MALANG POSCO MEDIA – Menjelang tahun baru, jutaan masyarakat Islam merayakan pergantian tahun dengan pesta, syukuran akan masuknya masa baru. Harapannya, tahun baru dapat menjadi awal yang juga baik bagi seluruh masyarakat. Islam sendiri memiliki tahun baru khusus. Tak perlu dengan pesta besar, tahun baru Islam adalah keistimewaan yang bisa disyukuri dengan berdoa serta beribadah dengan lebih baik.
Tahun baru Islam, merupakan perhitungan waktu yang merujuk kepada kalender Hijriah atau kalender Islam. Momentum ini, jelas merupakan momentum khusus bagi seluruh Umat Muslim. Sejarah tahun baru Islam sendiri, memiliki sejarah atau asal usul baik dari segi pembentukan, serta keutamaan yang mengikutinya.
Asal usul penanggalan kalender Islam dimulai ketika seorang Gubernur Abu Musa Al-Asyari menuliskan surat yang diberikan kepada Khalifah Umar Bin Khatab RA. Kepada pemimpin tersebut, Ia mengaku bingung perihal surat yang tidak memiliki tahun. Hal inilah yang menyulitkannya saat penyimpanan dokumen atau pengarsipan. Kondisi inilah yang mendasari dibuatnya kalender Islam, yang mana saat itu Umat Muslim masih mengadopsi peradaban Arab pra-Islam tanpa angka tahun, hanya sebatas bulan dan tanggal.
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kalendar ini sebagai penyempurnaan waktu. Misal saja, mengembalikan bulan menjadi 12 dan tidak memaju mundurkan bulan atau hari yang semestinya masyarakat jahiliyah ketika itu. Allah SWT berfirman pada Alquran Surat at Taubah, 36-37, melalui posisi bulan atau hilal.
Perumusan kemudian diprakarsai oleh Khalifah Umar yang memanggil Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf ra., Utsman bin Affan ra., Zubair bin Awwam ra., Sa’ad bin Waqqas hingga Thalhah bin Ubaidillah untuk penyusunan kalender Islam.
Dalam perumusan tersebut, kemudian disepakati untuk menggunakan sistem kalender yang ada (pra Islam) untuk selanjutnya disempurnakan Rasulullah SAW. Meski kala itu, terdapat perbedaan pendapat di mana beberapa mengusulkan menggunakan milad Rasulullah SAW, namun ada yang mengusulkan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj kala Rasulullah menerima wahyu dan diangkat sebagai nabi.
Barulah ketika Ali bin Abi Thalib mengusulkan peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Mekkah ke Yatsrib. Pengajuan ini, dianggap sebagai momentum besar bagi Islam yang mana hijrah merupakan simbol perpindahan masa jahiliyah ke masyarakat madani. Untuk itu, penting untuk menjadikan peristiwa hijrah sebagai tonggak awal kalender Islam, dan dibuatlah kalender Islam dengan nama kalender Hijriyah. Penetapannya, dilakukan pada tahun 1 Hijriyah atau 17 tahun pasca hijrah nabi (638 Masehi).
Pada penerapannya, kalender Hijriyah menggunakan sistem peredaran bulan atau qomariyah, tak sama dengan Masehi yang masih mengandalkan matahari atau Syamsiah. Tak hanya itu, pergantian hari kalender masehi dimulai sejak pukul 12 malam, yang berganti saat matahari terbenam. Hal inilah yang membuat kalender hijriah lebih pendek yakni hanya 11 hari dibanding Masehi.
Salah satu bulan yang paling utama dalam kalender Islam adalah Muharram. Kata Muharam, berasal dari kata yang diharamkan atau dilarang. Ini bermakna pelarangan untuk melakukan peperangan atau pertumpahan darah, dan dianggap haram. Tahun 1 Muharram adalah Tahun Baru dalam Islam.
Awal mula penamaan Muharam dengan maknanya, didasari dengan kepercayaan jika bulan ini merupakan awal yang baru dalam setahun. Permulaan tersebut, di masa hijrah merupakan masa peperangan. Dalam sejarah pun disebutkan, jika bulan ini merupakan waktu yang sangat ditaati, bahkan ketika di Arab tak pernah terjadi peperangan.
Ketika bulan Muharam, terdapat sejumlah amalan yang bisa dikerjakan oleh kaum Muslim. Salah satu amalan ialah puasa sunnah Tasua serta Asyura. Seperti yang diketahui sebelumnya, Muharam memiliki keutamaan karena selain banyak amalan yang dianjurkan pada waktu tersebut, juga menghapus dosa setahun sebelumnya.
Dalam sebuah hadits, Bulan Muharam adalah bulan haram bersama tiga bulan lainnya yakni Dzulqa’dah, Rajab dan Dzulhijjah. Keutamaan tersebut berbunyi: “Dalam satu tahun ada 12 bulan, di antaranya ada 4 bulan haram, 3 bulan secara berurutan adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharam dan Rajabnya Mudhor yang berada di antara Jumadil dan Sya’ban.” (HR. Bukhori).
