Di penghujung tahun 2022 yang lalu, Indonesia digemparkan dengan beragam kasus yang mencengangkan. Dimulai dari kasus penipuan berkedok undangan pernikahan melalui media sosial WhatsApp. Dilanjutkan dengan kasus penculikan anak dan perdagangan organ-organ manusia bernilai jutaan hingga miliaran rupiah. Masalah silih berganti seperti tak menemukan buntutnya.
Di era yang serba digital ini, pengguna media sosial dan tekonologi sangat dimanjakan dengan beragam fitur yang bisa dengan mudah digunakan untuk mengakses informasi maupun hiburan. Namun, kemudahan ini justru digunakan oleh beberapa pihak untuk melakukan penipuan yang pastinya merugikan orang lain. Salah satunya adalah penipuan melalui WhatsApp.
Sejauh ini ada empat jenis modus penipuan yang telah beredar di masyarakat. Yaitu penipuan bermodus undangan pernikahan digital, modus pesan berkedok kurir paket, modus penipuan tagihan PLN, dan yang terakhir adalah modus link promo atau hadiah.
Teknisnya adalah pelaku penipuan mengirim file berbentuk ekstensi aplikasi berbasis android (apk) dan link phishing kepada nomor-nomor incaran penipuan. Jika korban mengunduh file tersebut maka secara otomatis penipu bisa dengan mudah mengambil data-data penting seperti username dan password m-banking untuk menguras rekening si korban. Jadi, modus penipuan melalui apk dan link phishing ini fokus menyasar nasabah bank tertentu.
Menurut pengakuan salah satu warga Kelurahan Naimata, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang Nusa Tenggara Timur, ia menyatakan kehilangan uang Rp 14 juta dalam rekening dan hanya tersisa Rp. 25.000 saja setelah mengklik undangan pernikahan yang diterima lewat pesan WhatsApp.
Berdasarkan ulasan CNN Indonesia, Rabu (1/2/2023) dijelaskan bahwa pelaku pembuat aplikasi undangan pernikahan yakni mahasiswa inisial Al (20) warga Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan sudah diamankan oleh pihak kepolisian. Pencipta aplikasi ini membuat aplikasi tersebut untuk diperjualbelikan.
Alasan pelaku melakukan perbuatan tersebut tak lain dan tak bukan adalah karena mereka tergiur uang yang didapatkan. Seorang pelaku menyebutkan bahwa mereka pernah memperoleh uang sejumlah Rp 200 juta dari korban dan digunakan untuk membeli mobil.
Belum tuntas kasus penipuan melalui WhatsApp. Baru-baru ini sebuah kasus penculikan anak yang menggemparkan tengah marak terjadi di Indonesia. Beragam video, bukti pesan melalui media sosial, dan berita dari TV nasional maupun surat kabar menggambarkan betapa mengerikannya kasus penculikan anak ini.
Seperti kata pepatah, tak ada asap jika tak ada api. There will be a reason why something happened. Kok ya tega, yang hakikatnya sesama manusia adalah saudara, malah menculik dan membunuh yang semata-mata demi keuntungan pribadi.
Diawali dengan kasus penculikan yang terjadi di awal bulan Januari 2023. Yakni seorang bocah berusia 11 tahun yang diculik dan dibunuh oleh dua orang remaja di Makassar, Sulawesi Selatan. Dengan embel-embel tawaran uang Rp 1,2 miliar dari transaksi jual-beli ginjal di media sosial, dua remaja berusia 17 dan 14 tahun yang harusnya belajar dengan giat di sekolah justru nekat berbuat keji demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Tujuannya ingin membantu perekonomian orang tua untuk membangun rumah, namun sayangnya cara yang dipilih tidak bisa membantu malah justru menyengsarakan orang tua.
Melalui keterangan dari Kasi Humas Polrestabes Makassar Kompol Lando S.K, menyimpulkan bahwa tidak ada jaringan penjualan organ tubuh di wilayahnya, tapi penawaran jual-beli ginjal ditemukan di media sosial Facebook.
Setelah ditelusuri, terdapat grup bernama “Forum Donor Ginjal Indonesia” yang telah memiliki 733 anggota. Di dalam grup itu terdapat percakapan jual-beli ginjal bahkan tawaran lengkap mengenai golongan darah, sampai nomor kontak yang bisa dihubungi.
Melalui laman BBC News Indonesia Selasa (14/1/2023), setelah BBC News Indonesia menghubungi sejumlah orang yang menawarkan untuk menjual ginjalnya, mayoritas menjawab karena sedang “butuh uang.”
Dari ulasan singkat mengenai kasus penipuan dan penculikan di atas, mayoritas alasan pelaku melakukan kejahatan adalah karena butuh uang. Kalau ada quotemengatakan uang bukan segalanya, rasanya quoteitu tidak berlaku bagi mereka yang kekurangan uang. Ya, segalanya butuh uang.
Kalau kita punya uang kita bisa mendapatkan posisi, pendidikan, kesempatan yang lebih baik, dan hal-hal yang kita inginkan. Intinya memang benar, uang memang bukan segalanya tapi segalanya butuh uang. Lalu mengapa kekurangan uang bisa terjadi?
Salah satu alasannya adalah karena tidak bekerja atau pengangguran. Ketika seseorang tidak bekerja dan tidak punya penghasilan yang cukup, sedangkan dia punya beban yang harus dipenuhi kesehariannya. Maka, tak heran jika pemilihan jalan pintas kerap dilakukan.
Harian Ekonomi Neraca, Selasa (7/2/23) menyebutkan bahwa di pertengahan tahun 2022 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,4 juta orang dan diprediksi akan meningkat di tahun 2023. Jika angka pengangguran yang menyebabkan kemiskinan melonjak tinggi, maka akan berdampak pada peningkatan angka kriminalitas, stunting, dan lain-lain.
Jika sudah begini, maka siapa yang bisa disalahkan?. Mau menyalahkan masyarakatnya, tapi mau bagaimana lagi mereka memang kekurangan secara ekonomi. Mau menyalahkan pemerintah, tapi pemerintah tidak hanya mengurusi soal kemiskinan dan pengangguran saja.
Mau menyalahkan korban penculikan yang tidak bisa menjaga anak mereka, ya tidak mungkin juga. Karena sejatinya pemilik akan selalu menjaga barang yang dimiliki. Seperti orang tua yang senantiasa akan menjaga anak mereka. Mereka pasti mati matian membela dan menyelamatkan anaknya bila ada yang berusaha melakukan kejahatan.
Tentunya ini semua menjadi PR bagi kita semua. Bagi pemerintah, fokus melakukan beragam upaya agar masyarakat juga siap menghadapi masalah krisis keuangan ini. Jangan terus menerus bergejolak dan bising di dunia politik saja. Masyarakat juga butuh diperhatikan ekonominya serta tingkat kebahagiannya. Jangan serap tenaga luar negeri terus, sumber daya manusia kita juga banyak dan tidak kalah kualitasnya.
Dan untuk masyarakat, hakikatnya kita semua ini adalah saudara. Ratusan perbedaan harusnya tidak menghalangi kita untuk menjadi satu kesatuan. Jika salah satu dari kita melihat ada tindak kriminal terjadi di sekeliling kita, jangan ragu untuk “tolong dan terima kasih.” Artinya menolong dan yang ditolong tak segan mengucapkan terima kasih. Jika manusia bisa hidup dengan kerukunan dan keguyubannya, maka kedamaian pasti menyertai.(*)