.
Wednesday, December 11, 2024

Marhaban Ya Ramadan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si

Sebentar lagi kita akan kedatangan tamu mulia, yakni bulan Suci Ramadan. Tamu terhormat datang dengan membawa segudang peluang dan kesempatan emas untuk umat Islam seantero dunia, karena bulan Ramadan terkandung kemuliaan dan keistimewaan yang amat besar dan tidak bisa dijumpai pada bulan-bulan lainnya. Nilai ibadah dilipatgandakan, doa-doa dikabulkan, dosa diampuni, pintu surga dibuka, sementara pintu neraka ditutup. Rugi bagi orang yang tidak dapat bertemu dengannya. Namun akan lebih rugi lagi bagi mereka yang menjumpainya tapi tidak menggunakannya dengan meningkatkan kualitas ibadah dan ketakwaannya kepada Allah SWT., guna membangun saleh ritual dan sosial.  

Puasa bukanlah ibadah yang baru dilaksanakan ketika kedatangan Islam, akan tetapi sudah dilaksanakan jauh sebelumnya. Para pakar perbandingan agama mendapatkan data bahwa sebelum mengenal agama Samawi, orang-orang Mesir kuno, orang-orang Yunani dan Romawi telah mengenal puasa. Demikian juga dengan orang-orang Majusi, Budha, Yahudi dan Kristen.

Al Fahrasat Ibnu Nadim menyebutkan bahwa orang-orang Majusi berpuasa tiga puluh hari dalam setahun. Mereka juga melakukan puasa-puasa sunnah yang ditujukan sebagai penghormatan kepada bulan, Mars dan Matahari. Sementara At-Thabari dalam tafsirnya, Jami` al-Bayan, menyebutkan bahwa seluruh pemeluk agama samawi (ahl kitab) diwajibkan oleh Allah untuk melaksanakan puasa.

Untuk itu, Rasulullah SAW tak lupa berpesan kepada umatnya ketika bulan Ramadan datang, sebagaimana hadits yang diriwayatkan an-Nasa’i dari Abu Hurairah, yang artinya dari sahabat Abu Hurairah r.a. beliau berkata, bahwa Rasulullah telah bersabda : “Sungguh telah datang pada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah, yang mana pada bulan tersebut Allah SWT mewajibkan kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu, pintu-pintu langit dibuka, sementara pintu-pintu neraka ditutup serta syaitan-syaitan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan”. (HR. An-Nasa’i).

Oleh karena itu, marilah kita sambut kedatangan bulan Ramadan dengan penuh suka cita “Marhaban Ya Ramadan, kami sambut kedatanganmu dengan penuh suka cita”.  

Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata “marhaban” terambil dari akar kata “rahb” yang berarti  “luas atau lapang”, sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu yang datang disambut dan diterima dengan lapang dada, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya tempat yang luas untuk melakukan apa saja yang dia inginkan.

Dalam bahasa Arab bulan disebut dengan “syahr” yang bermakna “terkenal” atau populer. Orang Arab biasanya menamai bulan sesuai dengan keadaan di mana bulan itu berlangsung. Karena pada masa turunnya perintah puasa adalah musim panas yang terik, maka bulan itu dinamai “Ramadan” yang akar katanya dari “Ramida” yang berarti “sangat panas, membakar” disebabkan panas matahari yang luar biasa menyinari pasir-pasir gurun. Ada juga pengertian lain yaitu “batu (karang) yang membakar”.

Menyambut Ramadan

Para ulama shaleh terdahulu dalam menyambut bulan suci Ramadan; Pertama, dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Yahya bin Abi Katsir meriwayatkan bahwa orang-orang salaf terdahulu selalu mengucapkan doa: “Ya Allah berkahi kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan (usia) kami berjumpa Ramadan.” Seolah mereka juga memohon, “Ya Allah sampaikanlah aku dengan selamat ke Ramadan, selamatkan Ramadan untukku dan selamatkan aku hingga selesai Ramadan”.  

Sampai kepada Ramadhan adalah kebahagiaan yang luar biasa bagi mereka, karena pada bulan itu mereka bisa mendapatkan nikmat dan karunia Allah yang tidak terkira. Tidak mengherankan jika kemudian Nabi SAW dan para sahabat menyambut Ramadan dengan senyum dan tahmid, dan melepas kepergian Ramadan dengan tangis.  

Kedua, dengan pengetahuan yang dalam. Puasa Ramadan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim. Ibadah puasa mempunyai ketentuan dan aturan yang harus dipenuhi agar sah dan sempurna. Sesuatu yang menjadi prasyarat suatu ibadah wajib, maka wajib memenuhinya dan wajib mempelajarinya. Ilmu tentang ketentuan puasa atau yang sering disebut dengan fikih puasa merupakan hal yang wajib dipelajari oleh setiap Muslim, minimal tentang hal-hal yang menjadi sah dan tidaknya puasa.

Ketiga, dengan doa. Bulan Ramadan selain merupakan bulan karunia dan kenikmatan beribadah, juga merupakan bulan tantangan. Tantangan menahan nafsu untuk perbuatan jahat, tantangan untuk menggapai kemuliaan malam Lailatul Qadar dan tantangan-tantangan lainnya. Keterbatasan manusia mengharuskannya untuk selalu berdoa agar optimis melalui bulan Ramadan.  

Keempat, dengan tekad, niat dan azam. Orang-orang soleh terdahulu selalu merencanakan pengisian bulan Ramadan dengan cermat dan optimis. Berapa kali dia akan mengkhatamkan membaca Al-Quran, berapa kali shalat malam, berapa akan bersedekah dan memberi makan orang berpuasa, berapa kali kita menghadiri pengajian dan membaca buku agama untuk meningkatkan kualitas ibadah di bulan Ramadan.  

Kelima, Persiapan Ruh dan Jasad Rasulullah SAW dan orang-orang shalih tidak pernah menyia-nyiakan keutamaan Ramadan sedikitpun. Rasulullah dan para sahabat memperbanyak puasa dan bersedekah pada bulan Sya’ban sebagai latihan sekaligus tanda kegembiraan menyambut datangnya Ramadan.

Keenam, Persiapan materi, kemudian yang harus kita perhatikan menyongsong bulan Ramadan adalah persiapan finansial atau materi. Persiapan materi di sini tidak dimaksudkan untuk membeli kebutuhan berbuka dan sahur yang mewah dan mahal bahkan kadang terkesan berlebihan. Tapi finansial/materi yang diperuntukkan untuk menopang ibadah sedekah dan infak. Bulan Ramadan merupakan bulan muwaasah (bulan santunan, pelipur lara). Sangat dianjurkan memberi santunan kepada orang lain, betapapun kecilnya. Pahala yang sangat besar akan didapat manakala ia memberi kepada orang lain yang berpuasa, sekalipun sekedar sebiji kurma dan seteguk air.

Kedermawanan Rasulullah saw pada bulan Ramadan sangat besar. Digambarkan dalam beberapa riwayat bahwa sentuhan kebaikan dan santunan Rasulullah saw kepada masyarakat sampai merata, lebih merata ketimbang sentuhan angin terhadap benda-benda di sekitarnya.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img