spot_img
Friday, October 4, 2024
spot_img

Mantan Anggota DPRD Melawan, Pagari Lahan Sengketa

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Kalah PTUN, Siapkan Kasasi

MALANG POSCO MEDIA, MALANG –  45 mantan Anggota DPRD Kota Malang periode 1992-1998 terus melawan untuk menuntut haknya atas lahan yang akan dibangun Alun-alun Kedungkandang oleh Pemkot Malang. Usai kalah dalam Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN),  mereka akan mengajukan kasasi ke MA atas sengketa lahan dengan Pemkot Malang.

Di tengah persiapan pengajuan ke Kasasi, lahan yang disengketakan tepatnya di Jalan Mayjen Sungkono atau di selatan GOR Ken Arok itu telah dipagari dengan seng. Bahkan juga ada bendera dan banner yang menunjukkan klaim kepemilikan lahan oleh 45 mantan Anggota DPRD Kota Malang itu.

Kuasa Hukum 45 mantan Anggota DPRD 1992-1998 Hertanto Budi Prasetya S.S., S.H menyampaikan pemagaran dan pemasangan banner itu dilakukan karena menurutnya lahan tersebut kepemilikan sudah jelas dan pihaknya tengah melakukan upaya hukum lagi.

“Intinya kami masih melakukan upaya hukum terhadap penyerobotan lahan milik klien kami. Peruntukannya sudah jelas. Yang perlu dipahami adalah, untuk masalah pertanahan, orang itu boleh memenangkan PTUN, tapi belum memenuhi aspek hukum tanah tersebut. Ditunggu saja, karena dalam waktu dekat memang kami akan melakukan upaya hukum lebih tinggi, kasasi,” terang Hertanto kepada Malang Posco Media, Selasa (12/9) kemarin.

Seperti diketahui, di selatan GOR Ken Arok sendiri terdapat lahan seluas 4,6 hektar. 2,1 hektar diantaranya memang merupakan lahan milik Pemkot Malang. Sementara 2,54 hektar sisanya menjadi obyek sengketa.

Lahan tersebut diklaim menjadi milik 45 mantan Anggota DPRD dengan bukti SK Pelepasan Aset tanah dari Wali Kota Madya Malang HM Soesamto yang dikeluarkan 1998 silam. Selain itu juga diperkuat dengan SK Wali Kota Malang tahun 2002 era Wali Kota Suyitno. Bahkan terbit pembayaran hak atas Tanah dan bangunan dengan nilai variatif, ada yang senilai Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per kavling. 

“Sampai pada 2015 tanpa ada dasar jelas, lahan itu ternyata dimasukkan lagi menjadi aset Pemkot. Kemudian ada SK pencabutan yang itu juga menjadi pertanyaan. Mekanisme pembuatannya bagaimana kok langsung tiba tiba ada. Harusnya melalui DPRD dan ada notulen rapatnya. Ini tidak ada, sehingga kami menduga ada dugaan tindak perampasan tanah atau penyerobotan oleh Pemkot Malang,” tegasnya.

Hertanto pun enggan dibilang klaim sepihak, sebab selama beberapa periode kepemimpinan wali Kota Malang tidak pernah ada permasalahan. Baru pada sekitar 2016 tiba tiba muncul plang yang terpasang dan menunjukkan kepemilikan lahan oleh Pemkot Malang.

“Dan seharusnya Pemkot Malang juga harusnya melaksanakan saran dan rekomendasi oleh Ombudsman. Dimana harusnya mereka melakukan ganti rugi. Setidaknya ya sesuai nilai NJOP sekarang,” tukasnya.

Menyikapi hal itu, Kabag Hukum Pemkot Malang Suparno hanya menegaskan bahwa proses hukum di PTUN sudah selesai dan dimenangkan oleh Pemkot Malang. Karena saat ini belum ada pengajuan kasasi, lahan tersebut sementara merupakan hak dari Pemkot Malang

“Pemagaran dan pemasangan banner itu tentu tindakan sepihak. Bisa saja nanti terkena masuk (pasal) penyerobotan. Nah selanjutnya tinggal pengguna barangnya, dalam hal ini BKAD untuk pengamanan aset dan DLH untuk penggunanya,” sebut Suparno. (ian/aim)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img