Mahasiswa merupakan insan dengan berbagai dimensi, termasuk sebagai generasi muda yang diharapkan dapat membantu dalam upaya menyelesaikan permasalahan sesuai dengan realitas yang ada. Sebagai bagian dari civitas akademika, mahasiswa perlu mendapatkan pendidikan dan pembinaan untuk memiliki kemampuan dan kualitas yang kompeten serta memiliki peran yang signifikan dalam menentukan sejarah perkembangan bangsa Indonesia.
Menurut Siallagan (2011), peran utama mahasiswa dalam masyarakat kampus adalah fokus pada kegiatan belajar, seperti menyelesaikan tugas, membaca buku, melakukan presentasi, diskusi, mengikuti seminar, dan berpartisipasi dalam kegiatan kampus lainnya.
Selain tugas-tugas tersebut, ada tanggung jawab lain yang lebih kompleks dan berhubungan dengan kepentingan pribadi mahasiswa, yaitu menjadi agen perubahan dan pemimpin sosial di masyarakat. Tugas ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menjadi individu yang beriman dan mencari solusi atas berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Mahasiswa, sebagai bagian dari generasi muda yang telah memasuki tahap dewasa, memiliki cara khas untuk bersenang-senang. Salah satu contoh cara mereka menikmati kegiatan hiburan adalah melalui fenomena malam klub (night club).
Faktor utama yang mendorong seseorang untuk mengunjungi klub malam adalah kemampuan finansial yang mencukupi dalam memenuhi kebutuhan materi. Mulai dari pakaian, harta benda, kendaraan, hingga perlengkapan klub seperti minuman alkohol.
Masyarakat sering mengasumsikan bahwa clubbing merupakan tindakan yang memiliki konotasi negatif. Terdapat beberapa alasan yang dapat memperkuat asumsi tersebut. Pertama, di night club, minuman beralkohol tersedia secara bebas. Meskipun konsumsi alkohol dalam jumlah yang wajar tidak menjadi masalah, namun apabila dikonsumsi secara berlebihan, dapat menyebabkan efek mabuk atau kehilangan kesadaran. Alkohol sendiri memiliki stigma negatif dalam masyarakat.
Kedua, masalah narkoba dan seks seringkali terkait dengan lingkungan hiburan malam. Oleh karena itu, jika melakukan clubbing, penting untuk tidak meninggalkan teman-teman dalam keadaan sendirian, terutama jika teman tersebut adalah seorang wanita, karena mereka dapat menjadi sasaran potensial untuk tindakan yang tidak diinginkan.
Ketiga, Budaya. Masyarakat Indonesia hidup pada budaya dimana minuman beralkohol dan narkotika adalah sesuatu yang tidak baik, dan ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai budaya lokal. Masyarakat melihatnya sebagai aktivitas yang tidak bermoral, mengarah pada perilaku negatif dan dapat merusak integritas sosial. Mereka tidak memandang tindakan seperti itu untuk melepas stres, meskipun minum sedikit pun yang namanya minum minuman yang berbau alkohol ya tidak baik.
Keempat, Membuat seseorang masuk ke dalam gaya Hedonisme. Hedonisme adalah paham yang mengedepankan kesenangan dan kenikmatan sebagai tujuan utama dalam kehidupan. Dalam konteks clubbing, gaya hidup hedonistik dapat termanifestasi melalui keinginan untuk merasakan sensasi dan kenikmatan yang intens. Seperti menari, minum minuman beralkohol, dan menikmati kegembiraan di lingkungan malam yang berenergi tinggi.
Hal ini dapat mengakibatkan seseorang mengabaikan tanggung jawabnya dan terfokus sepenuhnya pada kepuasan pribadi tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Gaya hidup hedonistik yang berlebihan dapat memengaruhi keseimbangan dalam kehidupan individu dan mengabaikan nilai-nilai yang lebih penting. Seperti tanggung jawab sosial dan perkembangan pribadi yang lebih holistik.
Kelima, Stereotipe (prasangka berdasarkan penilaian) yang berperan dalam persepsi tersebut. Sejak dahulu, banyak orang mengasumsikan bahwa hal-hal tersebut memiliki konotasi negatif. Orang beranggapan bahwa klub malam hanya untuk mereka yang gemar minum dan berpesta, tempat di mana perilaku tidak bermoral atau tak terkendali sering terjadi.
