MALANG POSCO MEDIA – Jogja terkenal dengan bahasa plesetan. Kota Malang terkenal dengan bahasa walikan. Semua kata akan dieja secara terbalik. Malang menjadi Ngalam. Dan Singo Edan, julukan klub sepak bola Arema, menjadi Ongis Nade.
Becak menjadi ‘’Kaceb.’’ Tapi, kali ini Kaceb bukan bahasa walikan untuk menyebut becak. Kaceb adalah akronim dari ‘’kadrun dan cebong’’, dua sebutan dikotomis yang beberapa tahun terakhir ini memecah bangsa Indonesia menjadi dua.
Beberapa hari ini perang kaceb ramai di Malang. Di media sosial Kota Malang menjadi trending topics gegara munculnya spanduk bertuliskan ‘Malang Tolerant City Not Halal City’ terpasang di sejumlah titik. Di antaranya di Balai Kota Malang, Gedung DPRD Kota Malang, dan Bundaran Alun-alun Tugu.
Protes itu muncul karena Wali Kota Malang Sutiaji dianggap akan menjadikan Kota Malang sebagai ‘’The Halal City.’’ Banyak yang meradang. PDIP menjadi partai yang mengritik ‘’The Halal City’’ dan menegaskan bahwa Kota Malang belum punya regulasi peraturan daerah untuk menjadikannya sebagai ‘’The Halal City.’’ Kalau sampai walikota mengajukan perda itu maka PDIP akan menjadi partai pertama yang menolak.
Pemerintah Kota Malang menjelaskan, tidak ada agenda menjadikan Kota Malang sebagai ‘’The Halal City.’’ Yang ada dalam rencana pembangunan jangka menengah adalah program ‘’Malang Halal.’’ Program Malang Halal ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Malang sebagai bagian dari program Malang sebagai Kota Bermartabat. Ada 6 program andalan, yaitu Malang City Heritage, Malang 4.0, Malang Creative, Malang Halal, Malang Services dan Malang Nyaman.
Tapi opini netizen sudah kadung terbelah antara dua kubu kaceb. Saling serang dan saling hujat bermunculan dari ribuan netizen yang riuh rendah mengomentari topik Malang Halal.
Malang Halal merupakan sebuah gagasan pengembangan aspek pariwisata di Kota Malang yang digagas pada 2018 dan menjadi bagian dari program The Future of Malang. Malang Halal menjadi salah satu konsep yang dinilai mampu meningkatkan value kota Malang dalam bidang pariwisata. Survei dunia menunjukkan bahwa wisatawan muslim dunia tengah tumbuh, sehingga ada peluang bisnis halal yang besar.
Narasi yang mucul ke publik justru tidak berkaitan dengan aspek ekonomi, tetapi justru toleransi. Kalangan yang protes menganggap gagasan itu adalah bentuk ancaman bagi kebhinekaan serta dinilai tidak toleran bagi agama lain.
Kalau sudah menyangkut halal-haram netizen sangat cepat saling sahut dan saling hujat. Narasi halal lalu dikaitkan dengan penerapan syariat Islam dan pendukungnya serta-merta disebut sebagai kadrun. Tanpa melihat narasi ekonomi yang lebih besar, saling tuding itu mirip seperti orang buta menggambarkan gajah.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia Indonesia punya potensi menjadi negara dengan basis ekonomi Islam yang terbesar di dunia. Potensi itulah yang ingin dioptimalkan oleh pemerintah Indonesia dengan membentuk Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).
Dr. Imron Mawardi, pengamat ekonomi syariah dari Universitas Airlangga melihat bahwa terpilihnya Menteri BUMN Erick Thohir menjadi Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) 2021-2024 menunjukkan keseriusan pemerintah Joko Widodo untuk mengoptimalkan potensi ekonomi syariah.
Hal ini membawa membawa harapan baru bagi pengembangan ekonomi syariah. Pemerintah sangat serius dengan program ini. Hal itu terlihat dari dibentuknya Dewan Penggerak, Dewan Penyantun dan dipilihnya nama-nama besar di pemerintah dan swasta untuk menanganinya.
Apalagi, Menkeu Sri Mulyani Indrawati sekarang adalah Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). Jika Sri Mulyani memiliki komitmen yang sama dengan Erick, harapan Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah dunia 2024 bukan sekadar khayalan.
Sebagai Menkeu, Sri Mulyani bisa berbuat banyak untuk mendukung langkah pengembangan ekonomi syariah. Yang paling utama adalah melakukan berbagai inovasi keuangan seperti penerbitan sukuk, fasilitasi pembiayaan usaha mikro-kecil, dan kebijakan perpajakan untuk mendorong zakat.
Erick mengusung nama-nama besar di jajaran pengurus MES. Tidak tanggung-tanggung. Di Dewan Pembina ada Wapres Ma’ruf Amien yang didampingi oleh Ketua DPR Puan Maharani, Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua MUI KH Miftahul Akhyar.
Dewan Penggerak diketuai Menkopolhukam Mahfud MD dan dibantu lima menteri, yaitu Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menperin Agus Gumiwang, Menlu Retno Marsudi, Menpar Sandiaga Uno, Mendes, PDT dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selama ini ekonomi syariah hanya fokus pada keuangan syariah dengan bermunculannya bank-bank syariah. Padahal keuangan syariah hanya salah satu bagian saja dari pengembangan ekonomi syariah yang lebih luas.
Pasar makanan halal saja diperkirakan mencapai USD 1.863 miliar per tahun. Pada 2020, Indonesia masuk 10 besar pada seluruh kategori dan menempatkan Indonesia di peringkat keempat ekonomi syariah global (Global Islamic Indicator Report).
Langkah yang dilakukan pemerintah Kota Malang dengan memasukkan program Malang Halal sebagai bagian dari program jangka menengah berkesesuaian dengan desain pengembangan ekonomi syariah yang dikembangkan Erick Thohir bersama MES.
Sayangnya masih banyak yang tidak paham terhadap ekonomoi syariah, dan selalu memandangnya dengan syak wasangka. Ekonomi syariah yang punya potensi besar ini sering terganjal oleh narasi-narasi yang dangkal yang mengaitkannya dengan radikalisme dan intoleranisme.
Perundungan terhadap pemerintah Kota Malang di media sosial menampilkan argumen yang dangkal, dan tidak didasari oleh argumen yang jernih berdasarkan data. Indonesia sudah menjadi bangsa yang terbelah antara kadrun dan cebong. Setiap ada masalah yang muncul, narasi yang muncul selalu terbelah dua secara dikotomis.
Malang Halal tidak ada hubungannya dengan kaceb, kadrun dan cebong. Malang Halal akan menguntungkan pada anak tukang kaceb, alias tukang becak. (*)