MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Dua hari jelang ditutupnya Crisis Center Kandang Singa bagi korban Tragedi Kanjuruhan, laporan korban luka mengalami penambahan. Selasa (8/11) kemarin, terdapat lima laporan, empat berasal dari Jember dan satu dari Tulungagung.
Menurut Anggota Tim Crisis Center Arema FC Adel, jumlah tersebut mengalami peningkatan ketimbang sebelumnya. Selain itu, kini yang melapor didominasi korban dari luar kota. “Hari ini (kemarin, red) ada lima yang datang. Empat dari Jember dan satu dari Pasuruan. Sebenarnya ada lagi dua, tapi yang dari Pasuruan belum datang,” ujar Anggota Tim Crisis Center Adel.
Sementara, dua korban dari Jember ditemui Malang Posco Media, kemarin. Muhammad Daffa Nurahman, berasal dari Gumuk. Ia menjadi korban yang sempat dirawat empat hari di RST Soepraoen.
“Saya waktu itu pulang tanggal 4 Oktober. Sejak malam kejadian, dibawa ke Soepraoen dan berada di IGD,” ujar Daffa.
Dia menyebutkan, bahwa dirinya menjadi korban yang terjatuh dari tangga kemudian terkena tindihan Aremania lainnya. Luka yang dia alami adalah tulang di atas engkel kaki kiri bergeser. “Saya di tribun 14. Pas keluar, besi pembatas di tangga itu patah, terjatuh dan tertindih,” kata dia.
Menurutnya, kala itu dia diselamatkan oleh kakaknya. Dia akhirnya ditarik dan dibawa keluar dari pintu tribun. “Saya rombongan tujuh orang. Sempat pulang ke rumah paman di Jabung, untuk dibawa ke Puskesmas. Tapi langsung dirujuk ke Soepraoen,” katanya.
Saat ini, hampir 40 hari berlalu, Daffa masih harus berjalan sembari terpincang-pincang. Diakuinya, kakinya masih terasa sakit ketika dibuat jongkok. “Ya masih sakit, kalau jalan juga masih pelan-pelan,” tambah dia.
Di kesempatan yang sama, Ahmad Afif dari Kencong, Jember juga datang ke Crisis Center. Pemuda 23 tahun ini datang dengan kondisi matanya masih memerah efek gas air mata. Menurut dia, hampir 40 hari memang kondisi matanya masih belum pulih total dan terus menjalani perawatan.
“Saya setelah kejadian langsung pulang. Tapi di rumah baru sadar kalau kaki saya ini bergeser, awalnya seperti keseleo begitu. Tapi tidak di-rontgen, cuma dibawa ke tukang urut,” katanya.
Di Jember, ia menjalani perawatan di klinik yang tak jauh dari rumahnya selama tiga hari. “Saya dua malam dirawat, sejak tanggal 2 Oktober. Pas pulang, sama keluarga paginya dibawa ke klinik,” tambah dia.
Afif mengakui, saat kejadian dia pingsan. Ia berada di tribun 12, lalu berusaha keluar dari pintu yang sama. “Pas ditembakkan setelah itu kan asapnya tebal, terasa sesak nafas. Saya berdesak-desakan keluar, sama teman-teman berempat. Tapi, karena chaos, terpisah, pas di tanggah terjatuh, tertindih dan pinsan,” urainya.
Setelah itu, dia sadar sudah berada di depan pintu 12. Dia terbangun, saat itu dijaga oleh Aremania dari Tulungagung. “Teman saya yang bertiga sudah di parkiran, menelepon. Itu saya sadarnya sudah dijaga oleh Aremania dari Tulungagung. Alhamdulillah, walaupun sakit, sesak nafas waktu itu langsung pulang. Tapi pas di Jember sakitnya terasa sekali, juga sesak, mata merah. Makanya sama keluarga dibawa ke klinik perawatan.” Jelas Afif.
Meskipun demikian, Afif menegaskan tidak akan kapok memberikan dukungan bagi Arema. Sejak masa sekolah, dia sudah kerap menyaksikan Singo Edan berlaga. Dan hanya ketika laga Arema FC melawan Persebaya tersebut mengalami kejadian pahit. “Nggak lah, saya tidak akan berhenti. Mungkin trauma kalau ingat kejadian itu ada. Tapi, Arema ini bagi saya kebanggaan,” pungkas dia. (ley/bua)