Selain itu, terdapat pandangan bahwa mereka yang terlibat dalam clubbing kurang bertanggung jawab atau tidak peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan pribadi mereka.
Menurut Setiawan, Panji & Abdullah, Z (2023) dalam jurnal berjudul ‘Dampak Perilaku Clubbing Terhadap Keterlambatan Penyelesaian Studi Mahasiswa (Studi Kasus Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman) menyebutkan, kehadiran mahasiswa clubbers yang menyukai clubbing membawa dampak positif dan negatif.
Menurut pandangan mahasiswa clubbers, dampak positifnya antara lain adalah dapat memperluas jaringan pertemanan, mendapatkan informasi melalui teman atau kenalan, serta memenuhi kebutuhan hiburan dengan bersenang-senang di tempat tersebut, sehingga mereka dapat bersenang-senang di sana.
Selain itu, memiliki banyak kenalan juga menguntungkan dalam berbagi informasi tentang dunia malam, misalnya, tanda-tanda minuman yang disengaja dicampur narkoba oleh pihak-pihak tertentu. Selain itu, clubbing juga memberikan kesempatan untuk lebih memahami dunia malam di night club. Dan dampak negatif salah satunya adalah adanya rasa ketergantungan yang menyebabkan keinginan untuk clubbing secara berulang-ulang atau terus-menerus.(Setiawan & Abdullah, 2023).
Pernyataan ini diperkuat oleh pengakuan teman mereka yang mengetahui baik sisi depan maupun sisi belakang kehidupan mereka, bahwa mahasiswa clubbers tersebut tidak dapat melepaskan diri dari dunia malam (clubbing).
Dampak negatif lainnya terkait dengan kesehatan, karena kegiatan clubbing dilakukan pada dini hari hingga menjelang pagi, yang seharusnya digunakan untuk istirahat setelah beraktivitas seharian. Dengan tidak memperoleh istirahat yang cukup, hal ini dapat mengganggu jam istirahat normal, menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan karena kurangnya istirahat.
Perilaku mahasiswa yang sering mengunjungi night club ini menjadi rutinitas dan dianggap sebagai kecanduan, sehingga mereka ingin melakukannya secara berulang-ulang. Ada beberapa alasan yang mendasari perilaku ini. Pertama, mahasiswa yang sering mengunjungi night club biasanya berada dalam lingkungan di mana teman-temannya juga merupakan clubbers.
Selain itu, beberapa dari mereka awalnya memiliki masalah pribadi dan mencari tempat untuk bersenang-senang, sehingga clubbing menjadi kebiasaan ketika mereka sedang menghadapi masalah pribadi, karena mereka merasa bahwa clubbing dapat meningkatkan kesejahteraan psikis mereka.
Alasan lain, menurut Setiawan dan Abdullah (2023), adalah suasana yang ramai di night club dan adanya banyak clubbers lain yang juga mengunjungi tempat tersebut. Hal ini memberikan rasa nyaman sehingga mereka dapat bersenang-senang bersama dengan sesama clubbers, saling berbagi pengalaman, dan bebas berekspresi.(Setiawan dan Abdullah, 2023).
Selain itu, beberapa mahasiswa sering mengunjungi night club karena mereka menyukai musik dan ingin menikmatinya secara langsung. Meskipun pada awalnya mereka mungkin tidak menyukai suasana dan musik yang dimainkan di night club, tetapi dengan seringnya mereka mengunjunginya, mereka akhirnya menyukainya.
Secara keseluruhan, pandangan negatif terhadap clubbing sebagai aktivitas yang buruk dalam masyarakat dapat berasal dari berbagai faktor. Seperti persepsi perilaku yang tidak sehat, citra sosial yang meragukan, gangguan terhadap lingkungan sekitar, perbedaan nilai dan minat, serta kekhawatiran terhadap risiko keamanan.
Namun, dapat diingat bahwa pandangan ini tidak berlaku untuk semua individu, dan beberapa orang mungkin memiliki sudut pandang yang berbeda terkait clubbing. Penting untuk menghormati keragaman pendapat dan mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan kepentingan individu ketika membahas fenomena ini.
Sebaiknya setiap individu membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab tentang partisipasi mereka dalam clubbing, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap Pendidikan, Kesehatan, dan Kesejahteraan pribadi mereka. (*/mpm)