi dengan return atau tingkat pengembalian yang tinggi, namun melalui kerjasama untuk meningkatkan penjualan toko online milik pelaku.

Pelaku meminta 317 korban, dimana 116 di antaranya merupakan mahasiswa IPB untuk melakukan pinjaman di beberapa platformpenyedia pinjaman. Platform pinjaman online (pinjol) yakni Akulaku Rp 500 juta, Kredivo Rp 900 juta, Shopee Pinjam Rp 400 juta dan Shopee Paylater Rp 500 juta.

Uang hasil pinjaman seolah-olah digunakan untuk berbelanja di toko online milik pelaku dengan alasan untuk meningkatkan rating toko online. Pelaku menjanjikan memberikan keuntungan 10 persen dari uang yang dibelanjakan. Faktanya, pelaku tidak memiliki toko online.

Kejadian ini sangat disayangkan karena terdapat ratusan mahasiswa yang menjadi korban. Sebagai kelompok masyarakat yang berpendidikan, idealnya mahasiswa mampu memfilter mana bisnis maupun investasi yang mencurigakan dan berpotensi merugikan.

Mahasiswa sendiri merupakan masa memasuki masa dewasa yang pada umumnya berada pada rentang usia 18-25 tahun. Pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa perkembangannya, termasuk memiliki tanggung jawab terhadap kehidupannya untuk memasuki masa dewasa.

Jika menilik data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), jumlah investor pasar modal di Indonesia mencatatkan tren pertumbuhan di masa pandemi Covid-19. Tercatat hingga Januari 2022, jumlah investor di pasar modal bertambah 7,75 juta investor atau bertambah 260 ribu hanya dalam waktu sebulan sejak Desember 2021. Menariknya, dari komposisi penambahan investor di pasar modal, generasi milenial, atau kelahiran 1981-1996 dan Gen-Z, kelahiran 1997-2012 mendominasi, atau menyumbang sekitar 81 persen.

Keinginan kelompok muda untuk masuk ke investasi pasar modal ini harus diapresiasi dengan baik namun harus diimbangi dengan literasi keuangan yang memadai. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam publikasinya tahun 2016 menyebutkan bahwa literasi keuangan adalah pengetahuan serta pemahaman tentang konsep dan risiko keuangan yang dapat diterapkan dengan motivasi, kepercayaan diri dan keterampilan untuk keputusan keuangan mereka sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan keuangan individu.

Artinya, kelompok usia mahasiswa harus melengkapi pengetahuan mereka terkait keuangan agar terhindar dari sindikat investasi bodong maupun bisnis yang tidak jelas legalitasnya. Literasi finansial menjadi penting karena masih sedikit masyarakat Indonesia yang benar-benar mengetahui produk/ jasa keuangan yang ada, fitur-fitur, lembaga pengelola, serta resiko dari produk jasa keuangan tersebut.          Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa tingkat literasi keuangan di Indonesia khususnya generasi muda masih rendah. Berdasarkan survei nasional pada tahun 2019, menunjukkan bahwa literasi keuangan penduduk 15-17 tahun adalah sebesar 16 persen. Yang lebih berbahaya, secara statistik, generasi muda lebih mudah terperdaya ajakan influencer.

Pemerintah sendiri sebenarnya telah memproteksi potensi investasi bodong dengan mendirikan Satgas Waspada Investasi (SWI). Secara rutin, SWI mempublikasikan siaran pers terkait entitas investasi tanpa izin maupun aplikasi pinjaman online yang ilegal. Pada Agustus 2022, SWI menemukan adanya 13 entitas yang melakukan penawaran investasi tanpa izin dan 71 pinjaman online (pinjol) ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat.

SWI juga langsung melakukan pemblokiran terhadap situs/ website/ aplikasi 84 entitas ilegal tersebut dan menyampaikan laporan informasi ke Bareskrim Polri untuk ditindak lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku. Hal tersebut menunjukkan bahwa SWI senantiasa hadir melindungi masyarakat agar terhindar dari kegiatan keuangan yang tidak memiliki perizinan.

Ketigabelas entitas yang melakukan penawaran investasi tanpa izin tersebut adalah: empat entitas melakukan money game; tiga entitas melakukan kegiatan perdagangan aset kripto tanpa izin; dua entitas melakukan penawaran investasi tanpa izin; satu entitas melakukan securities crowd funding tanpa izin; dan tiga entitas lain-lain. SWI meminta masyarakat tidak mudah tergiur dengan penawaran bunga tinggi tanpa melihat aspek legalitas dan kewajaran dari tawarannya.

Ketika hendak berinvestasi, masyarakat pada umumnya maupun mahasiswa pada khususnya, hendaknya memperhatikan aspek 2L yakni: Legal dan Logis. Arti legal di sini adalah memastikan agar izin yang dimiliki perusahaan yang memberikan iming-iming keuntungan maupun lembaga investasi yang mengelola portofolio investasi telah terdaftar dan jelas.

Untuk menghimpun dana dari masyarakat terutama dalam skala yang sangat besar, perusahaan investasi perlu izin khusus dari pemerintah. Apabila perusahaan investasi tidak terdaftar dan tidak memiliki izin dari OJK, sebaiknya hindari untuk berinvestasi di sana.

Sementara jika perusahaan tersebut menawarkan investasi berjangka atau komoditi, maka sebaiknya calon investor mengecek izinnya di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). Jika perusahaan investasi tersebut tidak terdaftar dan tidak memiliki izin, sebaiknya hindari pula untuk berinvestasi di perusahaan tersebut.

Berikutnya adalah aspek logis. Pastikan bahwa tingkat pengembalian keuntungan bisnis maupun investasi adalah wajar. Semakin tinggi tingkat pengembalian yang ditawarkan kepada calon investor, maka risiko dari investasi tersebut juga semakin tinggi. Apabila perusahaan investasi menawarkan return yang sangat tinggi, sebaiknya perlu diwaspadai jika ingin berinvestasi pada perusahaan investasi tersebut.

OJK melalui situs sikapiuangmu.ojk.go.id menyebutkan agar terhindar dari investasi bodong ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Yakni, cari informasi terkait perusahaan tempat berinvestasi, karyawan dan kejelasan produknya; minta salinan tertulis rencana pemasaran dan penjualan dari perusahaan, hati-hati terhadap besar keuntungan karena semakin besar keuntungan yang diimingi semakin besar risiko kerugian yang akan dialami, hindari promotor yang tidak dapat menjelaskan rencana bisnis perusahaan serta cari tahu apakah ada permintaan untuk produk sejenis di pasaran.

Diharapkan dengan adanya pengetahuan dan literasi yang kuat terkait keuangan tidak akan ada lagi mahasiswa yang tertipu iming-iming bisnis maupun investasi bodong yang merugikan.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img