Dilansir dari sumber berita detikjatim (Minggu, 16/10/2022), muncul sebuah judul berita berbunyi “Alasan Mahasiswa Nekat Berbuat Mesum di Taman Kota Malang.” Selanjutnya berita Koran Radar Malang (Jumat, 25 Oktober 2022) juga menyebutkan “Pacaran di Tempat Gelap, Dua Pasang Kekasih Digaruk Satpol PP.”
Dituliskan juga “Ini bisa jadi peringatan bagi muda-mudi yang sedang bermesraan di ruang publik dan cenderung kebablas. Satpol PP Kota Malang sedang memelototi mereka dan tidak segan-segan untuk memberikan tindakan tegas.” Demikian pula berita Suarajatim.com (Senin, 17 Oktober 2022) menyatakan “Enam orang mahasiswa tertangkap Satpol PP tengah melakukan perbuatan mesum di kursi taman Kota Malang. Hal ini bukan kali pertama, tempat-tempat berpenerangan minim seperti Jalan Ijen, Jalan Veteran, Taman Merjosari, Taman Kunang-Kunang, Hutan Malabar, serta Taman Slamet, juga kerap dijadikan lokasi strategis anak muda berpacaran di malam hari.” Intinya bahwa telah terjadi penggunaan ruang publik secara tidak etis.
Dalam perspektif sosiologis, ruang publik merupakan tempat dimana orang dapat menyampaikan opini, pendapat, ide, dan lain-lain. Sedangkan ruang sosial lebih kepada tempat yang dapat diakses oleh setiap orang, tempat berkumpul, berinteraksi dan melakukan bermacam-macam kegiatan bersama.
Ruang publik adalah ruang yang berfungsi untuk tempat menampung aktivitas masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok. Secara ideal menurut Carr (dalam Carmona, et al., 2003), ruang publik harus memiliki tiga hal yaitu responsif, demokratis, dan bermakna.
Responsif dalam arti ruang publik adalah ruang yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas yang memiliki fungsi lingkungan hidup. Demokratis, artinya ruang publik dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya serta akses bagi berbagai kondisi fisik manusia. Sedangkan bermakna, memiliki arti ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang, dan dunia luas dengan konteks sosial.
Ruang publik dapat diartikan sebagai tempat atau ruang yang dapat diakses atau dimanfaatkan oleh warga atau masyarakat secara cuma-cuma tanpa mengambil keuntungan dan bisa digunakan masyarakat secara bersama-sama baik secara individu maupun berkelompok tanpa terkecuali. Karena adanya kebutuhan akan tempat untuk bertemu, berkomunikasi, atau hanya untuk sekadar tempat refresing bersama keluarga.
Ruang publik dapat berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. Meminjam konsep Jurgen Habermas tentang `Tindakan Komunikatif’, maka `Ruang Publik’ adalah, sebuah ruang dan dunia di mana pendapat menyangkut kebutuhan masyarakakat, dengan bebas tanpa tekanan dan batasan eksternal, dipertukarkan (didiskusikan) oleh orang-orang yang hadir di dalamnya.
Sebenarnya, konsep `Ruang Publik’ dan `Ruang Sosial’ tidak bisa dipisahkan. Dengan kata lain kedua konsep tersebut memiliki saling keterlekatan, bahwa dalam `Ruang Publik’ juga melekat `Ruang Sosial.’ Ruang sebagai wadah harus mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi terpenuhinya syarat interaksi, yaitu memberi peluang bagi terjadinya kontak dan komunikasi sosial.
Interaksi sosial dapat terjadi dalam bentuk aktivitas yang pasif seperti sekadar duduk menikmati suasana atau mengamati situasi dan dapat pula terjadi secara aktif dengan berbincang bersama orang lain membicarakan suatu topik atau bahkan melakukan kegiatan bersama.
Gunakan Ruang Publik Secara Etis
Ruang publik adalah ruang untuk umum, tempat berkumpulnya masyarakat. Ruang publik dapat berbentuk aula atau selasar yang bisa menampung lebih banyak orang. Contoh ruang publik yaitu: ruang tunggu, ruang tamu, aula, selasar, ruang pameran, lapangan, taman kota, lobby dan sebagainya.
Dalam konteks ini maka Arena Car Free Day (CFD) dapat dikategorikan sebagai ruang public. Dalam konteks CFD, maka keterlekatan antara `Ruang Publik’ dan `Ruang Sosial’ dimaknai bahwa pengelolaan CFD harus dirancang sebagai sebuah arena (wilayah) dimana memungkinkan semua orang (warga) untuk bisa akses tanpa kecuali, dan juga memungkinkan semua orang (warga) untuk mengembangkan dan mengekspresikan kapasitas sosialnya.
Pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak kepada masyarakat, khususnya dampak sosial dan psikologis. Secara sosial, pandemic Covid-19 menyebabkan terbatasnya ruang-ruang aktivitas sosial sehingga menimbulkan keterasingan sosial, dan secara psikologis mengakibatkan munculnya berbagai gangguan psikologis antara lain perasaan stres sosial pada masyarakat.
Oleh karena itu CFD sebagai arena `Ruang Publik’ dan `Ruang Sosial’ merupakan aspek penting dalam upaya mengurangi dampak pandemic Covid-19, khususnya dampak social dan psikologis.
Mengingat bahwa ruang publik adalah fasilitas sosial umum, maka pemanfaatan ruang fasilitas publik terikat oleh etika sosial umum. Etika mengacu kepada pengertian nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang, kelompok, dan masyarakat dalam mengatur perilakunya. Ukuran etika terkait dengan penilaian baik dan buruk tentang sesuatu.
Etika dapat dikategorikan ke dalam etika individual dan etika sosial. Etika individual, menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Sedangkan etika sosial, berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota masyarakat. Etika Individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lainya, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota masyarakat adalah saling berkaitan.
Perilaku individu di ruang publik tentu saja harus memperhatikan dimensi sosial umum, memindahkan nilai dan norma kesopanan, kesantunan, dan tatakrama publik. Berbeda dengan ruang privat (ruang pribadi) yang merupakan hak istimewa (privilege) masing-masing individu dimana setiap pribadi bebas untuk melakukan apa saja, maka di area ruang publik/ umum setiap individu perilakunya dibatasi oleh aturan publik.
Secara formal, nilai-nilai etika publik dapat saja diwujudkan dalam sebuah aturan atau tata tertib publik. Tujuan aturan publik ini adalah untuk menjaga keteraturan dan ketertiban publik, yakni mengatur segala perilaku individu agar selaras dan sesuai dengan harapan publik.
Perilaku mesum baik antar jenis maupun lawan jenis di ruang publik adalah perilaku yang tidak etis secara publik, dan sejatinya tidak layak untuk dilakukan oleh individu yang bermoral di ruang publik. Mari kita gunakaan ruang publik secara etis.(*)