Pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam pembangunan ekonomi dan pelestarian budaya lokal. Namun potensi wisata lokal di daerah belum terpetakan dan terdokumentasi secara maksimal. Belum banyak informasi wisata edukatif yang menarik dan mudah diakses publik berkaitan dengan hal tersebut.
Di sisi lain, lembaga pendidikan khususnya sekolah, memiliki potensi besar sebagai agen literasi, penyebar informasi, dan pusat penggerak komunitas. Realitanya kolaborasi antara institusi pendidikan dan sektor pariwisata masih sangat terbatas.
Penguatan literasi digital dan wisata ini sejalan dengan visi pendidikan abad ke-21 yang menekankan keterampilan berpikir kritis, kolaboratif, dan pemanfaatan teknologi informasi. Kegiatan ini mampu mengakomodasi penguatan project-based learning dan entrepreneurial learning melalui keterlibatan siswa dalam produksi konten, pengelolaan media, hingga praktik layanan jasa pemandu wisata secara langsung.
Hal ini sesuai dengan tantangan pendidikan abad ke-21 menuntut sekolah untuk menghadirkan pembelajaran kontekstual yang memanfaatkan semua kearifan lokal yang ada sebagai sumber belajar. Namun potensi wisata daerah di sekitar sekolah sebagai aset pendidikan belum sepenuhnya dioptimalkan menjadi media pembelajaran karakter, kewirausahaan, serta literasi digital.
Pengembangan model literasi wisata daerah merupakan sebuah solusi integratif yang memanfaatkan peran sekolah sebagai pusat informasi wisata berbasis teknologi digital. Melalui pemanfaatan teknologi barcode yang dipasang di berbagai destinasi wisata sekitar sekolah, masyarakat dapat mengakses beragam konten informatif melalui website sekolah yang dikelola secara kolaboratif oleh guru dan siswa.
Konten tersebut tidak hanya berupa deskripsi naratif, tetapi juga dikemas dalam bentuk infografis dan video edukatif yang dapat meningkatkan pemahaman sekaligus daya tarik wisata daerah di sekitar sekolah.
Tentu saja kerja sama strategis dengan Dinas Pariwisata, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), serta pengelola destinasi wisata lokal menjadi elemen penting dalam mengimplementasikan literasi wisata daerah. Melalui kerja sama ini, sekolah bukan hanya menjadi pusat pembelajaran, tetapi juga bertransformasi menjadi pusat pemberdayaan masyarakat, pelestarian budaya, serta promosi potensi daerah berbasis edukasi dan teknologi.
Banyak kondisi yang kadang menjadikan kita terlena dan terlepas dari pengendalian untuk mempertahankan eksistensi baik sebagai pribadi maupun warga negara. Sebagai pribadi kadang kita benar-benar terlena dan larut dalam buaian teknologi. Kepribadian dan jati diri kita sebagai bangsa juga kadang nyaris tenggelam dan terlupakan. Hanya tersisa slogan-slogan indah tanpa makna. Dalam kondisi ini perkembangan teknologi seakan hanya membawa dampak negatif yang menggerus nilai-nilai budi pekerti luhur sebagai wujud nyata kepribadian bangsa ini.
Beragam konsep literasi digital ditawarkan untuk memberikan kemudahan dan kecepatan dalam menghasilkan karya. Kadang digitalisasi sudah sampai pada tahapan sebagai ukuran kualitas kerja. Semakin tinggi frekuensi digitalisasinya maka semakin tinggi kualitas kerja dan karyanya.
Pada akhirnya setiap orang harus dapat menggunakan berbagai keterampilan yang dimilikinya, baik keterampilan teknis, kognitif, dan sosiologis untuk melakukan tugas dan mencari sousi berbagai masalah yang harus dihadapinya. Hal ini sejalan dengan konsep yang ditawarkan oleh Eshet & Alkalai (2004) bahwa setiap orang harus dapat menggunakan berbagai keterampilan yang dimilikinya, baik keterampilan teknis, kognitif, dan sosiologis untuk melakukan tugas dan memecahkan permasalahan yang dihadapi karena pesatnya perkembangan teknologi digital.
Menindaklanjuti penyikapan terhadap literasi abad ke-21, maka kemampuan komunikasi harus ditingkatkan sebagai bentuk upaya untuk mempercepat pencapaian target sesuai dengan tujuan yang ada. Komunikasi secara verbal baik lisan maupun tulis harus diupayakan secara berimbang.
Dalam komunikasi yang dilakukan secara massal antara seorang pembicara dengan audiens, kemungkinan kegagalan komunikasi bisa lebih sering terjadi. Ketidakpedulian terhadap tujuan komunikasi, kondisi ruangan yang tidak mendukung, fasilitas pengeras suara yang kurang memadai menjadi faktor penghambat yang tidak bisa disepelekan.
Terlepas dari semua faktor tersebut, kemampuan komunikasi harus benar-benar diperhatikan dan terus ditingkatkan agar bisa meminimalkan terjadinya kegagalan dalam berkomunikasi. Sudah dapat dipastikan bahwa kemampuan komunikasi di sebuah lembaga merupakan sebuah kekuatan dan sumber daya yang bisa mendukung kemajuan lembaga.
Kemampuan komunikasi yang efektif bukan hanya sekadar menjadi kemampuan individual melainkan dapat menjadi aset strategis dan berharga lembaga. Komunikasi terbuka, terarah, dan terukur dalam dinamika lembaga atau organisasi dapat memperkuat koordinasi dan kolaborasi antarlembaga. Dengan demikian tujuan pencanangan literasi abad ke-21 bisa diwujudkan dengan lebih cepat.
Kondisi daerah khususnya dalam bidang wisata merupakan sumber daya lokal yang harus digali dan dimaskimalkan pemberdayaannya. Potensi lokal yang bisa diberdayakan menjadi sumber daya yang bagus dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang strategis di sekolah. Pengembangan literasi wisata daerah di sekolah sebagai wujud inovasi berbasis kearifan lokal bisa menjadi alternatif baik untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih bermakna. Proses pembelajaran kontekstual akan lebih mendekati realita dan bukan sekadar deskripsi menarik tanpa makna.
Sebagaimana disampaikan oleh Widodo (2019) bahwa pemanfaatan potensi lokal sebagai sumber belajar kontekstual meningkatkan relevansi pembelajaran dan kesadaran siswa terhadap lingkungan sekitar. Dengan demikian dampak positif untuk menanamkan kesadaran diri murid terhadap fenomena lingkungan akan semakin baik.(*)