Penyebutan Rajab Mudhar misalnya dalam hadits tersebut, tak berarti Rajab memiliki banyak jenis. Rajab hanya memiliki satu jenis saja, meski memiliki dua suku yaitu Mudhar dan Rabi’ah yang mana keduanya sangat dimuliakan beberapa bulan dalam Hijriyah.
Kaum Rabi’ah sangat menyukai dan mengagungkan bulan Ramadan, sedangkan kaum Mudhar sangat menaruh cinta yang dalam kepada Rajab. Sehingga Rajab menjadi bulan yang sangat dimuliakan oleh kaum ini. Karena itulah, orang-orang dahulu, menyebut Rajab dengan sebutan Rajab Mudhar.
Dalam tafsir berbeda yakni Imam Al-Thabari menyebutkan, perihal keutamaan lain yang dipastikan dalam Bulan Muharam. Di bulan haram tersebut, dosa yang diperbuat bakal sama besar ganjaran juga dosanya. Sebaliknya pula, setiap amal ibadah yang diperbuat akan semakin besar ganjaran pahala yang diberikan.
Allah SWT memberikan keistimewaan untuk empat bulan haram di antara bulan-bulan yang ada, dan diagungkan kemuliaannya bulan itu, dan menjadikan dosa yang terbuat serta amal ibadah yang dilaksanakan menjadi lebih besar ganjaran dosa dan pahalanya.
Allah SWT., dalam Q.S at Taubah 36 berfirman perihal keutamaan Bulan Muharam tersebut: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.”
Makna dan Keutamaan
Muharam adalah bulan yang spesial, dikarenakan bulan pembuka dalam kalender Hijriyah. Rasulullah SAW bahkan menyebut Muharam sebagai bulan Allah karena keutamaannya. Sebelum syiar Islam datang, bulan ini disebut sebagai Shafar Al Awwal.
Beda halnya bulan Safar atau bulan kedua yang kemudian disebut sebagai Shafar Ats Tsani. Allah SWT, memperingati agar manusia tak menzalimi diri sendiri dengan perbuatan dosa. Berbanding lurus pada amalan yang diberikan, dimana pahala yang dilakukan akan dilipatgandakan. Karenanya, banyak keutamaan yang dapat diraih melalui sejumlah amalan, sebut saja puasa.
Umat Islam memiliki waktu khusus dalam menyambut tahun baru. Tak hanya perlu memperbanyak salawat dan zikir, terdapat banyak amalan yang bisa dilakukan ketika tahun baru Islam akan masuk.
Shekh Abdul Hamid dalam kitabnya menyebutkan, jika terdapat 10 amalan yang dapat dilakukan saat Bulan Muharam yaitu ziarah, asyura, menjenguk orang sakit, silaturahmi, membuat celak mata, mandi, sedekah, memotong kuku, menambah nafkah keluarga serta membaca Surat Al-Ikhlas sebanyak 1.000 kali.
Namun di antara seluruh amalan tersebut, terdapat amalan yang paling dianjurkan yakni puasa sebagaimana Abu Huraira; “Seorang datang menemui Rasulullah SAW, ia bertanya, ‘Setelah Ramadan, puasa di bulan apa yang paling utama?’ Nabi menjawab, ‘Puasa di Bulan Allah, yaitu bulan Muharam.” (HR Ibnu Majah).
Puasa yang dimaksud ini adalah puasa Tasua serta Asyura yang biasa dilaksanakan pada 9 dan 10 Muharram. Dua jenis puasa tersebut hukumnya sunnah, serta dianjurkan untuk dilakukan kepada seorang muslim. Kendati jika tidak melakukannya tidak mendapat dosa. Dalam hadits riwayat Muslim ini, terdapat ganjaran yang diberikan terhadap orang yang menjalankan puasa Tasua serta Asyura yakni dihapuskan dosanya selama setahun sebelumnya.
Selain kedua puasa tersebut, Bulan Muharram serta 12 lainnya di tahun Islam adalah jenis puasa sunnah yang sangat disarankan untuk dilakukan. Di bulan yang sama, terdapat jenis puasa Ayyamul Bidh atau puasa putih. Puasa putih merupakan istilah karena berada pada hari-hari putih yakni pertengahan bulan setiap tanggal 13,14 serta 15 di bulan Islam. Bulan Muharram sendiri, jenis puasa ini dapat dilakukan sebagaimana jenis puasa lainnya.
Di antara jenis puasa lainnya, puasa Senin Kamis mungkin merupakan jenis puasa yang paling dikenal. Jenis puasa ini sangat baik dilakukan tak hanya untuk mendapatkan pahala melainkan juga untuk kesehatan. Di sisi lain, puasa ini juga bisa membuat seseorang menjadi lebih tenang serta nyaman karena dekat dengan Allah SWT.
Itulah sejumlah puasa sunah yang baik dikerjakan saat Bulan Muharam, selain puasa tersebut, puasa sunah lain juga tak kalah baik untuk dilakukan. Sebut saja Puasa Nabi Daud. Puasa Nabi Daud merupakan puasa yang dilakukan selang sehari atau dua hari dan berlangsung secara terus menerus. (*)