spot_img
Saturday, June 14, 2025
spot_img

Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Polinema Senilai Rp 42 Miliar

Mantan Direktur Polinema Melawan, Siapkan Praperadilan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG– Advokat Didik Lestariyono, SH, MH segera mengajukan praperadilan, usai kliennya yakni Awan Setiawan, mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema) 2017 – 2021 ditetapkan sebagai tersangka.

Seperti diberitakan, Rabu (11/6) Kejati Jatim menetapkan Awan dan Hadi Setiawan, pemilik tanah menjadi tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi lahan senilai Rp 42 miliar yang sekarang dimiliki Polinema.

Menurut dia, penetapan tersangka tersebut dinilai prematur dan tidak mencerminkan asas keadilan hukum. Dijelaskan dia, pengadaan lahan yang menjadi pokok perkara merupakan bagian dari Rencana Induk Pengembangan (RIP) Polinema 2010–2034.

Lokasi lahan seluas 7.104 meter persegi itu berada di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, berdampingan langsung dengan aset Polinema yang sudah ada. Lahan tersebut dipilih karena dinilai strategis dan siap bangun untuk mendukung pengembangan sarana pendidikan vokasi.

“Proses pengadaan telah dilakukan secara terbuka dan sesuai regulasi yang berlaku,” ujar Didik, sapaannya dalam keterangan resmi, Kamis (12/6). Harga pembelian tanah sebesar Rp 6 juta per meter persegi disebut telah melalui kajian harga pasar yang mengacu pada data resmi dari kelurahan, kecamatan, hingga kantor pertanahan (BPN).

“Seluruh proses pengadaan, mulai dari survei, penilaian harga, hingga transaksi, ditangani oleh Tim Pengadaan Tanah atau Tim 9 Polinema yang dibentuk melalui Surat Keputusan Direktur Polinema.

“Sejak awal, kami tidak pernah berhubungan langsung dengan pemilik tanah dalam proses negosiasi. Semua sudah ditangani tim resmi yang bertanggung jawab,” tegasnya.

Lebih lanjut, Didik menjelaskan, kewajiban pajak dalam transaksi ini, termasuk BPHTB dan PPh, sepenuhnya ditanggung oleh Hadi, sebagaj penjual. Dengan demikian, menurutnya, tidak ada pengeluaran negara di luar ketentuan.

Setelah proses pengadaan selesai, lahan itu telah resmi bersertifikat atas nama negara dan tercatat dalam daftar Barang Milik Negara (BMN). Namun persoalan muncul setelah adanya penghentian pembayaran sisa harga tanah oleh pimpinan Polinema yang baru, usai masa jabatan Awan berakhir.

“Karena penghentian pembayaran itu, muncul gugatan perdata dari pihak penjual ke pengadilan. Bahkan, dalam tingkat kasasi.di Mahkamah Agung, memutuskan bila transaksi jual beli tersebut, sah secara hukum perdata,” paparnya.

Menurutnya, hingga kini belum ada hasil audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara dalam pengadaan tersebut. “Alat bukti hanya hasil pemeriksaan inspektorat yang mengatakan ada kerugian negara,” terangnya.

“Penetapan tersangka ini, tanpa adanya kerugian negara yang jelas. Sesuai perundang-undangan, BPK yang seharusnya menetapkan ada kerugian negara. Bukan inspektorat. Menurut kami, ini tindakan yang sangat tergesa-gesa dan tidak sejalan dengan prinsip keadilan hukum,” tambahnya.

“Kami tentu sangat menyesalkan terhadap penetapan tersangka ini. Negara justru telah memperoleh aset berupa tanah yang sudah sah tercatat sebagai BMN. Lalu dimana letak kerugian negaranya?,” tegas Didik.

Dia yang selalu mendampingi Awan di setiap pemeriksaan, mengaku cukup terkejut karena panggilan pemeriksaan terhadap kliennya itu masih berstatus sebagai saksi. Pun demikian dengan Hadi.

“Tiba – tiba, hanya dalam waktu singkat sudah sebagai tersangka. Yang lebih kasihan adalah pemilik tanah. Pak Hadi sudah tanahnya hilang, tidak dibayar lunas, malah dimasukkan penjara,” tegasnya. (mar/lim)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img