spot_img
Thursday, September 19, 2024
spot_img

Malang Posco Media Full Cover Liga 1 Berlanjut ke Turki (12); Usai Jajal Nusret Salt Bae, Kena Jambret di Kawasan Grand Bazaar

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA- Berhati-hatilah saat berjalan-jalan di Istanbul. Sebagai kota yang ramai dengan beragam orang dari berbagai negara datang, tingkat kriminalitas juga tinggi. Wartawan Malang Posco Media Stenly Rehardson pun mengalaminya.

Di hari kedua di Istanbul, tim Arema FC Women mendapatkan sesi bebas. Setelah sebelumnya turnamen dan berujicoba, kini semua mendapatkan kesempatan berlibur secara individu di kota dua benua tersebut.

Setelah seharian berkeliling, saya balik ke hotel. Usai menulis berita, saya mendapatkan telepon dari Manajer Arema FC Women Fuad Ardiansyah. Diajak makan malam di Nusret Steakhouse Salt Bae, salah satu restoran hits di kawasan Grand Bazaar.

Bila pembaca pernah melihat YouTube, salah satu aksi yang paling sering terabadikan adalah ketika waiter atau bahkan sang pemilik menaburkan garam di antara menu steak yang customer pesan. Tepat di depan customer.

Usai makan di Nusret, Pak Fuad masih mengajak melanjutkan kongkow. Anatolia Restaurant, salah satu restoran legendaris pula di Istanbul. Tidak jauh dari Nusret dan Grand Bazaar.

Nah setelah itu saya berpikir, ingin ke Grand Bazaar karena penasaran belum sempat ke sana. Namun saat itu sudah hampir jam 8 malam waktu Turki.

Sebenarnya, jam tersebut Grand Bazaar sudah tutup. Saya sudah diberi tahu Pak Fuad. Tapi saya jawab, coba-coba saja, lihat outlet-outlet di sekitar.

Benar saja, sejumlah outlet di tepi jalan kecil menuju Grand Bazaar pun sudah mulai tutup. Ada juga yang masih beres-beres segera tutup.

Ketika berangkat, semua baik-baik saja. Saya coba menawar beberapa barang seperti scarf atau topi. Namun setelah itu gerimis mulai deras.

Saya berniat kembali ke hotel. Di sanalah awalnya kriminalitas terjadi. Entah penjambretan atau pemalakan. Ada seorang yang menawari parfun.

Chanel, Versace dan YSL. Beberapa brand bagus, pikir saya. Tapi dalam pikiran saya pun khawatir, itu bukan barang original. Toh di sekitar pasar. Dengan sangat meyakinkan orang tersebut meminta saya membeli. 25 Euro atau sekita Rp 400 ribu.

Enteng saya jawab, mungkin 25 Euro untuk dua pieces. Saya pikir, kalau palsu gak masalah. Paling rugi Rp 100- 200 ribu.

Namun ternyata orang tersebut mencoba menawari lagi. 10 Euro, untuk parfum ketiga. Saya bilang, tak ada lagi Euro di dompet saya.

Saya menolak. Dia menambah satu parfum, untuk harga yang sama. Saya jawab hanya ada 300 Turkish Lira yang saya punya. Nah, dia langsung memberikan tiga parfum.

Sebenarnya saya khawatir tidak bisa dibawa pulang. Tapi menurutnya duty free sehingga tak masalah ditaruh di bagasi. Baiklah, saya merelakan 25 Euro dan 300 Lira. Kira-kira tersisa 60 Lira lagi di dompet, dengan pecahan 10 Lira dan 20 Lira.

Orang tersebut dan satu temannya, meyakinkan bila semua aman dan dia juga orang baik-baik. Tapi saya mulai khawatir, toko-toko tutup, jalanan mulai gelap.

Hanya saja, daripada urusan panjang, saya terima. Saya bayar. Saya relakan 25 Euro dan 300 Turkish Lira.

Saya pergi meninggalkan orang yang menawarkan di depan toko tersebut. Saya berjalan, hanya sekitar 20 meter ada yang mengikuti. Lalu menyapa, menanyakan berapa harga parfum. Karena ogah berpikir, saya jawab sekitar 45 Euro.

Lalu dia memaksa melihat produknya dan menawari parfum yang dia kantongi dalam paper bag Armani. Saya mulai khawatir, dia memaksa melihat tentengan belanja saya. Dapat berapa dan apa saja tipenya.

Saya terus menolak. Dia terus mengejar, bahkan saya sembari berjalan. Terjadi transaksi penolakan dari saya. Mulai dari 35 Euro, ke dolar hingga akhirnya dia menyampaikan  banyak hal. Anehnya ketika satu sampai dua  orang lewat, mereka berlalu begitu saja.

Wah tidak beres. Saya harus segera meninggalkannya. Tapi, dua parfum orang yang mengaku bernama Aslan atau Ahlan ada di tangan saya. Saya coba letakkan di bawah, dia mulai marah.

Lalu dia memaksa membeli. Akhirnya dia mulai memelas. Seperti untuk biaya keluarga hingga akhirnya dia meminta untuk sekadar minum. Wow.

Saya masih terus menolak. Lalu orang tersebut mulai mengeluarka  poket plastik dari sakunya. Sepertinya ganja. Saya mulai tegaskan harus lari.

Kalau dia macam-macam, menaruh ganja atau sabu, malah berbahaya bagi diri saya. Ketika saya letakkan parfumnya di depan toko yang pas berada di depan saya, dia merebut kantong belanjaan di tangan saya. Bruak. Sekitar tiga parfum keluar dari kantong.

Handphone di tangan saya juga jatuh. Dalam pikiran saya, selamat handphone. Dan saya berhasil merebut satu parfum. Satu handphone satu parfum.

Lalu saya sampaikan ke dia, mengenai tindakannya kriminal. Saya bisa lapor polisi atau menulis dalam report. Gertakan. Tapi dia menggertak balik. Tanpa berpikir lagi, saya bilang.

“Okey, itu parfum buat kamu saja. Saya pergi, dan mungkin saya akan tulis peristiwa ini di media saya,” ucap saya sembari berlalu.

Saya sempat bertanya kepada orang berjualan roti di ujung gang tersebut. Aneh. Ketika saya bertanya, mengenai nama jalan dan apakah wilayah tersebut berbahaya, mendadak dia menyampaikan tak bisa berbahasa Inggris.

Padahal selama di Istanbul, nyaris semua pedagang bisa berbahasa Inggris. Karena mereka menawarkan barang ke setiap orang yang lewat.

Saya pun teringat dengan artikel-artikel mengenai kriminalitas di Istanbul. Terutama di kawasana Grand Bazaar atau di kereta api. Mulai dari yang memepet dan gerombolan anak muda pencopet, hingga orang yang memaksa membeli barang dagangannya. Lalu ada sindikat juga, berpola seperti yang menimpa saya.

Padahal sebelumnya Pak Fuad sempat menyampaikan ke tim. Mengenai hati-hati ketika ditawari barang. Kalau tidak berminat, berlalu dan tolak saja. Eh, saya apes.  (ley/van/bersambung)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img