MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Masalah sampah yang kerap menumpuk di Pasar Induk Among Tani sering kali menjadi sorotan masyarakat. Sehingga banyak pedagang, warga sekitar dan pembeli mengeluhkan bau menyengat serta air lindi yang mengalir dari tumpukan sampah.
Terkait sampah pasar induk among tani Kota Batu ternyata pengelolaan sampahnya berbeda karena sumbernya berbeda. Sampah dari pedagang Pasar Induk Among Tani dan sampah dari pedagang Pasar Pagi. Sampah Pasar Pagi dikelola oleh KSM Pasar Pagi.
Menanggapi hal tersebut Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu Alfi Nurhidayat memberikan penjelasan atas permasalahan tersebut. “Kalau untuk pengelolaan sampah di Pasar Induk ada dua pengelolaan. Pertama untuk sampah yang dihasilkan oleh aktivitas pedagang di Pasar Induk Among Tani merupakan tanggung jawab DLH. Sedangkan untuk sampah yang dihasilkan Pasar Pagi dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM),” ujar Alfi kepada Malang Posco Media, Senin (10/2) kemarin.
Lebih lanjut, DLH juga memastikan bahwa sampah pedagang Pasar Induk Among Tani di lokasi tersebut selalu diangkut setiap hari ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Baik pemilahan maupun pengangkutannya sehingga tidak menimbulkan tumpukan dan bau.
“Berbeda dengan sampah yang dikelola DLH, untuk sampah dari pedagang Pasar Pagi dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang dibentuk oleh Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perdagangan (Diskumperindag) Kota Batu. Sehingga bukan ranah kami,” bebernya.
Sebelumnya Wakil Ketua KSM Pasar Pagi Rokim menjelaskan pengelolaan sampah Pasar Pagi dikelolah oleh pihaknya. Pengelolaan sampah oleh KSM sesuai dengan SK yang diterbitkan oleh Diskumperindag Kota Batu dan UPT Pasar Induk serta hasil hearing dengan DPRD.
“Pengelolaan oleh KSM juga sudah disetujui oleh pedagang Pasar Pagi melalui 19 Kelompok yang ada. Dari 19 kelompok mengampu 1.097 pedagang Pasar Pagi. Namun tidak semuanya aktif, hanya sekitar 650-700 pedagang yang masih berjualan mulai pukul 24.00 WIB (malam) hingga 08.00 WIB (pagi),” paparnya.
Diungkapnya bahwa setiap pedagang mengeluarkan biaya jasa pengambilan sampah 2.000 per hari. Namun dalam praktiknya, untuk biaya pengambilan sampah ada toleransi tidak membayar ketika dagangan sepi. Berbeda dengan jasa penataan atau bongkar pasang lincak, pedagang membayar Rp 6.000 per hari. Sehingga total yang harus dibayar pedagang untuk sampah dan bongkar pasang lincak Rp 8.000 per harinya.
“Dari total biaya tersebut, digunakan oleh KSM yang terdiri dari 5 orang dan untuk 36 jasa pekerja dan operasional. Dengan gaji yang diberikan kepada pekerja Rp 3 juta per bulannya. Mereka ini dituntut berkerja cepat dalam membersihkan sampah dan bongkar muat lapak,” terangnya.
Dari polemik pengelolaan sampah di pedagang Pasar Pagi tersebut pihaknya berharap ada kebijakan dari Wali Kota Batu dan Wakil Wali Kota Batu yang akan dilantik nantinya. “Begitu juga bagi Pedagang Pasar Pagi, nantinya Kepala Daerah yang baru bisa mengeluarkan SK atau Perwali. Pasalnya kalau dibilang legal tidak, dibilang liar juga tidak, mengingat pedagang pasar pagi juga ditarik retribusi (UPT) secara rutin,” pungkasnya.(eri/lim)